BAB 27

2.9K 131 2
                                    

Orang tua Bram menerima Agni dengan suka cita. Agni pikir, orang kaya seperti Bram tidak akan menerimanya, seperti keluarga mbak Melisa yang tidak menerima kehadiran mas Bram. Tapi lihatlah orang tua Bram begitu hangat menyambutnya.

Orang tua Bram menyukai kehadirannya Agni tidak sedikitpun merasa bahwa orang tua Bram mengucilkanya, sama sekali tidak membedakannya. Beliau malah berkata, bahwa dirinya sudah merubah sifat Bram yang keras menjadi lebih hangat. Orang tua Bram meminta Agni menjaga hubungan dengan Bram, jangan pernah melepaskan Bram dalam keadaan apapun.

Agni melirik jam yang melingkar di tangannya, menunjukkan pukul 20.00. Jujur hatinya cukup was-was untuk pulang. Agni memandang Bram, laki-laki itu mengantarnya pulang seperti biasa dan masih fokus dengan kemudi setirnya.

"Orang tua saya menyukai kamu" ucap Bram.

"Iya, orang tua kamu hangat dan saya menyukainya" Agni tersenyum menatap Bram.

"Iya, orang tua saya memang seperti itu, nanti saya akan mengenalkan kamu kepada adik kembar saya Anindya dan Anindita. Mereka pasti akan senang berteman dengan kamu, mengingat kalian seumuran".

"Saya tadi melihat foto mereka berdua, mereka sangat cantik, dimana mereka?" Tanya Agni penasaran, tadi ia smmelihat foto keluarga, kedua wanita itu cantik".

"Sekarang sedang kuliah di Oxford" ucap Bram.

"Wow, hebat sekali, Kenapa kamu tidak menceritakan kepada saya?".

"Bagaimana saya menceritakan kepada kamu, sementara kamu tidak bertanya" Bram tersenyum melirik Agni.

"Tadi saya tidak sempat bertanya, terima kasih sudah mengenalkan saya kepada keluarga kamu".

"Iya sama-sama" ucap Bram.

Beberapa menit kemudian, mobil berhenti tepat di depan halte, Bram sengaja mengantarnya disini, ia hanya tidak ingin Agni berjalan terlalu jauh.

"Kamu sudah menentukan pilihan?" Tanya Bram, ia melepaskan sabuk pengamannya dan lalu menyentuh jemari Agni.

Agni tersenyum dan mengangguk, "iya".

"Kamu memilih saya" tanya Bram serius.

"saya tidak tahu akan berkata apa lagi kepada kamu, sementara dihati saya sudah ada nama kamu Bram" ucap Agni.

Bram tersenyum dan lalu memeluk tubuh Agni, dipeluknya tubuh itu. Bram melepaskan pelukkanya, dan ia lalu mengecup kening Agni,

"Ya, pilihan kamu tepat, jika terjadi apa-apa hubungi saya, saya akan melindungi kamu".

"Iya" ucap Agni.

Bram tersenyum dan lalu mengecup bibir tipis Agni. Sedetik kemudian ia melepas kecupan itu, "pulanglah".

Agni mengangguk, lalu membuka hendel pintu dan melangkah menjauhi mobil Bram. Sementara Bram masih memandang tubuh Agni menghilang dari pandangannya. Bram tersenyum penuh arti, Agni sudah berada disisinya, ia ingin mengetahui reaksi Adam setelah ini.

***********

Agni menarik nafas, ia melangkah masuk ke dalam rumahnya. Ada perasaan takut menghantui dirinya karena ia pulang sudah dalam keadaan gelap. Agni melirik jam melingkar di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 20.31 menit.

Agni membuka pintu pagar rumahnya, ia mengerutkan dahi, disana terdapat mobil Adam. Jantung Agni berdegub kencang, Agni mencoba mengatur debaran jantungnya. Ia lalu melangkah masuk menuju pintu utama.

Agni kini tiba di daun pintu, dibukanya pintu itu dengan perasaan sedikit cemas. Agni membuka hendel pintu secara perlahan. Agni menghentikan langkahnya, ia memandang Adam, Melisa, bapak, dan Ibu disana. Semua mata itu menatapnya dengan tatapan tidak bisa diartikan. Oh Tuhan apa yang harus ia lakukan, terutama Adam, melihatnya dengan tatapan tidak suka.

Agni memegang tasnya dengan erat, menahan gugup.

"Agni, kamu dari mana?" Tanya Adam.

"Dari mall, mas" dusta Agni.

Adam melangkah mendekati Agni, ia tahu adiknya ini sama sekali tidak bisa berbohong.

"kamu mencoba membohongi mas? Kamu pasti pergi dengan laki-laki brengsek itu kan".

Agni menelan ludah, Agni tidak tahu akan berbuat apa, sepertinya ia tidak bisa mengelak lagi. Agni melirik ibunya disana, wajah itu terlihat sedih. Tidak ada orang yang bisa membelanya disini kecuali dirinya. Ia cukup tahu, semuanya berpihak pada Adam.

Adam melangkah mendekati Agni, "mas sudah katakan kepada kamu, jangan pernah pergi dengan Bram. Kamu masih saja melawan perkataan mas".

"Kamu mengatakan kepada ibu, untuk pergi membeli keperluan kamu sebentar, nyatanya kamu pergi dengan Bram" ucap Bram, ia sudah terlalu emosi melihat Agni, pergi bersama Bram.

"Kamu membohongi ibu, demi Bram, Ya Tuhan dimana pikiran kamu Agni" ucap Adam dengan suara meninggi.

Agni baru kali ini melihat Adam murka kepadanya, ia tidak tahu akan berbuat apa. Agni hanya diam, mendengar ucapan Adam. Agni menangis dalam diam, ia semakin sulit untuk berpikir, ia takut melihat Adam seperti ini.

"Apa yang telah Bram lakukan, hingga kamu melakukan semua ini hah !".

Melisa melangkah mendekati Adam yang emosinya tidak terkontrol lagi, "mas, sudahlah".

"Enggak bisa, anak ini harus dikasi tahu, agar ia tahu bagaimana kejamnya Bram terhadap kita".

"Bram bukan laki-laki baik untuk kamu Agni. Dia itu licik, jahat, keras, kamu hanya alat untuk ia permainkan untuk mendapati Melisa. Kamu bisa tanyakan kepada semua, tanya kepada Ibu, bapak, mbak Melisa, semuanya tahu siapa laki-laki kejam itu".

"Mas enggak tahu, dimana otak kamu, sehingga kamu terbuai dengan kata-kata Bram" ucap Adam.

Adam menarik nafas dalam-dalam ia mengatur nafasnya, agar teratur. Pikirannya hampir gila memikirkan adik perempuanya bersama Bram. Semuanya terasa hening, Agni hanya menunduk tidak tahu akan berbuat apa. Ia hanya bisa menangis dalam diam, Hingga akhirnya ia memberanikan diri.

"Agni mencintainya mas" ucap Agni.

***********

DENDAM SANG CEO (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang