BAB 33

3.2K 146 0
                                    

Bram menenangkan hatinya, ia masih memikirkan apakah dirinya mencintai Agni atau tidak. Hati inilah yang membuatnya membuatnya bimbang. Bram ingin mengatakan perasaanya, tapi sulit sekali untuk ia ungkapkan. Bram tahu Agni terluka ketika ia tidak bisa membalas cintanya. Agni pasti kecewa atas dirinya.

Jika dirinya di posisi Agni, ia mungkin sudah meninggalkan laki-laki itu. Tapi lihatlah wanita itu bahkan tidak sedikitpun menghindarinya. Bram tahu bahwa Agni sangat mencintai dirinya dan kini memilih bersamanya. Bram tidak tega untuk menyakiti wanita ini lagi. Oh Tidak, apa yang harus ia lakukan, kenapa dirinya seperti ini. Lama terdiam hanya memikirkan gadis kecil itu, sukses memporak porandakan hatinya.

Bram melangkahkan kakinya menuju kamar miliknya, ia membuka hendel pintu. Bram menatap Agni disana, wanita itu membalas tatapannya. Bram melangkah mendekati Agni dan lalu duduk di sisi ranjang.

Agni melihat semangkuk bubur di tangan Bram. Agni kembali menatap iris mata Bram, iris mata itu berkaca-kaca menatapnya, tapi tidak sampai mengeluarkan air mata. Agni tahu Bram mencoba menahannya, agar tidak jatuh. Agni tidak tahu apa yang dipikirkan Bram, yang pasti laki-laki itu seperti tertekan.

Agni mencoba menyentuh wajah Bram, "Kamu kenapa Bram" ucap Agni.

Bram merasakan tangan lembut Agni menyentuh permukaan wajahnya. Bram tahu ia hampir gila memikirkan Agni. Agni sudah bekorban banyak untuk dirinya, tapi lihatlah dirinya tidak pernah berkorban sedikitpun untuk wanita ini. Agni bahkan tidak berontak ketika ia membawanya kesini.

"Bram, kamu kenapa?" Tanya Agni sekali lagi.

"Kamu terlihat sedih, kenapa Bram".

"Saya tidak apa-apa" ucap Bram. Ia lalu mengalihkan tatapannya dan mencoba tersenyum. Ia tidak ingin Agni tahu apa yang ia pikirkan.

Agni tidak menanyakan kembali prihal tentang laki-laki itu pikirkan. Agni mengalihkan pertanyaannya.

"Sepertinya kamu lupa mencukur rahang kamu. Sebaiknya tunggu saya kembali sehat, agar saya bisa mencukur rahang ini lagi".

"Bukankah kamu suka melihat saya brewokan seperti ini"ucap Bram.

"Ya, saya memang menyukai kamu seperti ini. Bagi saya menciptakan moment spesial itu, bukan membelikan perhiasan mahal, dan makan di tempat yang romantis. Tapi cukup mencukur rahang kamu, dan memasangkan dasi di kerah baju kamu, itu merupakan hal yang romantis yang pernah saya lakukan kepada seorang laki-laki".

"Oleh sebab itu saya ingin mencukur rahang kamu lagi".

Bram menatap iris mata Agni, wanita itu mengatakan dengan segenap hati dan perasaanya. Ya, moment itulah yang paling ia ingat dan membuat hatinya berdesir. Bram juga merasakan apa yang ia rasakan, ia setuju dengan pendapat Agni, moment spesial yang ia alami bersama, yang selalu ia ingat.

Bram hanya diam, ia menarik nafas. Ia meletakkan mangkuk itu di nakas. Ia seakan tidak mampu lagi untuk berucap.

"Bram, setelah saya sembuh, bolehkah saya pulang" ucap Agni.

Bram menatap iris mata Agni, ia bisa saja menolak permintaan wanita itu. Ia hanya ingin bersama Agni disini bersamanya. Dirinya memang terlalu egois untuk tidak membiarkan wanita itu pulang.

"Iya".

Agni tersenyum, lalu mengulurkan tangannya memeluk tubuh Bram. Dipeluknya tubuh Bram, menghirup aroma mint dari tubuh Bram.

"Terima kasih" ucap Agni lagi

Bram membalas pelukkan hangat Agni, di kecupnya puncak kepala Agni.

Agni melepaskan pelukkannya, "Saya ingin makan bubur itu, saya ingin segera sembuh dan kembali kepada keluarga saya" ucap Agni.

Ada perasaan tidak suka mendengar Agni ingin kembali kepada keluarganya. Bram hanya diam, ia mengambil bubur yang ia letakkan di nakas.

"Makanlah, setelah ini minum obat dan kita tidur" ucap Bram.

"Iya".

Agni makan dalam diam, ia hanya makan beberapa sendok saja, ia lalu menyudahi makannya. Bram mengambilkan obat untuk dirinya dan segelas air mineral untuk Agni. Setelah itu Bram meletakkan gelas itu di nakas.

Beberapa menit kemudian, Bram lalu membaringkan tubuhnya di samping Agni. Agni merapatkan tubuhnya ke tubuh bidang Bram, ia ingin sekali tidur di dada bidang itu. Inilah tempat ternyaman, yang pernah ia rasakan..

Bram mengelus punggung Agni, ia masih memikirkan hati dan perasaanya kepada Agni. "Tidurlah" ucap Bram.

"Iya" ucap Agni.

"Bram".

"Hemmm" gumam Bram.

"Apakah kamu tahu? Dulu inilah yang saya inginkan. Saya selalu menginginkan tidur dipelukan kamu, bersama kamu seperti ini" ucap Agni.

Bram mengalihkan tatapanya ke arah Agni, ia menatap mata bening itu, ia sungguh tersanjung mendengar ucapan Agni barusan.

"Ini adalah pelukkan ternyaman yang pernah saya rasakan" ucapnya lagi.

Bram menatap langit-langit plafon, ia tidak tahu lagi ingin berkata apa, kepada Agni, "tidurlah, saya tidak akan melepaskan pelukan ini. Pelukan ini hanya untuk kamu" ucap Bram.

Agni tersenyum mendengar ucapan Bram, "terima kasih Bram, semoga ini bukan mimpi indah saya" gumam Agni.

Agni mencoba memejamkan matanya, karena obat yang ia minum membuatnya ngantuk, mungkin obat itu telah bereaksi dengan baik. Ia mencurukkan wajahnya di dada bidang Bram. Hingga ia dapat mendengar detak jantung Bram.

Bram menatap wajah cantik Agni, mata itu telah terpejam, Bram mengecup kening Agni.

"Yakinlah, Ini semua bukan mimpi" Bram mengelus punggung Agni, ia lalu memejamkan matanya.

**********

DENDAM SANG CEO (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang