BAB 31

3.2K 145 0
                                    

Sepanjang perjalanan Bram sangat cemas, dan mengkhawatirkan Agni. Bram sedikit merasa lega karena salah satu anak buahnya mengatakan Agni tidak mengalami cedera cukup serius. Bram mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mendapati Agni kembali. Bram hanya ingin Agni ada di sisinya. Bram harus mendapatkan Agni secepatnya, karena ia sudah berjanji kepada Agni agar bisa bersamanya.

Bram menepis air matanya yang jatuh dengan sendirinya, ia tidak tahu kenapa hatinya begitu perih, melihat Agni terluka seperti ini. Karena dirinyalah Agni terluka seperti ini. Seharusnya dirinya lah yang bertanggung jawab menjaga Agni. Agni harus bersamanya, Bagaimanapun Agni harus bisa bersamanya. Bram memukul setir mobilnya, menghilangkan rasa kecewa pada dirinya.

Bram memarkir mobilnya di parkiran depan area rumah sakit. Bram mengedarkan pandangannya ke segala penjuru ruangan. Bram tahu, Agni berada di ruang Unit Gawat Darurat. Bram menatap Aldo disana, asistennya itu mengenakan pakaian perawat dan beberapa anak buahnya mengenakan pakaian yang sama.

Sebenarnya Bram tahu apa yang Aldo lakukan. Bram tidak salah memilih Aldo, sebagai asisten pribadinya. Laki-laki itu begitu tanggap, padahal tidak terpikir olehnya untuk melakukan tindakan itu kepada Aldo. Bram merogoh ponsel miliknya, Bram membaca pesan singkat dari Aldo.

"Tunggulah di ruang VVIP".

Bram lalu melangkahkan kakinya menuju ruang rawat inap yang dimaksud Aldo. Bram berjalan di koridor rumah sakit, Bram memandang hilir mudik dokter, perawat sesekali wanita-wanita itu meliriknya. Bram hanya diam dan tidak mengubrisnya, ia tidak pernah berminat mengejar wanita dari kalangan profesi ini. Ia bukan jenis laki-laki yang suka bermain-main dengan wanita, kecuali Agni. Entahlah sekarang ia sadar, ini bukan jenis untuk mempermainkan Agni, malah sebaliknya, ia malah menginginkan Agni disisinya.

Melisa yang dulu ia inginkan, kini sudah kandas begitu saja. Agni lah yang kini menjadi obsesinya. Ini bukan demi obsesi melainkan tidak ingin melepaskan Agni begitu saja.

Bram mendapati ruangan yang ia cari. Bram menunggu di dekat pintu, ia mengeratkan jaket kulit yang di kenakannya ia melirik jam melingkar di tangannya, menunjukkan pukul 09.10 menit. Bram menunggu kedatangan Aldo membawa Agni bersamanya.

**************

Sementara di ruang perawatan itensif, Adam masih memandang Agni dari estalase kaca. Dilihatnya wajah cantik itu masih terpejam, karena beberapa menit yang lalu dokter menyuntik Agni, agar Agni istirahat mengurangi rasa sakit di tubuhnya.

Adam melihat ada beberapa orang perawat, memakai masker dengan name tag di bajunya. Adam tidak bisa melihat secara jelas wajah perawat itu, karena mengenakan masker di wajahnya. Perawat itu mengatakan Agni sudah akan dipindahkan ke ruang rawat inap. Adam, Alan, Melisa dan kedua orang tuanya, mempersilahkan Agni dibawa ke ruangan VVIP, perawat itu lalu membawa Agni, mereka akan menyusul di belakang, setelah mengurus semua adminitrasi.

Adam memandang kedua orang tuanya, ia melangkah mendekati beliau, Adam tahu kedua orang tuanya mencemaskan Agni.

"Agni sudah di bawa keruang rawat inap, berarti sudah tidak ada lagi, di permasalahkan" ucap Adam menenangkan kedua orang tuanya.

Melisa melangkah mendekati Adam, dari tadi wajah suaminya mengkhawatirkan Agni. Melisa lalu memeluk tubuh Adam, dipeluknya tubuh itu. Adam membalas pelukkanya Melisa.

"Semua akan baik-baik saja" ucap Melisa, menenangkan Adam.

"Iya saya tahu, semua baik-baik saja" ucap Adam.

***********

Bram memandang Aldo disana, Aldo berhasil membawa Agni. Aldo mendorong ranjang Agni mendekat ke arahnya. Bram menatap wajah cantik Agni, mata itu terpejam dengan selang infus masih terpasang ditangannya. Bram menyentuh wajah cantik Agni, tiba-tiba air matanya jatuh dengan sendirinya, hatinya seakan sesak hanya melihat Agni seperti ini. Bram menepis air matanya yang jatuh. Oh Tuhan, kenapa hatinya seperti ini, hatinya seakan bergetar hanya menatap wajah Agni.

"Kenapa kamu melakukan hingga sejauh ini" gumam Bram parau menahan isaknya.

Bram menarik nafas, ia mengelus rambut lembut yang jatuh di wajah Agni, "Bertahanlah kita akan bersama" ucap Bram, ia membiarkan air matanya jatuh.

Bram melepaskan jarum yang terpasang di pembuluh darah Agni. Ia lepaskan infus itu begitu saja, selang ia biarkan selang itu menjuntai ke bawah.

"Maaf" ucap Bram lagi.

Bram lalu menggendong tubuh Agni, sebelum ada beberapa orang mencurigainya. Bram membawa Agni, menjauhi ruangan itu, ia membawa Agni keluar dari rumah sakit ini.

Agni membuka matanya secara perlahan, ia sadar sekarang ia bukan berada diranjang rumah sakit. Ia kini berada dipelukkan seseorang. Agni memfokuskan penglihatannya, ia tahu betul siapa pemilik wajah tampan itu.

"Bram" ucap Agni pelan.

"Bertahanlah, sebentar lagi kita akan sampai" ucap Bram.

Bram melangkahkan kakinya menuju pintu belakang. Bram menggendong tubuh Agni hingga ke mobil. Bram akan berterima kasih kepada Aldo, karena ia tahu membawa Agni dalam situasi seperti ini membutuhkan strategi yang sulit.

Bram membaringkan tubuh Agni dikursi. Bram memperendah, sandaran kursi. Agar Agni nyaman dengan posisi seperti ini. Sedetik kemudian, mobil meninggalkan area rumah sakit. Agni melirik Bram disana, terlihat jelas wajah itu juga mengkhawatirkan. Agni tidak tahu, Bram membawanya kemana, ia juga tidak bisa berbuat banyak, karena tubuhnya terlalu lemah untuk bergerak.

Bram melirik Agni, iris mata itu saling menatap, Bram mengelus wajah cantik Agni.

"Istirahatlah, saya akan menjaga kamu" ucap Bram.

"Kita akan bersama" ucap Agni.

Bram kembali memfokuskan setir mobilnya. Bram kembali tenang karena Agni kini bersamanya.

**********

Beberapa menit kemudian, Adam membuka hendel pintu. Adam mengerutkan dahi, ruang itu kosong. Agni tidak ada disana, Alan, Melisa, ibu dan Bapak juga terkejut melihat ruangan itu kosong.

"Oh Tuhan, Agni menghilang" ucap Adam.

Adam lalu meninju dinding dengan geram, "Bram ! Ini pasti Bram melakukannya".

Alan mengerutkan dahi, ia tidak mengerti, "Bram?".

"Iya semuanya karena Bram" ucap Adam, rahangnya mengeras menahan emosi.

**********

DENDAM SANG CEO (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang