Bram pikir ia tidak akan pernah bertemu lagi dengan Agni, tapi nyatanya berkata lain, ia bertemu dengan Agni disini. Bram melirik jam melingkar di tangannya, menunjukkan pukul 17.12 menit. Agni seharusnya sudah pulang, dari ruang accounting. Bram melangkah menuju pintu utama, ia mengikuti kata hatinya ingin bertemu dengan Agni.
Langkah Bram, terhenti tepat di depan lobby, ia menemukan apa yang ia cari, ia melihat Agni disana. Wanita itu bersama Alan, Alan sedang membuka pintu mobil untuk Agni. Ada perasaan tidak suka melihat Alan bersama Agni disana.
Bram hanya diam, memperhatikan dua insan itu meninggalkan area kantor. Bram meneruskan langkahnya menuju mobil yang terparkir di depan kantornya. Ada perasaan tidak terima melihat dua insan itu. Bram memukul setir mobilnya menghilangkan rasa kecewanya.
"Bodoh". Ada perasaan tidak menentu dihatinya.
***********
Alan fokus dengan setir mobil, ia lalu melirik Agni kekasihnya. Wajah itu terlihat lelah, tapi tidak mengurangi kecantikannya.
"Bagaimana magang hari ini?" Tanya Alan, memecahkan kesunyian.
"Baik mas".
"Pemilik perusahaan itu, teman mas loh sayang".
Agni mengerutkan dahi, ia lalu menoleh kearah Alan. "Teman mas? Siapa?" Tanya Agni penasaran.
"Bramasta Wijaya, walau enggak terlalu dekat, setidaknya mas mengenal dia" ucap Bram.
Jantung Agni berdegup kencang, ketika mengetahui bahwa Alan mengenal Bram. Ia tidak tahu, seberapa kecilnya dunia ini, hingga Alan juga mengenal Bram.
"Mas, kenal dimana?" Tanya Agni.
"Sudah cukup lama, Ketika melakukan mediasi. Bram adalah penggugat, ia merasa hak nya dirugikan hingga melaporakan Adam ke jalur hukum. Mas, sebagai pengacara Adam, ya tentu saja membela Adam".
Agni tidak percaya apa yang didengarnya, Adam juga mengenal Bram. Agni semakin penasaran dengan Bram, apa hubungan dengan semua itu.
"kalau boleh tahu, mas Adam terlibat dalam tindakkan krimal apa ya mas, sehingga Bram mengguggat mas Adam. Setahu Agni, mas Adam tidak pernah terlibat tindakkan kriminal".
Alan tahu bahwa Agni menyayangi Adam, hingga ia ingin tahu masalah Adam lebih lanjut. Adam memang tidak pernah membesar-besarkan masalah, hingga Agni saja tidak tahu masalah itu.
"Hanya masalah izin pembangunan saja. Adam tidak bersalah, itu hanya sebagaian kecil, agar Adam masuk ke penjara. Setahu mas, Bram menaruh dendam kepada Adam, untuk memperebutkan Melisa".
Jantung Agni maraton mendengar Alan berkata Bram menaruh dendam kepada Adam. Oh Tuhan, kenapa ia baru memikirkan itu. Pantas saja Bram mempermainkannya. Ia terlalu bodoh tidak memikirkan itu, padahal ia tahu betul tentang cerita cinta Adam dan Melisa. Penyebab semua itu adalah Bram. Bram adalah orang yang selalu menggagalkan segala cara untuk membuat Adam jatuh. Ia pernah mendengar sekilas tentang laki-laki yang menentang Adam. Ternyata orang itu adalah Bram.
Agni lalu mengalihkan pandangannya ke arah jendela, ia tidak bertanya lebih lanjut. Biar ia akan cari tahu sendiri tentang Bram.
"Sebelum pulang, sebaiknya kita makan dulu" ucap Alan.
Agni tersenyum, "Iya mas".
************
Keesokan harinya Bram memandang nomor ponsel Agni. Nomor kontak itu masih tersimpan di dalam layar ponselnya. Ingin sekali ia menghubungi Agni, ia sudah merindukan suara merdu Agni. Bram lalu menekan tombol hijau, ia menaruh ponsel di telinga kirinya. Suara sambungan terdengar, Sungguh ini bukan perasaan benci, bukan perasaan iba, bukan juga perasaan kasihan, entahlah perasaan yang tidak bisa ia jelaskan.
Sambungan itu tiba-tiba terputus begitu saja. Bram menatap layar ponselnya, Bram tahu bahwa Agni mengalihkan sambungan telfon darinya.
Sementara Agni di ruang accounting, ia mengerjakan laporan keuangannya, sepertinya kejadian kemarin para staff, sudah mulai melupakannya dan tidak bertanya-tanya lagi. Ponselnya tiba-tiba berdering, Agni merogoh layar ponsel miliknya, ia lalu memandang layar ponsel itu.
"Bram Calling".
Jantung Agni maraton memandang siapa orang di balik layar ponselnya. Jujur ia lupa memblokir nomor ponsel Bram. Agni lalu menggeser tombol merah pada layar. Sungguh ia tidak ingin berhubungan dengan Bram lagi, karena laki-laki itu telah menghina dan menghancurkannya.
Ponsel itu kembali terdengar, Agni membiarkan saja ponsel itu berdering, sama sekali tidak berniat untuk mengangkatnya. Agni tidak ingin berhubungan dengan laki-laki yang dari awal telah berniat untuk menghancurkan Adam. Dirinyalah yang menjadi sasaran untuk pembalasan dendam itu.
"dasar brengsek" umpat Agni.
Bram memang berniat untuk menghancurkannya dari awal. Bram tidak bisa merebut Melisa dari Adam begitu saja. Melisa sama sekali tidak mencintai Bram, ia tahu itu dari kedua orang tuanya. Bram pernah ke rumahnya dulu, ketika ia sedang sibuk-sibuknya kuliah dan kerja. Hingga ia tidak pernah melihat laki-laki itu datang kerumah.
Kepalanya hampir pernah memikirkan itu semalam. Ternyata orang yang menyeret Melisa keluar dari rumahnya adalah Bram. Bram pernah membuat Adam babak belur. Bram juga yang pernah ingin membuat Adam masuk penjara. Ia baru mengetahui itu sekarang, oh Tidak kenapa ia baru tahu itu. Sejak awal Bram memang mempunyai niat membuatnya menderita, membuat dirinya terhina, menjadikannya jalang. Bram memang tidak bisa di maafkan begitu saja. Agni menggeram, hingga kertas yang ia pegang tidak berbentuk.
"Brengsek !".
Bram laki-laki jahat yang pernah ia temui didunia ini. Ia pikir dengan uang, ia bisa melakukan apa saja. Ia tidak akan membiarkan Bram menghancurkan hidup Adam lagi.
"Kamu mengabaikan panggilan saya".
Agni menarik nafas, ia sepertinya tidak asing dengan suara berat itu. Agni mengalihkan tatapannya ke sumber suara. Jantungnya kembali maraton, ia memandang mata tajam itu, kini laki-laki itu tepat dihadapannya dengan posisi melipat tangan di dada.
Agni mencoba berpikir jernih, ia memandang Bram dengan berani. Agni mengalihkan tatapannya ke arah Nisa. Nisa mematung di tempat, seakan tidak percaya apa yang dilihatnya, begitu juga dengan seluruh staff accounting yang berada di ruangan ini.
"Kamu".
************
KAMU SEDANG MEMBACA
DENDAM SANG CEO (TAMAT)
Romance"Saya pikir kemeja ini cocok untuk anda" ucap Agni, Agni memperlihatkan kemeja itu untuk Bram. Alis Bram terangkat, ia kembali memperhatikan Agni dan lalu mengambil kemeja dari tangan Agni. Bram sengaja menyentuh tangan Agni. Bram merasakan sentuhan...