Adam memandang Agni terbaring lemah di ruang perawatan intensif, dengan selang infus terpasang di tangannya. Adam memilih duduk di ruang tunggu bersama Melisa, karena Agni belum dipindahkan ke ruang rawat inap.
Adam memberitahu kedua orang tuanya, bahwa Agni mengalami kecelakaan. Adam juga sudah menghubungi Alan, bahwa Agni kecelakaan. Tidak butuh waktu lama Alan datang, betapa terkejutnya ia mendengar Agni kecelakaan, dengan pakaian kerja masih terpasang sempurna di tubuhnya.
Alan memandang, Adam menunggu diruang tunggu, terlihat jelas semua wajah cemas disana. Adam menyadari kehadirannya, dan Adam berdiri menghampirinya. Alan memandang Agni dari estalase kaca, dengan posisi terbaring lemah, dengan mata tertutup.
Alan tahu, ia cukup sibuk akhir-akhir ini karena klien nya sekarang adalah selebriti, yang harus ia selesaikan dengan cepat. Hingga ia absen beberapa hari untuk tidak datang ke rumah Agni. Tapi sungguh ia selalu menghubungi kekasihnya itu setiap saat. Lihatlah, baru beberapa hari ia tinggalkan, kekasihnya malah kecelakaan seperti ini.
"Apa kata dokter, Dam?" Tanya Alan.
"Dokter hanya mengatakan, yang di alami Agni tidak cukup serius. Agni hanya perlu istirahat dan luka yang di kepalanya juga tidak apa-apa" ucap Adam mencoba menenangkan Alan sahabatnya.
"Syukurlah kalau begitu" ucap Alan, ia merasa lega.
Sepanjang perjalanan tadi Alan sungguh khawatir dengan kondisi Agni. Masalahnya Agni kecelakaan mobil, itu bukan kecelakaan biasa, mengingat mobillah yang menabraknya.
"Kita hanya menunggu Agni sadar" ucap Adam.
"Saya akan menunggu Agni disini, hingga Agni sadar" ucap Alan.
Adam tersenyum, "iya".
Beberapa saat kemudian, Adam melirik Alan, laki-laki inilah yang ia inginkan mendampingi Agni. Adam menarik nafas, ia ingin bicara langsung kepada Alan.
"Alan ada yang ingin saya ucapkan kepada kamu" ucap Adam seketika.
Alan mengerutkan dahi, ia membalas tatapan Adam, "iya".
"Sebaiknya kita menjauh dari sini, saya ingin bicara empat mata terhadap kamu" ucap Adam.
Adam menegakkan tubuhnya dan berjalan menjauhi ruang perawatan intensif, disusul oleh Alan dari belakang. Adam memilih berbicara di dekat pintu keluar.
"Ada apa Adam?" Tanya Alan penasaran.
Adam melipat tangannya di dada, ia memandang Alan, "kamu mencintai Agni?" Tanya Adam.
Adam tahu betul, bahwa Alan mencintai adiknya, tapi ia ingin bertanya sekali lagi kepada Alan, menguatkan keyakinannya.
"Tentu saja saya mencintainya, Dam".
"Menikahlah, saya ingin kalian menikah secepatnya".
Alan memandang wajah Adam, wajah itu terlihat begitu serius. Dulu Adam mengatakan agar menundanya sebentar, hingga Agni menyelesaikan kuliah, sekarang Adam menyuruhnya menikahi Agni. Sungguh ini merupakan kabar bahagia, dari dulu ia ingin secepatnya menikahi Agni.
"Apakah saya tidak salah dengar?" Tanya Alan.
"Tidak, saya ingin kalian segera menikah. Saya hanya ingin ada laki-laki menjaganya, saya tahu saya tidak bisa lagi menjaga Agni sepenuhnya. Kamu adalah orang yang saya inginkan, menjaga adik saya satu-satunya" ucap Adam.
"Kamu laki-laki yang pantas menjaga Agni. Saya sungguh menyayangi Agni. Agni adalah wanita ketiga yang saya sayangi di dunia ini setelah ibu saya dan Melisa. Saya hanya tidak ingin ia terluka lagi seperti ini. Kamu tahu, saya sudah menjaganya dengan sekuat tenaga, hingga ia tumbuh cantik, berpendidikan yang layak, dan tidak ada satupun cacat tubuhnya" ucap Adam.
Alan tahu Adam sangat menyayangi, adik perempuan satu-satunya itu. Terlihat jelas Adam begitu mengkhawatirkan Agni, hingga membuat keputusan seperti itu kepadanya.
"iya tentu saja, saya akan menikahinya dan menjaga Agni. Saya akan mencintai Agni, Dam. Percaya saya, saya akan menjaga adik kamu".
"Saya ingin kamu segera menikahinya. Saya hanya takut terjadi apa-apa dengan dirinya lagi" ucap Adam.
Alan tersenyum lalu memeluk Adam, "saya tahu kamu mengkhawatirkan Agni. Saya bahagia kamu merestui hubungan saya dan Agni. Ini kabar bahagia untuk saya" ucap Alan, ia melepaskan pelukkannya menatap Adam.
"Terima kasih".
"Iya sama-sama" ucap Alan.
Raut bahagia terpancar dari wajah Alan. Ia ingin memberitahu kabar bahagia ini kepada kedua orang tuanya, bahwa sebentar lagi ia akan menikahi Agni. Tidak ada yang lebih bahagia selain menikahi Agni, wanita itulah yang ia inginkan.
**********
Agni membuka matanya secara perlahan, badannya hampir remuk dan seluruh badannya sakit. Agni memfokuskan penglihatannya, ia melihat Adam. Adam memandangnya dari balik estalase kaca. Adam tidak sendiri disana, disana ada Alan kekasihnya, Melisa, ibu dan bapak, wajah itulah yang mengkhawatirkannya.
Agni memandang iris mata Adam, iris mata itu memerah dan sedikit bengkak. Ia tahu mas Adam menangis karena dirinya. Agni sungguh sangat bersalah kepada Adam. Adam lah laki-laki satu-satunya harus ia percayai di dunia ini. Sungguh ia tidak ingin membuat Adam terluka seperti ini. Adam tahu yang terbaik untuk dirinya. Dirinyalah yang bersalah, ia terlalu egois mengikuti kata hatinya. Padahal Adam mati-matian menjaganya. Ia malah membalasnya seperti ini. Oh Tuhan, maafkan dirinya ini, ia tidak ingin membuat Adam terluka lagi karena dirinya.
Agni tahu Adam merasakan apa yang ia rasakan, karena ikatan batin itu cukup kuat. Iris mata itu mengatakan bahwa ia baik-baik saja, tidak ada yang perlu ia khawatirkan.
Agni mengalihkan tatapan ke arah pergelangan tangannya, terpasang selang infus. Agni hanya bisa meratapi penyesalannya dan menangis dalam diam.
************
KAMU SEDANG MEMBACA
DENDAM SANG CEO (TAMAT)
Romance"Saya pikir kemeja ini cocok untuk anda" ucap Agni, Agni memperlihatkan kemeja itu untuk Bram. Alis Bram terangkat, ia kembali memperhatikan Agni dan lalu mengambil kemeja dari tangan Agni. Bram sengaja menyentuh tangan Agni. Bram merasakan sentuhan...