Agni melangkahkan kakinya menuju area mall. Agni terpana menatap Bram disana, laki-laki itu menunggunya di dekat pintu masuk. Laki-laki itulah yang ia rindukan, wajah tampannya menghiasi setiap mimpinya.
Bram menyadari kehadirannya dan tersenyum melihatnya. Agni melangkah mendekati Bram. Jantungnya maraton setiap kali bertemu Bram. Laki-laki inilah yang mampu membuatnya jatuh cinta, ia tidak tahu dari mana cinta itu datang, padahal laki-laki tidak ada sedikitpun sisi baik dalam didirinya. Agni semakin bingung dengan tindakannya, mencintai laki-laki itu begitu dalam. Agni tidak bisa memendam rasa cintanya begitu saja.
Bram tersenyum memandang Agni disana, wajahnya masih terlihat cantik. Kini Agni tepat dihadapannya. Bram meraih jemari lembut Agni, wanita inilah yang ia inginkan. Bram mengecup puncak kepala Agni, dan ditatapnya iris mata bening itu.
"Saya tahu kamu pasti akan memilih saya" ucap Bram.
Agni hanya diam, ia tidak berani berucap. Agni terlalu bingung dengan hatinya. Kecupan Bram begitu menangkan, inilah yang ia inginkan bersama Bram.
"Ayo kita pergi dari sini" ucap Bram, ia menarik tangan Agni, melangkah menjauhi area mall.
Agni menyeimbangi langkah Bram, menuju mobil yang terparkir disana. Agni duduk menyandarkan punggungnya di kursi. Mobil sudah berjalan menjauh area mall. Agni melirik Bram.
"Kita mau kemana?" Tanya Agni, memecahkan kesunyian.
"Ke tempat saya" ucap Bram.
"Ke tempat kamu?".
"Bukankah kamu sudah memilih saya?" Ucap Bram lagi.
Agni menarik nafas, "bukan begitu Bram, tapi saya kesini hanya keluar sebentar, dan saya belum mengatakan apapun kepada keluarga saya".
Bram mengerutkan dahi, ia lalu menoleh kearah Agni, "kenapa kamu belum mengatakannya?" Tanya Bram
"Saya masih tidak berani Bram".
Seketika Bram menepikan mobilnya di tepi jalan, ia tidak bisa berbicara serius kepada Agni dalam keadaan mengendarai mobil seperti ini. Bram harus meyakinkan Agni, bahwa dirinya adalah orang yang tepat ia pilih.
Bram melepas sabuk pengaman, dan tubuhnya menghadap Agni, dilihat nya wajah cantik itu dengan serius, Bram mengusap wajah cantik Agni dengan jemarinya.
"Kamu mencintai saya?".
"Iya" ucap Agni pelan.
"Kita hidup bersama, kalau begitu".
"Tapi Bram".
"Itu jalan satu-satunya Agni".
"Bagaimana dengan keluarga saya".
"Untuk sementara waktu tinggalkan mereka, hingga mereka merestui hubungan kamu dan saya".
Agni hampir gila memikirkan itu, bagaimana ia bisa meninggalkan keluarganya, demi Bram. Bagaimana hidupnya nanti jika ia memilih Bram. Bagaimanapun juga keluarga adalah tempatnya untuk berlidung, tapi disisi lain ia juga mencintai Bram, ia tidak bisa meninggalkan Bram begitu saja.
Agni tidak sanggup lagi untuk berpikir, Adam telah melarangnya menemui Bram, sedangkan Bram tidak henti-hentinya mengatakan harus memperjuangkan cintanya. Itu pilihan yang sangat sulit, ia tidak tahu akan berbuat apa.
Air mata Agni jatuh dengan sendirinya, "Bram, saya tidak tahu harus menyikapi semua ini" ucap Agni.
Bram memandang Agni, wajah itu terlihat begitu rapuh, hingga air mata itu jatuh di wajah cantiknya. Bram mengusap air mata Agni. Ia tidak bisa melihat Agni menangis seperti ini.
"Maafkan saya" ucap Bram seketika. Bram lalu memeluk tubuh Agni, di usapnya punggung ramping itu.
"Maafkan saya telah membuat kamu seperti ini" ucap Bram, ia mengecup puncak kepala Agni, ia hanya ingin menenangkan Agni. Sungguh Ia tidak suka melihat Agni menangis.
Ini merupakan perasaan yang paling menyebalkan. Bram sulit sekali mengendalikan diri ketika melihat Agni menangis. Agni tidak setegar apa yang ia lihat, Agni begitu rapuh. Bram tidak bisa membandingkan Agni dengan Melisa. Agni mampu membuatnya menjadi laki-laki satu-satunya, yang tercipta melindunginya.
Agni merasakan pelukan hangat Bram, laki-laki itu memeluk tubuhnya, ia dapat mencium harum minta dari tubuh Bram yang menenangkan. Hatinya seakan berkata bahwa Bram benar-benar mencintainya. Pelukan inilah yang ia selalu ia rindukan.
Bram melonggarkan pelukkanya, dilihatnya iris mata itu, "saya ingin mengenalkan kamu kepada orang tua saya" ucap Bram seketika.
Padahal tidak terlintas di pikirannya untuk mengenalkan Agni kepada orang tuanya. Itu pernyataan yang paling tidak masuk akal menurutnya. Jalan satu-satunya untuk meyakinkan Agni adalah mengenalkan Agni kepada orang tuanya, agar wanita itu percaya bahwa ia tidak main-main dengan ucapannya. Dengan begini Agni benar-benar tahu apa yang harus ia pilih.
"Dengarkan saya, saya akan mengenalkan kamu kepada orang tua saya, kamu wanita satu-satunya, wanita yang saya perkenalkan langsung kepada kedua orang tua saya".
Agni hampir tidak percaya apa yang di ucapkan Bram kepadanya. Bram ingin mengenalkan dirinya kepada orang tuanya.
"Saya tidak pernah main-main dengan ucapan saya" ucap Bram lagi.
Bram memegang dagu Agni, lalu menarik nafas, "jangan pernah menangis lagi".
"Iya".
Bram lalu melepaskan tangannya dan ia mengecup puncak kepala Agni, "kamu pasti memilih saya" gumam Bram.
Bram menjauhi tubuhnya dan ia melirik Agni, air mata itu tidak ada lagi membasahi wajah cantik itu. Bram memasang sabuk pengaman dan menyalakan mesin mobilnya kembali.
Agni menarik nafas, ia kembali menyandarkan punggungnya di kursi, berusaha menenangkan hatinya. Agni masih memikirkan apa yang terjadi nanti pada hidupnya. Sungguh pikirannya sudah bercabang-cabang, masalah hidupnya semakin pelik.
**************
KAMU SEDANG MEMBACA
DENDAM SANG CEO (TAMAT)
Romance"Saya pikir kemeja ini cocok untuk anda" ucap Agni, Agni memperlihatkan kemeja itu untuk Bram. Alis Bram terangkat, ia kembali memperhatikan Agni dan lalu mengambil kemeja dari tangan Agni. Bram sengaja menyentuh tangan Agni. Bram merasakan sentuhan...