BAB 22

3.2K 148 0
                                    

Ini sudah jam makan siang, Agni masih tidak ada di ruanganya. Bram juga sudah menanyakan keberadaan Agni kepada Nisa, karena ia tahu bahwa Agni dan Nisa terlihat akrab dan mereka selalu bersama. Nisa mengatakan bahwa Agni tidak masuk hari ini. Nisa juga tidak tahu prihal ketidak hadiran Agni. Bram semakin gelisah, ia lalu merogoh ponsel miliknya, ia mencari kontak Agni, setelah ia menemui kontak yang ia cari. Bram menekan tombol hijau. Ia letakkan ponsel itu di telinga kirinya, terdengar suara sambungan di balik ponselnya.

Bram masih menunggu sang pemilik ponsel mengangkat telfonnya. Bram mengetuk jemarinya di meja, dan sedetik kemudian, sang pemilik ponsel mengangkat ponsel itu.

"Iya Bram".

"Kamu dimana?" Tanya Bram.

"Saya dirumah" ucapnya.

"Kamu tidak ke kantor hari ini" tanya Bram penasaran.

"Tidak Bram, mas Adam sudah tahu hubungan saya dan kamu. Mas Adam melarang saya ke kantor kamu lagi" ucap Agni.

"Sial !" Gumam Bram, ia memukul meja, menahan geram.

"Nanti saya akan menemui kamu" ucap Bram, ia lalu menekan tombol merah. Memutuskan percakapan itu begitu saja.

Ada perasaan tidak suka, mendengar Adam melarang Agni. Bram memukul meja di hadapannya berkali-kali.

"Bodoh !".

Bram mengatur nafasnya, ia lalu membuang map di hadapannya begitu saja. Bram pastikan, tidak akan membuat Agni menjauh darinya. Agni tidak akan bisa lepas darinya. Agni harus jatuh di tangannya, ia tidak peduli Adam menghalangnya.

Seketika pintu terbuka, Aldo asisten pribadinya terkejut apa yang terjadi seisi ruangan atasannya. Laporan yang sudah ia buat hingga larut, kini sudah berserakan di lantai. Aldo mendekati Bram, ia hafal betul sifat atasannya yang tidak terkendali, temperamental yang sangat buruk menurutnya.

Bram menyadari kehadiran Aldo, ia mengatur nafasnya. Ia lalu berdiri, dan memandang Aldo.

"Ada apa?" Tanya Bram.

"Di luar ada ibu Melisa" ucap Aldo.

Bram mengerutkan dahi, tidak biasanya Melisa datang menemuinya. Ini pasti ada hubungannya dengan Agni, Bram sudah menduga itu,

"suruh dia masuk" ucap Bram.

Sungguh, hati dan perasaanya sangat sulit ia jelaskan terhadap Agni. Dulu ia sangat bahagia ketika akan bertemu dengan Melisa. Rasa itu seakan hilang begitu saja, Bram baru menyadari itu. Bram masih berdiri di posisi yang sama. Menunggu Melisa datang menemuinya.

Seketika pintu itu terbuka, Bram menatap Melisa disana. Melisa masih cantik seperti biasa, tidak ada yang lebih cantik dari wanita manapun, kecuali ia membandingkan dengan Agni. Agni? Oh Tidak, ia masih memikirkan Agni, Sungguh itu pemikiran yang kolot menurutnya. Ia tidak mungkin memiliki perasaan dengan wanita itu. Agni adalah alat untuk mendapatkan Melisa.

Melisa menatap Bram disana, dengan posisi berdiri. Berkas-berkas berserakan di lantai, terlihat jelas laki-laki itu sedang emosi.

"Hay sayang, akhirnya kamu kembali" ucap Bram, ia mencoba tersenyum.

Melisa tidak perlu berbasa-basi seperti itu, ia menatap Bram dengan berani. "Jangan pernah membawa Agni dalam hidup kamu" ucap Melisa.

Alis Bram terangkat, ia suka sifat Melisa yang berani seperti ini. Melisa bukan jenis wanita yang lemah dan selalu mengikuti semua maunya. Perbandingan Melisa dan Agni cukup berbeda.

"Agni manis dan dia cantik, laki-laki mana tidak menyukai Agni" ucap Bram santai, ia lalu duduk di sofa, memandang Melisa yang tidak begitu jauh darinya.

"Kamu ingin menyakiti Adam dengan cara mendekati Agni. Kamu berengsek Bram" ucap Melisa geram.

"Adam memang seharusnya dikasih pelajaran sayang, dia telah merebut kamu dari saya" Bram menyungging senyum licik.

"Kamu sinting, saya tidak akan pernah bersama kamu. Walau berbagai cara kamu menjatuhkan Adam. Saya tidak akan pernah bersama kamu. Saya mencintai Adam dan kamu tidak akan pernah bisa memisahkan kami".

Bram menegakkan tubuhnya dan ia berjalan mendekati Melisa, "Jika Adam tidak melepaskan kamu, dan Agni juga tidak akan pernah lepas dari saya. Semuanya akan selesai jika kamu bersama saya".

Melisa sudah mendengar kalimat itu puluhan kali. Bram selalu mengancam dengan hal seperti itu. Bram sangat keterlaluan, dan sifat liciknya masih saja seperti itu.

"Agni mencintai saya, Agni berada disisi saya. Setidaknya saya bersenang-senang dengan gadis kecil itu".

Melisa menggeram, ingin sekali membunuh Bram, Bram mempermainkan adik iparnya dengan sengaja.

"Agni tidak akan pernah bersama kamu. Oh Tuhan kamu seperti iblis".

Bram tersenyum, ia menatap iris mata Melisa, "Saya selalu mendapati apa yang saya mau, dan kamu bersiaplah kembali kepada saya. Tinggalkan Adam mu itu, dan kita hidup bahagia".

"Tidak akan pernah, jangan pernah bermimpi bahwa saya akan ada di pelukan kamu" ucap Melisa lalu meninggalkan Bram begitu saja.

Bram melihat punggung Melisa menjauh darinya. Bram membiarkan wanita itu pergi. Bram mengatur nafasnya dan ia lalu menendang kursi di hadapannya.

"Arggghh" Teriak Bram.

"Sial, Arrghhh".

Bram menenangkan hatinya, ia tahu apa yang harus ia lakukan. Bram lalu duduk di kursinya kembali. Ia harus cepat merebut Agni. Ia pastikan akan membuat Adam menderita.

*************

DENDAM SANG CEO (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang