Agni melangkahkan kakinya menuju cafe, tepat di bawah gedung apartemen Bram. Agni mencari keberadaan Adam, sedetik kemudian ia mendapati apa yang ia cari. Adam sudaj menunggunya disana, Adam duduk disalah satu kursi, Adam berdiri menyadari kehadirannya.
Agni melangkahkan kakinya mendekati Adam. Ia tahu Adam sangat mengkhawatirkanya. Agni lalu memeluk tubuh Adam, sungguh ia sudah merindukan Adam.
"Mas mengkhawatirkan kamu dek, bagaimana keadaan kamu" ucap Adam, ia lalu melonggarkan pelukkanya. Memandang wajah cantik Agni. Di perhatikannya keseluruhan tubuh Agni, tidak ada sedikitpun cacat di tubuh indahnya.
"Kamu sudah sehat?" Tanya Adam.
"Sudah mas".
"Apakah Bram memperlakukan kamu dengan baik" tanyanya lagi.
"Iya mas, Saya sudah menyelesaikan masalah saya dengan Bram".
Adam tersenyum, Agni kini sudah dewasa, Agni telah memutuskan mana yang terbaik untuk dirinya, dan bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.
"syukurlah kalau begitu. Mari kita pulang, semua sudah menanti kedatangan kamu".
"Iya".
"Untuk sementara waktu, sebaiknya kamu tinggal dengan mas. Mas tidak ingin, Bram membawa kamu kembali".
"Iya mas".
"Setidaknya jika di apartemen mas, Bram tidak mengetahui keberadaan kamu".
"Maaf telah mengecewakan mas" ucap Agni, ia memandang Adam.
"Tidak apa-apa sayang".
"Sekali lagi, terima kasih mas" ucap Agni.
Adam mengangguk dan tersenyum, ia membawa Agni menuju area parkiran. Semenit kemudian mobil telah meninggalkan area gedung apartemen Bram.
Akhirnya Agni kembali ke rumah keluarganya, ada rasa rindu menyelimuti hatinya. Agni memandang wajah itu satu per satu. Walau hanya beberapa hari saja, tapi seakan lama tidak bertemu. Lebih baik hidup seperti ini lebih bermakna, dari pada hidup mewah tapi ia mengorbankan cinta keluarga.
Agni melangkah mendekati Alan, laki-laki itulah yang menunggunya. Inilah kekasihnya, ia sungguh sangat berdosa kepada Alan. Alan laki-laki baik, tidak pantas ia menyakitinya. Semua kembali sediakala, inilah dunianya, semua menyayanginya.
***********
Agni tetap dengan pendiriannya, ia akan melupakan Bram. Tapi semenjak itu, Bram tidak berhenti menghubunginya, Agni juga tidak pernah mengangkat panggilan Bram. Jika di bilang rindu, ia sangat merindukan laki-laki itu. Sungguh rindu itu sudah teramat sangat, hingga ia menangis setiap malam. Agni juga sudah lelah, memikirkan Bram, yang tidak pernah lepas dari pikirannya.
Agni kini sudah tinggal bersama Adam. Agni membantu Melisa, memasak, kadang berbelanja di mall lantai dasar. Semenjak kejadian itu, Adam masih tidak mengijinkan Agni keluar sendiri. Adam hanya tidak ingin hal itu terulang lagi. Ia hanya bisa keluar jika bersama Alan.
Agni membuka hendel pintu, ia tersenyum menatap Alan tepat di hadapannya. Alan lalu memeluknya, diberinya kecupan di kening Agni.
"Bagaimana keadaan kamu sayang" tanya Alan, ia sudah sangat merindukan kekasihnya ini.
"Baik mas" ucap Agni, ia lalu menutup pintu itu kembali.
Alan melangkah masuk ke dalam dan lalu duduk di salah satu sofa. Alan mengedarkan pandangannya kesegala penjuru ruangan, ruangan di dominasi warna putih, apartemen yang modren yang sangat nyaman.
Adam tadi memberitahu dirinya, bahwa ia akan pergi ke acara ulang tahun kantor, bersama Melisa. Alan dengan senang hati menemani kekasihnya ini. Alan sungguh mencintai Agni, wanita cantik inilah yang ia inginkan menjadi istrinya
Agni melangkah mendekati Alan, dan lalu duduk di samping Alan.
"Bagaimana kerjaan mas, hari ini" tanya Agni.
"Baik, dan berjalan dengan lancar" ucap Alan.
"Syukurlah kalau begitu".
"Kamu sudah makan?" Tanya Alan.
"Sudah mas".
"Tadi Adam memberitahu mas, katanya dia pergi ke acar ulang tahun kantor".
"Iya mas, sekitar lima menit yang lalu mas Adam pergi" Agni menyandarkan punggungnya di sofa.
Alan menatap iris mata Agni, ia meraih tangan Agni, digenggamnya jemari Agni.
"Minggu depan orang tua mas akan meminta kamu secara resmi" ucap Alan.
Alan tersenyum, ia merapikan rambut Agni yang menutupi sebagian matanya,
"Sesuai dengan niat mas dari awal, mas ingin menikahi kamu. Mas tidak ingin menunggu terlalu lama lagi, mas mencintai kamu. Mas akan menjaga kamu, mas akan menyayangi kamu. Mas sudah lama sekali ingin menjadikan kamu istri. Niat baik mas, bukan karena kamu adiknya Adam, karena dari awal mas sudah tertarik dengan kamu".
Agni lama terdiam, ia mendengar Alan melamarnya secara langsung seperti ini. Alan sangat serius dengan ucapannya. Oh Tuhan, bagaimana ia bisa menolak Alan, laki-laki itu begitu baik kepadanya. Agni menarik nafas dan ia lalu mengangguk.
"Iya mas".
Alan tersenyum, ia lalu memasukan tangan di salah satu saku jasnya. Alan memperlihatkan kotak bludru berwarna merah di hadapan Agni. Alan membuka kotak itu, sebuah cincin permata disana.
Agni memandang cincin permata berwarna silver. Agni tersenyum, ia tidak akan menolak Alan. Agni akan menerima pinangan Alan. Alan laki-laki baik, ia akan mencoba memcintai Alan. Alan lah yang mampu menata hidupnya kembali. Dari awal Alan memang sudah ada dihidupnya, bukan Bram.
"Iya mas".
Alan tersenyum, ia lalu menyelipkan cincin permata itu di jari manis Agni. Agni memandang cincin pemberian Alan, melingkar sempurna di jarinya.
"Terima kasih, mas".
"Orang tua mas, bahagia mendengar kabar ini. Apakah kamu meminta sesuatu untuk lamaran nanti" ucap Alan, ia mengelus rambut lurus Agni.
"Tidak mas, apapun pemberian mas, akan Agni terima" ucap Agni sekenanya.
"Mas tidak salah memilih kamu, kamu adalah yang terbaik untuk mas".
Agni tersenyum ia menatap Alan, ia tidak tahu untuk berkata apa. Walau ia tahu bahwa nama Bram masih bergilaya di otaknya.
"Mas merindukan kamu" ucap Alan.
Alan menatap bibir tipis Agni, ingin sekali mengecup bibir tipis itu. Alan mendekatkan wajahnya, ia lalu mengecup bibir tipis Agni. Di kecupnya bibir tipis itu. Ia kini bahagia bersama Agni.
***********
KAMU SEDANG MEMBACA
DENDAM SANG CEO (TAMAT)
Romance"Saya pikir kemeja ini cocok untuk anda" ucap Agni, Agni memperlihatkan kemeja itu untuk Bram. Alis Bram terangkat, ia kembali memperhatikan Agni dan lalu mengambil kemeja dari tangan Agni. Bram sengaja menyentuh tangan Agni. Bram merasakan sentuhan...