Seperti biasa, Agni menyiapkan makan malam untuk keluarga. Agni memandang ibu dan bapak sedang menonton Tv. Beberapa menit kemudian, terdengar suara dari balik pintu. Otomatis ibu dan bapak menoleh kearah sumber suara.
"Biar Agni saja, bu yang buka" ucap Agni. ia tidak ingin menggangu kenyamanan kedua orang tuanya yang sedang menonton TV.
Agni melangkah mendekati pintu utama. Agni membuka hendel pintu, Agni mencoba tersenyum memandang Adam dan Melisa tepat di hadapannya. Mas Adam menatapnya dengan intens tidak ada raut ceria di wajahnya.
"Mas Adam" ucap Agni, ia memperlebar daun pintu.
Adam dan Melisa lalu masuk, ia melewati Agni begitu saja. Jujur perasaan ia gelisah melihat wajah Adam seperti itu. Wajah itu tidak terlihat hangat, seperti biasa ia lihat. Agni menutup pintu itu kembali.
Agni kembali memilih berjalan ke meja makan. Agni menyibukkan diri dengan mengisi air mineral di dalam gelas.
Sementara Adam dan Melisa masih berdiri tidak jauh dari Agni. Adam melepas jas hitam yang di kenakannya, ia menyimpan jas itu di sisi sofa.
"Kamu magang dimana dek?" Tanya Adam seketika.
Adam ingin mengetahui secara jelas prihal hubungan Agni dan Bram. Masalahnya Adam mendengar langsung dari Melisa. Itu membuatnya naik pitam, ia ingin sekali membunuh Bram. Adam tahu Bram bukan laki-laki yang baik untuk Agni. Laki-laki itu akan menghancurkan keluarganya dengan cara mendekati Agni. Sungguh licik perbuatan Bram, Agni tidak tahu apa-apa prihal kehidupannya. Jika ingin menghancurkan dirinya, jangan Agni. Sungguh Agni terlalu polos untuk di permainkan oleh Bram.
"Di perusahaan property mas" ucap Agni sekenanya.
Adam sudah menduga, bahwa Agni magang di perusahaan Bram. "Sial, kenapa ia baru tahu sekarang". Bram meremas buku-buku tangannya hingga memutih.
"Jangan magang lagi disana, mas nanti ke kampus kamu, untuk dipindahkan ke kantor lain".
Agni mengerutkan dahi, ia lalu mengahadap Adam, "kenapa mas?".
"Mas, tidak ingin kamu berhubungan dengan Bram, Agni !" ucap Adam geram, ia menahan emosinya. Hatinya seakan mendidih menyebut nama Bram disana.
Agni hanya diam, jantungnya maraton ketika Adam mengetahui hubungannya dengan Bram. Bagaimana Adam mengetahui itu dengan cepat, sementara dirinya tidak pernah sekalipun mengumbar kisah asmaranya. Agni memegang sudut meja, ia mencoba tenang.
"Dari mana mas tahu, hubungan saya dan Bram?" ucap agni pelan.
"mbak Melisa melihat kamu dan Bram di cafe, kalian bukan jenis teman ataupun sahabat, lebih dari sepasang kekasih".
Seperti ada aliran listrik menjalar di permukaan tubuhnya. Jantung agni maraton, serta keringat dingin keluar dari pelipisnya.
Ibu dan Bapak mendengar percakapan itu, beliau mendengar nama Bram disana. Beliau lalu berdiri menghadap Agni. Semua memandang Agni, betapa terkejutnya mendengar prihal hubungan Bram dan Agni, lebih mirip sepasang kekasih. Terutama ibu, ia memegang dadanya, ia hampir pingsan mendengar anak bungsunya memiliki hubungan khusus dengan Bram.
Ibu tahu betul siapa Bram, Bram beberapa kali kerumah ini. Bahkan laki-laki itu pernah ingin membakar dan menghancurkan seisi rumahnya. Oh tuhan, ia sekan mimpi, itu sama sekali sulit di percaya. Ibu juga pernah melihat secara langsung laki-laki itu adu tinju di depan rumahnya.
"Apa benar, yang dikatakan mas mu itu Agni?" Tanya ibu.
Agni hanya diam, ia tidak tahu akan berkata apa. Semua mengontrogasinya seperti ini. Agni memandang satu persatu wajah, ibu, bapak, Adam dan Melisa. Wajah Melisa dan Adam lah yang paling ia takuti. Kedua wajah itu seakan murka kepadanya.
Sedetik kemudian suara bell dari balik pintu terdengar. Sungguh suara bell pintu itu telah menyelamatkan hatinya. Agni mengalihkan tatapannya ke arah pintu.
"Biar saya saja yang buka" ucap Adam.
Adam melangkah mendekati pintu utama, ia lalu membuka hendel pintu. Adam menatap laki-laki bertopi hitam tepat di depan pintu. Laki-laki itu membawa sebuket bunga mawar putih berukuran besar. Adam mengerutkan dahi, ia bertolak pinggang.
"Siapa kamu?" Tanya Adam.
"Saya kurir, saya hanya mengirim bunga ini ke alamat rumah ini" ucapnya lagi.
Adam l mengambil buket bunga itu dari tangan si kurir.
"Tolong pak, tanda tangan. Ini membuktikan bahwa saya telah mengirim bunga ini" ucapnya lagi, kurir itu lalu memberikan tanda terima kepadanya, dan Bram menanda tangani surat expedisi.
"Terima kasih pak" ucap kurir itu, ia lalu meningglkan area rumah.
Adam menutup pintu itu kembali, Adam dengan cepat melihat siapa pengirim bunga mahal ini. Bram membuka note di bunga, note itu tertulis.
"Semoga kamu suka".
Bram
Adam melangkah melewati Agni yang sedang menatapnya. Bram berjalan menuju tempat sampah dekat dapur, lalu di buangnya bunga itu ke tong sampah. Adam menarik nafas, dan benar dugaannya, Agni memiliki hubungan khusus dengan Bram.
"Dari siapa mas, kok dibuang?" Tanya Melisa penasaran.
"Itu dari Bram" ucap Adam, ia melirik Agni.
Adam mendekati Agni, ia ingin marah terhadap adik bungsunya ini. Ingin sekali menyadarkannya, bahwa Bram laki-laki licik, yang hanya mempermainkan dirinya. Adam mengatur nafasnya, ia tidak tega memarahi Agni. Ia lalu memegang pundak Agni.
"Tinggalkan Bram, jauhkan laki-laki itu dari pandangan kamu. Jangan harap besok kamu bisa ke kantor itu lagi".
"Kamu sudah milik Alan, menikahlah dengan Alan secepatnya. Mas enggak mau terjadi apa-apa dengan kamu. Jika sudah ditangan Alan, mas sudah lepas tanggung jawab, mas yakin Alan bisa menjaga kamu" ucap Adam penuh penekanan.
"Jangan pernah dekati Bram, ingat kata-kata mas".
"Iya mas" ucap Agni.
Agni dengan cepat masuk kedalam kamarnya. Hatinya seakan perih, mendengar mas Adam mengatakan itu kepadanya.
***********

KAMU SEDANG MEMBACA
DENDAM SANG CEO (TAMAT)
Storie d'amore"Saya pikir kemeja ini cocok untuk anda" ucap Agni, Agni memperlihatkan kemeja itu untuk Bram. Alis Bram terangkat, ia kembali memperhatikan Agni dan lalu mengambil kemeja dari tangan Agni. Bram sengaja menyentuh tangan Agni. Bram merasakan sentuhan...