BAB 10

4.4K 191 6
                                    


"Saya menyayangi kamu" ucap Bram.

Jantung Agni berdegup kencang, ketika Bram mengatakan itu kepadanya. Agni memandang iris mata Bram. Bram menyayanginya, itu merupakan hal yang paling bahagia yang pernah dengar.

Bram mengecup punggung tangan Agni. Bram menyentuh rambut lurus Agni.

"Saya menginginkan kamu".

Agni mencerna kata-kata Bram, menginginkan yang dimaksud Bram bukan jenis kata-kata cinta yang barusan ia dengar. Menginginkan dalam konteks lain, seperti ingin memiliki tubuhnya. Tubuh Agni merinding mendengar ucapan Bram.

Bram lalu meletakan tangan Agni di dada kirinya. "Kamu bisa merasakan apa yang saya rasakan" ucap Bram.

Agni merasakan detak jantung Bram, berdetak seirama. Agni tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

"Saya menyayangi kamu Agni. Saya yakin, setelah hujan akan datang pelangi, yang siap menemani hari-hari indah kamu. Saya akan menjadi pelangi, memberi warna di kehidupan kamu" ucap Bram, Bram meyakinkan hati Agni, agar bisa bersamanya saat ini.

Kata-kata Bram begitu menenangkan, ia tidak pernah mendengar itu sebelumnya. Kata-kata Bram membuatnya sadar akan cinta. Ia akan memilih orang yang mencintainya. Hatinya tidak bisa dipungkiri lagi, ia juga menginginkan Bram menjadi miliknya.

Agni menarik nafas, diraihnya tangan Bram, ia lalu mengecup punggung tangan Bram.

"Saya tidak keberatan menunggu, siapapun yang datang mencintai saya. Saya memilih kamu, dan saya yakin kamu laki-laki yang akan memberi warna dalam kehidupan saya" ucap Agni.

Bram mengecup puncak kepala Agni, "Terima kasih karena kamu telah memilih saya".

"Kamu mencintai saya" tanya Gani.

"Iya".

Agni tersenyum bahagia, "Saya juga mencintai kamu".

Beberapa menit kemudian, Bram menarik tangan Agni, menuju kamar pribadinya. Agni menyeimbangi langkah Bram, ia memandang Bram membuka hendel pintu. Bram memperlebar daun pintu untuknya. Agni tahu hanya dengan tatapan, Bram menyurunya masuk. Agni melangkah masuk ke dalam.

Agni menghentikan langkahnya, mengedarkan pandangannya kesegala penjuru ruangan. Ruangan kamar di dominasi warna abu-abu gelap. Ruangan kamar Bram begitu luas, berbeda sekali dengan kamar miliknya yang sempit. Agni melihat tempat tidur berukuran king size berdiri kokoh disana dan sofa di sudut ruangan.

"Ini kamar saya" ucap Bram.

"Kamu satu-satunya wanita, yang saya ajak masuk ke kamar pribadi saya".

Agni hanya diam, ketika Bram menatapnya intens. Bram melangkah mendekatinya, ia mengelus wajah cantik Agni. Tangan hangat itu menjalar keseluruh tubuhnya.

"Saya ingin memiliki kamu. Saya tidak mengunci pintu kamar saya. Jika kamu tidak mau, kamu bisa keluar dari kamar saya. Saya hanya ingin kepastian kamu, bahwa saya benar-benar ingin memiliki kamu seutuhnya".

Bram memberi jeda kepada Agni, tapi Agni hanya diam ditempat tidak menjauhinya. Bram mendekatkan wajahnya, hingga hembusan nafas itu terasa dipermukaan wajahnya. Bram maraih tengkuk Agni, dan ia lalu mengecup bibir tipis itu. Perlahan tapi pasti, ia mengecup bibir tipis itu.

Bram memberi jeda kepada Agni, agar Agni bisa berpikir untuk menolaknya. Beberapa detik Bram menunggu, Agni tidak ada tanda-tanda untuk menolaknya. Agni justru mengalungkan tanganya di leher Bram. Bram tahu Agni menginginkannya juga.

"Saya menginginkan kamu" ucap Bram disela-sela kecupannya.

**************

Dua jam kemudian

Agni memandang Bram keluar dari kamar mandi, dengan handuk melingkar sempurna dipinggangnya. Agni melihat tubuh bidang Bram, tubuh itulah yang tadi merengkuhnya, ia tidak menyesal melakukan itu bersama Bram.

Bram melangkah mendekati Agni, dan di kecupnya puncak kepala Agni. Agni senang ketika setiap kali Bram mengecup puncak kepalanya. Kecupan itu membuatnya tenang.

Bram menyentuh rambut lembab Agni. "Terima kasih untuk hari ini".

"Iya sama-sama".

"saya ada sesuatu untuk kamu" ucap Bram.

"Apa itu".

"Tunggu disini sebentar".

"Iya".

Bram menegakkan tubuhnya dan melangkah menjauhi Agni. Bram berjalan menuju lemari, ia membuka lemari otomatis. Bram membuka brankas dengan nomor kombinasi. Bram mengambil uang yang tidak sedikit disana. Setelah ia rasa cukup, Bram menutup pintu brankas itu kembali.

Bram berjalan mendekati Agni, dan lalu duduk di samping Agni. "Saya bahagia hari ini" ucap Bram.

"Saya juga".

"Ini untuk kamu" ucap Bram, menyerahkan sebuah amplop coklat untuk Agni.

Agni mengerutkan dahi, ia seakan tidak mengerti. "apa ini".

"Buka lah" ucap Bram.

Agni lalu membuka amplop coklat itu, ia tidak percaya apa yang lihatnya.

"Ini uang untuk kamu, karena kamu telah melayani saya dengan baik".

Aliran listrik seakan menjalar di tubuhnya, ia tidak percaya apa yang Bram katakan. Melayaninya dengan baik? Oh Tuhan, Bram mengatakan itu seakan dirinya adalah wanita murahan.

Wajah Agni memanas, ia menegakkan tubuhnya. Jantungnya maraton, baru kali ini ada laki-laki yang merendahkannya. Sungguh sebagai wanita ia merasa sangat terhina. Agni baru menyadari bahwa Bram telah menjebaknya dengan rayu-rayuanya. Agni baru menyadari bahwa Bram benar-benar merendahkannya. Agni ingin menangis mendengar ucapan Bram. Bram mempermainkkanya, Bram menganggapnya tidak lebih dari wanita murahan. Bram sungguh keterlaluan, ia tidak menyangka bahwa semua ini terjadi pada dirinya. Ia terlalu polos untuk mempercayai laki-laki dewasa seperti Bram.

Bram tersenyum menatap Agni, ia melangkah mendekati Agni.

"Ambillah, setelah itu kamu pulang. Saya akan memanggil kamu, jika saya menginginkan kamu .... ".

Plak

Jemari Agni mendarat di pipinya. Tubuhnya bergetar penuh emosi, ingin sekali membunuh laki-laki bajingan seperti Bram.

********

DENDAM SANG CEO (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang