"Agni mencintainya mas" ucap Agni seketika.
Semua mendengar itu seperti tersambar petir. Agni mencintai Bram, Oh Tuhan itulah yang paling di takuti Adam. Agni mencintai Bram, adik perempuannya yang ia jaga mati-matian ternyata mencintai Bram. Adam menarik nafas, ia lalu melangkah mendekati Agni.
"Kamu mencintai Bram?" Tanya Bram mencoba memastikan sekali lagi.
Melisa memeluk ibu, ibu hanya bisa menangis mendengar putri kecilnya mencintai Bram. Semakin sulit ia mengerti kenapa semua anaknya berhubungan dengan Bram, laki-laki kejam itu. Ibu menangis di pelukan Melisa, sementara bapak hanya duduk menatap pertikaian kedua saudara itu.
"Saya mencintainya mas" ucap Agni lagi, air matanya kini jatuh dengan sendirinya. Agni menangis dalam diam.
Adam tidak terima apa yang didengarnya, Adam menarik pergelangan tangan Agni. Menyeretnya hingga kekamar, ia menahan geram, dengan cara seperti ini, ia bisa menahan emosinya, ia tidak ingin memukul Agni. Langkah Agni terseok-seok menyimbangi langkah Adam.
"Kamu tidak akan pernah bersama Bram. Bram hanya memperalat kamu mengerti !" ucap Adam menahan geram.
"Agni mencintai Bram mas" ucap Agni lagi, ia menangis, mempertahankan hatinya.
"Agni mencintainya mas" Agni menangis tersedu-sedu di dekat daun pintu.
"Agni kamu harus sadar, Bram hanya mempermainkan kamu"ucap Adam.
"Bram mencintai saya mas".
"Itu bohong Agni, oh Tuhan. Mas, tidak tahu lagi untuk menjelaskan kamu".
"Bram tidak pernah mencintai kamu, dia hanya mempermainkan kamu mengerti !. Untuk saat ini kamu tidak boleh keluar. Mas tidak akan mengijinkan kamu keluar !" Teriak Adam, ia tidak bisa menahan amarah lagi. Ia benar-benar marah kepada Agni.
"Mas harus memberi pelajaran kepada laki-laki berengsek itu" ucap Adam.
Adam lalu menutup pintu kamar Agni begitu saja. "Untuk saat ini, Mas enggak akan mengijinkan kamu keluar, mengerti !" Ucap Adam dengan suara meninggi.
Agni menangis tersedu-sedu di balik pintu. Agni hampir gila memikirkan hubungannya dengan Bram. Adam sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk membela diri. Membela diri percuma saja, ia tidak bisa berbuat apa-apa melihat Adam murka seperti itu. Semuanya hancur karena dirinya.
Mas Adam melarangnya keluar, apa yang harus ia lakukan jika seperti ini. Berdiam diri di kamar, ia terkurung tanpa kebahagian. Bram benar, ia tidak akan bahagia jika terkurung disini.
Agni menegakkan tubuhnya ia berdiri berjalan tempat tidur. Agni mengusap air matanya dengan jemarinya. Agni mengatur nafasnya dan ia merogoh ponsel, di tas kulit miliknya.
Agni membuka layar ponsel itu, ia menatap pesan singkat disana. Agni membuka pesan singkat itu dan lalu membacanya.
"Bagaimana keadaan kamu? Apakah baik-baik saja. Saya mengkhawatirkan kamu".
Bagaimana ia baik-baik saja, sementara tadi, mas Adam murka kepadanya. Agni kembali menangis, Agni lalu mengusap air matanya dan ia menatap langit-langit plafon. Sedetik kemudian, ponsel Agni bergetar, Agni mengalihkan tatapnya ke arah layar ponsel kembali.
"Bram calling"
Agni lalu menggeser tombol hijau pada layar itu. Ia letakkan ponsel itu di telinga kirinya. Sungguh pikirannya hampir pecah memikirkan ini.
"Iya Bram" ucap Agni menahan isak tangisnya.
"Agni, apa yang terjadi, perasaan saya tidak enak ketika, kamu pulang tadi" ucap Bram di balik speaker, suara itu tampak begitu khawatir.
"Mas Adam tahu, bahwa saya keluar denganmu Bram. Saya juga sudah mengatakan bahwa saya mencintai kamu. Kamu tahu apa yang terjadi pada saya, saya tidak diijinkan lagi keluar lagi. Kita tidak bisa bersama Bram" ucap Agni, ia tak kuasa menahan isak tangisnya.
"Oh Tuhan, ingin sekali saya menculik kamu dari sana. Kamu ada dimana sekarang" tanya Bram.
"Saya ada di kamar Bram".
"Tenangkan pikiran kamu, sebaiknya keluar dari rumah kamu itu".
"Tidak bisa Bram" sanggah Agni.
"Apa yang tidak bisa Agni, semuanya pasti bisa, besok pagi saya akan menunggu kamu, kamu tunggu saya di depan halte, saya akan menyelamatkan kamu".
"Bram itu terlalu fatal untuk saya, bagaimana bisa saya kabur seperti itu".
"Saya yakin besok pagi, semua orang masih tidur, tidak ada yang mengetahui kamu keluar".
"Bram".
"Kamu akan bahagia bersama saya Agni. Besok saya tunggu kamu di tempat seperti biasa".
"Bram bagaimana caranya".
"Kamu hanya perlu keluar, jangan bawa apa-apa. Kamu hanya perlu membawa ponsel, kamu akan hidup bersama saya".
"Tapi Bram".
"Kabur adalah jalan satu-satunya kita bersama" ucap Bram lagi.
"Bram".
"Kamu jangan terlalu banyak berpikir, nanti kamu sakit Agni. Kamu memilih saya, dan kamu akan bersama saya. Saya akan membuat kamu bahagia".
Agni menarik nafas, ia tidak kuasa untuk berpikir jernih. Agni mengusap air matanya. Oh Tuhan ia hampir gila jika seperti ini. Apa yang harus ia lakukan sebenarnya. Bram menyuruhnya kabur bersamanya. Itu merupakan hal yang paling nekat yang pernah ia lakukan. Selama ini ia tidak pernah melakukan tindakkan seperti ini. Hatinya juga tidak menolak atas tindakkan Bram kepadanya.
"Iya".
"Besok saya akan menunggu kamu. Istirahatlah semuanya akan baik-baik saja".
"Iya Bram".
"Saya menyangi kamu".
Agni menggeser tombol merah, ia menyudahi percakapannya. Agni membuka galeri ponselnya, ia memandang foto Bram. Laki-laki inilah yang ia cintai, kenapa semua serumit ini. Oh Tuhan apa yang harus ia lakukan.
Agni memejamkan matanya sejenak, otaknya sudah hampir pecah memikirkan nasibnya setelah ini. Menangis adalah satu-satunya cara meluapkan amarahnya.
**************
KAMU SEDANG MEMBACA
DENDAM SANG CEO (TAMAT)
Romance"Saya pikir kemeja ini cocok untuk anda" ucap Agni, Agni memperlihatkan kemeja itu untuk Bram. Alis Bram terangkat, ia kembali memperhatikan Agni dan lalu mengambil kemeja dari tangan Agni. Bram sengaja menyentuh tangan Agni. Bram merasakan sentuhan...