BAB 17

3.8K 182 0
                                    

Beberapa detik kemudian, Bram melepaskan kecupannya. Agni dan Bram mengatur nafas yang sulit di atur. Bram merasakan hembusan nafas Agni di permukaan wajahnya. Bram lalu mengecup kening Agni, di kecupnya kening itu dan dilepaskan lagi kecupan itu.

Bram memandang wajah cantik Agni, ia tahu emosi wanita itu sudah mereda. Bram mengelus wajah cantik Agni, di tatapnya mata bening Agni.

"Saya tidak benar-benar membenci kamu" ucap Bram seketika.

Agni hanya memandang Bram, ia sulit mencerna kata-kata itu, karena ia tidak berpikir jernih, ciuman Bram masih bergeliya di pikirannya. Agni tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Agni mengatur detak jantungnya yang tengah maraton.

Bram meraih jemari Agni, ia genggam jemari Agni dengan erat. Bram tidak berkata-kata, ia lalu melangkah dan menarik tangan Agni, menuju pintu satu-satunya. Agni mengikuti langkah Bram, dan hanya bisa diam atas prilaku Bram kepadanya.

Semua para staff accounting memandang Bram dan Agni keluar dari ruang rapat. Sepertinya Bram tidak peduli dengan seluruh staff melihatnya.

Bram membawa Agni ke tempatnya kembali. Agni memandang Nisa, yang tengah mematung atas kehadirannya. Agni kembali mengalihkan tatapnya ke arah Bram. Bram melepaskan jemarinya, dan beralih memegang pundak Agni.

Bram melirik jam yang menggantung di dinding, menunjukkan pukul 11.12 menit. Bram menarik nafas, lalu memandang Agni.

"Terima kasih atas waktunya, sebentar lagi jam makan siang. Saya akan mengirim makanan untuk kamu" ucap Bram.

"Saya pergi dulu" ucap Bram, ia lalu meninggalkan Agni begitu saja.

Agni menatap punggung Bram yang telah menjauh darinya. Agni seakan mimpi, ya dia terlalu bodoh sulit merespon ucapan Bram. Ia bahkan tidak ada sepatah katapun untuk mencela Bram. Agni lalu duduk di kursinya. Oh Tuhan, kenapa semuanya seperti ini, rasa bencinya hilang begitu saja, setelah Bram menciumnya tadi.

Awalnya ia begitu emosi, ingin mencela Bram habis-habisan serta ingin membunuh Bram. Tapi lihatlah, laki-laki itu seperti mempunyai magnet agar tidak bisa membuatnya marah. Dengan sekejap mata memporak-porandakan hatinya. Kenapa rasa bencinya hilang tidak tersisa. Padahal Laki-laki itu telah mencampakkan dan merusaknya. Oh Tidak apa yang harus ia lakukan.

Sementara Nisa dari tadi memandang Agni. Ia melihat secara langsung, apa yang di lakukan atasannya terhadap anak magang itu.

"Kalian beneran pacaran?" Ucap Nisa

Agni mengerutkan dahi, jelas saja tidak, ia tidak akan pernah pacaran dengan Bram, setelah Bram menghina dan mencampakkannya,

"tidak" sanggah Agni.

"Yakin tidak? Terlihat jelas kalian itu pacaran" ucap Nisa lagi.

Nisa lalu mengalihkan tatapannya ke jemari Agni, ia memandang cincin permata melingkar sempurna di jari manis Agni.

"Tidak Nisa, saya tidak pacaran dengan atasan kalian. Saya sudah memiliki pacar, namanya Alan" ucap Agni, memberi penjelasan kepada Nisa, agar wanita itu tidak bertanya-tanya lagi kepadanya. Masalahnya hampir setiap saat Nisa selalu mengintrogasinya.

"Bohong, itu cincin pasti pemberian pak Bram kan?" Tunjuk Nisa ke arah jemari Agni.

Agni lalu memandang cicin di jemarinya. Ia terpana, karena tidak terlintas dipikirkannya untuk membuang cincin permata itu. Ia hampir lupa, untuk melepaskannya.

"Hemm, ya" ucap Agni membenarkan.

"Jadi benar, Wow kamu satu-satunya wanita yang bisa menaklukkan hati pak Bram" Ucap Nisa.

"Kamu berkata seperti itu, seakan tahu hubungan saya dan Bram. Asal kamu tahu, hubungan ini tidak seindah yang kamu bayangkan" ucap Agni, ia lalu kembali menekuni hasil laporannya.

Nisa mengerutkan dahi, jujur ia sulit mencerna kata-kata Agni. Nisa memandang Agni sekali lagi, setelah itu ia tidak bertanya-tanya lagi.

Beberapa menit kemudian, Agni dan Nisa memandang security membawa paper bag.

"Bu, ini ada titipan untuk ibu dari Pak Bram" ucap security itu, lalu meletakkan paper bag itu di atas meja.

"Apa ini?" Tanya Agni, ia meletakkan pulpen meja. Beralih mengambil paper bag itu. Agni memandang lebel logo restoran terkenal tertulis disana.

"Makan siang untuk ibu" ucap security itu lagi.

"Saya pamit dulu bu. Selamat siang" ucapnya lagi lalu meninggalkan Agni dan Nisa.

Agni dan Nisa memandangi isi paper bag itu. Nisa tidak percaya bahwa atasannya menaruh hati dengan Agni. Lihatlah atasannya begitu romantis jika seperti ini, ia seperti menonton drama korea, versi nyata. Ternyata semua yang ia lihat ada di kehidupan nyata, atasannya menaruh hati kepada bawahannya itu benar adanya, bukan fiksi belaka.

"Pak Bram mempunyai sisi romantis jika seperti ini" ucap Nisa.

"Hemm" Agni bergumam.

"Bukalah, saya juga ingin lihat, makan siang seperti apa yang pak Bram bawakan untuk kamu" ucap Nisa lalu mengambil alih paper bag dari tangan Agni.

Nisa lalu membuka kotak-kotak semterofom dengan lebel terkenal itu.

"Wow, makan siang yang komplit" Nisa memandangi buah, dessert dan makanan berat disana.

"Makan siang kamu begitu lezat Agni, kamu beruntung mendapati pak Bram, lihat saja makan siang kamu begitu enak" Nisa lalu memakan buah segar yang sudah di iris sedemikian rupa.

"Rajin-rajinlah pak Bram mengirim makanan untuk kamu. Setidaknya kita lebih berhemat untuk makan diluar" ucap Nisa.

Agni hanya tersenyum, dan lalu mulai mencicipi makanan yang dibawa Bram.

"Jika kamu menjadi nyonya Bram jangan lupain saya" ucap Nisa.

"Itu tidak akan pernah terjadi" Gumam Agni, ia lalu makan dalam diam.

***********

DENDAM SANG CEO (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang