BAB 8

4K 173 9
                                    


Hati dan persaan Bram sedikit lebih tenang, karena saat ini Agni sudah masuk ke dalam hidupnya. Agni sudah berada di gengamannya. Agni salah satu wanita yang mudah ia dapatkan, semua wanita memang seperti itu. Ia akan membuat Agni menderita.

Bram membuka map di hadapannya, membaca satu persatu dokumen itu. Setelah ia membaca dan mempelajari semua dokumen itu, Bram menanda tanganinya. Bram menutup map itu kembali, pekerjaan itu telah ia selesaikan dengan sempurna.

Beberapa menit kemudian, pintu ruangannya terbuka. Bram memandang laki-laki separuh baya berjalan mendekatinya, ia tahu usia sang ayah tidak muda lagi, rambut hitamnya kini sudah memutih.

"ayah" ucap Bram, menegakkan tubuhnya lalu mendekati sang ayah.

"Bagaimana kerjaan kamu?" Tanya ayah lalu duduk di kursi.

"Semua berjalan dengan lancar" ucap Bram.

Ayah tahu bahwa Bram menjalankan tugasnya dengan baik, ia juga tidak main-main dengan pekerjaanya. Di bawah tangan Bram, perusahaan bergerak lebih maju. Bram cerdas, ia mengambil tindakkan dengan cepat, demi usahanya, Bram rela melakukan dengan segala cara, ia pernah menjadi kekasih anak gubenur di salah satu kota Indonesia. Agar mendapat izin pembangunan itu dengan cepat. Bram juga pernah menginap di rumah pak RT selama sebulan lamanya, demi mengumpulkan tanda tangan warga, untuk pembangunan pabrik di dekat pemukiman penduduk. Segala cara akan Bram lakukan, untuk memajukan perusahaan. Ayah salut kepada Bram, sifat kerja keras, perfeksionis yang di turunkan langsung oleh dirinya.

"Kamu tidak ingin menikah?" Tanya Ayah seketika. Ia tidak ingin putra sulungnya melajang seumur hidup.

"Tentu saja saya akan menikah ayah".

"Wanita mana yang akan kamu nikahi? Ayah akan melamarnya".

"Saya hanya ingin Melisa".

"Melisa?".

"Saya tidak akan menikah, jika tidak dengan Melisa ayah. Melisa adalah satu-satunya wanita yang saya cintai. Saya hanya ingin Melisa" ucap Bram.

Ayah menatap putra sulungnya, ia tidak habis pikir. Seberapa besar ia ingin memiliki Melisa. Ayah tahu bahwa Melisa tidak mencintai Bram, wanita itu mencintai laki-laki miskin seperti Adam, dari pada putranya.

"Apakah tidak ada wanita lain selain Melisa? Melisa sudah menikah Bram".

"Tidak ada yang bisa menggantikan Melisa di hati saya ayah" rahang Bram mengeras.

Ayah menarik nafas, ia melirik Bram. "Apa yang kamu cari dari Melisa Bram, dari dulu Melisa tidak mencintai kamu".

"Saya tidak peduli ayah, saya tetap ingin Melisa. Saya ingin Melisa menjadi istri saya. Saya tidak akan pernah mendekati wanita manapun selain Melisa. Melisa pasti akan menjadi milik saya" ucap Bram dengan suara meninggi.

Kepala ayah berdenyut hebat, melihat Bram yang masih terobsesi dengan Melisa. Ia tidak tahu bagaimana melunakkan hati Bram.

"Ayah hanya bisa berharap bahwa Melisa bukan satu-satunya wanita yang membuat kamu bahagia".

Ayah lalu meninggalkan Bram begitu saja. Bram menatap punggung ayah dari belakang.

"Melisa akan menjadi milik saya" ucap Bram geram, ia lalu melempar map itu, ke dinding, hingga semua dokumen itu berceceran di lantai.

***********

Agni tersenyum melihat Alan, berdiri tepat di depan pintu rumahnya. Agni memperlebar daun pintu, mempersilahkan Alan masuk. Alan adalah temannya Adam, yang sering berkunjung ke rumah. Ibu dan Bapak menyukai Alan, pembawaan Alan yang baik dan sopan.

Alan pernah melamar Agni sebelumnya, tapi Agni mengatakan kepada Alan menundanya untuk menyelesaikan kuliahnya terlebih dahulu. Siapa yang tidak ingin menjadi istri Alan. Alan mapan dari segi materi, Alan pengacara ternama di Indonesia. Semua kasus hukum akan menang jika berada di tangannya. Berkat Alan, Adam tidak di penjara, Agni juga lupa perkara apa yang membuat mas Adam terbelit dengan hukum, karena ada seseorang yang dengan sengaja ingin memasukan Adam ke dalam penjara. Berkat Alan, Adam tidak dapat di penjara, kini Alan dan Adam menjalin persahabatan dengan baik.

Alan memberi pengertian bahwa tidak ada halangan orang yang menikah sambil kuliah. Tapi tetap saja Agni menolaknya, hingga lulus kuliah nanti. Agni tahu, Alan mencintainya tapi entahlah tidak ada getaran kepada laki-laki itu.

"Mas Alan".

"Hay, sayang bagaimana kabar kamu" tanya Alan, ia menatap wajah cantik Agni dan mengecup puncak kepala Agni.

"Baik Mas".

Alan melangkah masuk ke dalam. Alan meletakkan paperbag di atas meja. Agni tahu bahwa Alan tidak pernah sekalipun datang ke rumah dengan tangan kosong.

"Ibu dan bapak mana, kok sepi?" Tanya Alan penasaran.

"Lagi pergi undangan pernikahan, mas" ucap Agni.

Agni membuka paper bag itu. Agni tersenyum bahwa Alan membawa donat kesukaanya.

Alan tersenyum penuh arti, "jadi hanya kita berdua disini?" Ucap Alan, ia lalu memeluk tubuh Agni dari belakang.

Alan lalu mengendus harum stroberi dari bahu Agni. Bukan pertama kalinya Alan seperti ini, Alan juga sudah sering menciumnya dan entahlah ia tidak pernah menolak Alan melakukan itu kepadanya.

Agni memutar tubuhnya menghadap Alan. Agni melihat secara jelas wajah tampan Alan.

"Mas, kangen kamu sayang" Alan lalu mengurung tubuh Agni.

"Terus kalau kangen, mas mau ngapain?" Dengus Agni

"Mau kangen-kangenan sama kamu" ucap Alan.

Wajah Agni bersemu merah, ia lalu tertawa.

"Kamu sudah membuat mas menderita sayang, lihatlah mas sudah hampir menua menunggu kamu selesai kuliah".

"Agni hanya enggak ingin membuat mas Adam kecewa. Agni ingin mas Adam melihat Agni pake toga. Itu saja mas tidak ada alasan lain".

"Oke, setelah itu kita menikah" ucap Alan.

"Iya mas".

"Mas, kangen sama kamu sayang".

Agni hanya tersenyum Alan mengatakan itu kepadanya. Alan tidak canggung lagi, ia lalu meraih tengkuk Agni, dilumatnya bibir tipis itu. Alan mulai mengeksplor bibir Agni. Agni membalas kecupan Alan.

*************

DENDAM SANG CEO (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang