BAB 9

3.9K 173 0
                                        


Agni tersenyum melihat layar ponsel miliknya. "Bram calling".

Ada perasaan bahagia, setiap kali Bram menghubunginya. Agni menyandarkan punggungnya di sisi tempat tidur. Agni menggeser tombol hijau, dan ia letakkan ponsel itu di telinga kirinya.

"Iya Bram" ucap Agni.

"Kamu dimana?" Tanya Bram.

"Di rumah".

"Tidak kuliah?".

"Saya sudah semester enam Bram, mata kuliah saya tinggal dua, sekarang saya lagi off kerja" ucap Agni.

"Bisakah kita bertemu, saya merindukanmu".

"Iya, ingin bertemu dimana?" Tanya Agni.

"Saya jemput di depan halte seperti biasa" ucap Bram.

"Iya".

"Satu jam lagi saya ada disana" ucap Bram.

Sambungan lalu terputus begitu saja, Agni menatap layar ponselnya. Bram selalu seperti itu, memutuskan sambungan telfon begitu saja, tanpa menunggu jawabannya. Agni menyimpan ponselnya kembali di nakas.

Agni melangkah menuju lemari, dan ia memperhatikan satu persatu pakaian yang menggantung. Agni mencari pakaian terbaiknya, Agni mengambil dress putih berbahan katun yang menggantung di lemari. Agni menyukai dress ini, dress ini sangat pas di tubuhnya.

Agni melihat jam menggantung di dinding menunjukkan pukul 09.12 pagi. Agni bergegas mandi dan bersiap untuk pergi bersama Bram. Padahal hari ini ia ingin bermalas-malasan di kamar, tapi lihatlah aksi malasnya hilang begitu saja hanya ingin bertemu dengan Bram. Baru kali ini ia bersemangat menemui seorang laki-laki.

Agni menatap penampilannya, ia sudah rapi dengan dress yang di kenakannya, Agni membiarkan rambutnya terurai. Agni tidak berlebihan menggunakan make up, ia hanya mengenakan seperlunya saja. Agni lalu mengambil tas kulit yang menggantung di dekat pintu.

Agni melangkah keluar dari kamar. Agni memandang bapak dan ibu sedang menonton televis. Seketika kedua orang tuanya menyadari kehadirannya.

"Agni kamu mau kemana?" tanya ibu.

"Agni mau kerumah teman bu" ucap Agni. Masalah ia tidak memberitahu apapun, prihal hubungannya dengan Bram.

Jika kedua orang tuanya tahu, ini akan menjadi masalah besar. Ibu dan bapak hanya ingin ia Alan menjadi menantu dirumah ini. Alan sudah mencuri hati kedua orang tuanya. Agni melangkah mendekati kedua orang tuanya. Agni tidak ingin kedua orang tuanya bertanya lebih dalam atas kepergiannya.

"Ibu, pak, Agni pergi dulu" Agni lalu meraih tangan ibu dan bapaknya di kecupnya punggung tangan itu, sebelum pamit keluar.

"Iya hati-hati, jangan pulang terlalu malam seperti kemarin Agni" ucap ibu.

Ibu memperingati Agni, karena kemarin hampir jam 12 malam, Agni sampai ke rumah. Tidak biasanya Agni pulang larut seperti itu.

"Iya bu" ucap Agni.

**********

Agni tersenyum melihat Bram disana, ternyata laki-laki itu sudah menunggunya. Agni membuka hendel pintu mobil. Agni memasang sabuk pengaman dan sedetik kemudian Bram menjauhi area halte.

Bram melirik Agni, wanita itu terlihat semakin cantik dengan dress putih yang dikenakannya. Bram tidak pernah salah menilai wanita cantik, bahwa Agni memang termasuk katagori wanita berparas menawan.

"Kita mau kemana?" Tanya Agni.

"Ke apartemen saya" ucap Bram seketika.

Agni mengerutkan dahi, "Apartemen kamu?".

"Iya, saya ingin memperlihatkan tempat tinggal saya".

"Iya".

Beberapa menit kemudian, Agni telah tiba di gedung apartemen Bram. Agni mengikuti langkah Bram, apartemen Bram terletak paling atas. Bram menghentikan langkahnya di salah satu kusen pintu berwarna putih. Bram membuka pintu itu dengan kunci kombinasi. Bram memperlebar daun pintu, menyuruh Agni masuk ke dalam apartemenya. Setelah Agni masuk, ia menutup pintu itu kembali.

Agni mengedarkan pandangannya ke segala penjuru ruangan. Agni terpana melihat apartemen mewah Bram. Ruangan di dominasi warna putih khas eropa. Agni melangkah mendekati sofa ia memandang satu persatu lukisan abstrak di dinding. Agni seperti memasuki sebuah galeri lukisan.

Apartemen ini sangat pas dengan kepribadian Bram, lihatlah ruangan ini nampak angkuh sesuai dengan sang pemilik apartemen. Agni melangkah mendekati estalase kaca, ia menyibak gorden abu-abu itu, pencahayaan matahari langsung menyinari segala penjuru ruangan. Agni memandang kota Jakarta dari ketinggian seperti ini. Ia pastikan pemandangan ini, nampak indah jika di malam hari.

Bram melangkah mendekati Agni. Bram lalu memeluk tubuh Agni dari belakang. Bram menghirup harum stroberi dari tubuh Agni. Sungguh ia menyukai harum stroberi yang manis dari tubuh Agni. Bram menepikan rambut Agni ke samping agar ia bisa leluasa mengecup leher jenjang Agni.

Agni merasakan tubuh hangat Bram di pelukkannya. Ia tidak menolak Bram melakukan itu kepadanya.

"Pemandangan ini akan terlihat indah jika kita melihatnya di malam hari" ucap Bram.

"Saya juga berpikiran seperti itu" gumam Agni.

"Ini tempat tinggal saya, apakah kamu suka" tanya Bram.

"Tempat tinggal kamu begitu mewah".

Bram tersenyum, "inilah tempat tinggal saya".

Agni memutar tubuhnya menghadap Bram. "Bramasta Wijaya".

"Iya" Bram memandang iris mata Agni.

Agni tersenyum, pertama kalinya ia menyebutkan nama kepanjangan Bram. Bram mengecup puncak kepala Agni. Sedetik kemudian Bram melepaskan kecupannya.

"Saya ada sesuatu untuk kamu" ucap Bram.

"Apa itu" tanya Agni.

Bram merogoh sesuatu dari saku jasnya. Bram memperlihatkan sebuah cincin permata, berwarna silver. Agni terpana, apa yang Bram perlihatkan kepadanya, ia diberikan kejutan yang tidak terduga lagi dari Bram. Bram memberikan cincin itu untuknya.

"Saya akan memasangkan cincin ini di jari kamu" ucap Bram.

Bram meraih jemari Agni, ia lalu menyelipkan cincin itu di jari manis. Cincin itu terpasang sempurna di jari Agni.

Agni tidak pernah merasakan sebahagia ini sebelumnya. Bram selalu memberikan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya, kemarin laki-laki itu memberikan makan malam romantis, sekarang ia menyelipkan cincin untuknya.

Agni tidak bisa menutupi rasa bahagianya, ia lalu mengcup bibir Bram. Bram tidak menyangka bahwa Agni dengan berani mengecup bibirnya begitu saja. Bram dengan cepat membalas kecupan Agni, di lumatnya bibir tipis itu.

"Terima kasih" ucap Agni, melepaskan kecupannya.

Bram tersenyum dan ia memeluk tubuh ramping Agni. Bram mengecup puncak kepala Agni.

"Saya menyayangi kamu" ucap Bram.

DENDAM SANG CEO (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang