Sudah beberapa hari ini, Bram tidak berhenti memikirkan Agni. Agni seakan hilang dari pandangannya. Bram sudah menghubungi Agni setiap saat, tapi Agni sama sekali tidak mengangkat panggilannya. Ada rasa kecewa Agni mengabaikannya.
Ia juga pernah mengikuti Agni dan Alan, makan di sebuah restoran. Ia hanya bisa memandang itu dari kejauhan. Hatinya seakan sesak, dan tidak terima melihat mereka bersama. Bram tahu Agni sekarang tinggal di apartemen Adam. Sehingga ia sulit sekali menemui Agni, ia hanya bisa menatap wanita itu dari kejauhan.
Bram melirik jam melingkar di tangannya, menunjukkan pukul 11.12 menit. Sedetik kemudian, pintu itu terbuka, ia mengalihkan tatapanya ke arah pintu. Bram memandang ayahnya disana, ayah melangkah mendekatinya.
"Ayah" ucap Bram.
Ayah lalu duduk di hadapan Bram, ia menatap putra sulungnya, wajah itu terlihat resah, "bagaimana kerjaan kamu".
"Baik" ucap Bram.
"Kamu tidak mengajak kekasih kamu ke rumah kita lagi, ajaklah dia makan malam".
"Iya" ucap Bram sekenanya.
Ayah mengerutkan dahi, ia memperhatikan putra sulungnya, "apakah hubungan kalian baik-baik saja" tanya ayah.
"Tidak, hubungan saya tidak sedang baik-baik saja".
"Ayah sudah menduganya, kalian kenapa?" Tanya ayah penasaran
Bram menarik nafas, ia melirik ayahnya, "saya tidak mencintainya" ucap Bram.
Ayah mengerutkan dahi, "yakin kamu tidak mencintainya?".
"Saya mencintai Melisa ayah, Melisa lah yang saya cintai, bukan wanita itu" timpal Bram.
"Jika kamu tidak mencintainya, kamu tidak mungkin mengenalkan wanita itu kepada ayah dan mama kamu Bram. Berpikirlah yang jernih, tentukan pilihan kamu, ayah dan mama menyukai wanita kamu yang kemarin dari pada Melisa" Ayah menepuk punggung Bram, dan lalu melangkah meninggalkan Bram begitu saja.
Bram menenangkan hatinya, ia melihat punggung ayahnya menghilang dari balik pintu. Bram meraih ponselnya, ia melihat sebuah notifikasi masuk, Bram melihat pesan singkat dari Agni. Bram tidak menyangka bahwa Agni mengirim sebuah pesan singkat untuknya. Bram lalu membaca pesan singkat itu.
"Saya ada di lantai atas, bisakah kita bertemu".
Setelah membaca pesan singkat itu, Bram lalu memasukan ponselnya di saku jasnya. Ia menegakkan tubuhnya dan melangkah menuju lantai atas. Bram tidak menyangka bahwa Agni akan menemuinya disini bersamanya. Sungguh wanita itulah yang ia rindukan.
Beberapa menit kemudian, ia sudah berada di lantai paling atas, ia menatap Agni disana. Wanita itu mengenakan celana jins dan blezer hitam. Tidak mengurangi kecantikan wanita itu. Bram melangkah mendekati Agni, jantungnya berdesir ingin rasanya memeluk tubuh ramping itu.
Agni menyadari kehadiran Bram. Bram kini sudah berada di hadapannya. Laki-laki itu masih tampan seperti biasa. Agni memandang iris mata Bram, mencoba tersenyum.
"Bagaimana kabar kamu?" Tanya Agni, itu pertanyaan pembuka yang pantas ia ucapkan kepada Bram saat ini.
"Baik" ucap Bram.
"Kenapa kamu tidak pernah mengangkat panggilan saya?" Tanya Bram penasaran, ia memberanikan diri mengelus rambut lurus Agni.
"Saya memang tidak ingin berhubungan dengan kamu lagi Bram. Saya kesini hanya mengambil beberapa barang saya yang tertinggal".
"Begitu ternyata, saya pikir kamu merindukan saya, dan kembali kepada saya" ucap Bram.
"Tidak, ini hanya kebetulan saja. Ada yang ingin saya katakan kepada kamu Bram" ucap Agni.
"Hemmm" ucap Bram, ia menyentuh wajah cantik Agni.
Agni merasakan tangan hangat Bram di permukaan wajahnya, ia tidak menolak Bram melakukan itu kepadanya.
"Bulan depan saya menikah" ucap Agni.
Bram sulit percaya bahwa Agni akan menikah. Baru beberapa hari ia meninggalkan Agni. Agni sudah akan menikah. Hatinya semakin sesak mendengar kabar itu. Bram melepaskan jemarinya, ia masih sulit percaya atas pengakuan Agni kepadanya.
"Menikah".
"Iya, saya akan menikah" ucap Agni.
"Dengan siapa?" Tanya Bram, ia menahan emosi.
"Alan".
Bram masih tidak terima atas ucapan Agni, ada perasaan marah mendengar Agni akan menikah dengan Alan. Agni tidak akan menikah dengan siapapun. Bram pastikan, Agni tidak akan menikah dengan Alan.
"Bagaimana kamu bisa menikah dengan Alan, sementara kamu mencintai saya" ucap Bram.
"saya sudah tidak mencintai kamu Bram. Kamu hanyalah laki-laki yang hanya singgah di hati saya. Saya menikah dengan laki-laki yang sudah saya kenal cukup lama, dan kamu adalah laki-laki yang baru saya kenal beberapa bulan yang lalu. Kamu sudah tahu jawabannya bukan" ucap Agni.
Bram mengepalakan tangannya, hingga buku-buku tangannya memutih, ia ingin sekali marah, kepada Agni. Ia masih tidak terima atas keputusan Agni sedemikian cepat, memutuskan untuk menikah dengan laki-laki lain. Bram hampir gila memikirkan Agni beberapa minggu ini, dan sekarang ia mendengar Agni akan menikah. Itu sama saja membunuhnya secara perlahan.
"Saya pastikan kamu tidak menikah Agni".
"Kita tidak punya hubungan apa-apa lagi Bram. Keputusan saya untuk menikah adalah pilihan yang tepat" ucap Agni.
Agni melirik jam melingkar di tangannya menunjukkan pukul 12.05, "saya harus pulang, mas Alan sudah menunggu saya cukup lama di bawah. Terima kasih atas waktunya" ucap Agni, ia lalu melangkah menjauhi Bram.
Bram dengan cepat menarik tangan Agni. Bram manahan emosinya, ia memandang wajah cantik itu.
"Kamu tidak akan pernah menikah Agni" ucap Bram, suara itu bergetar.
Bibir Agni terangkat, "kamu mencoba melarang saya untuk menikah. Kamu siapa? untuk apa kamu melarang saya, menikahi kekasih saya".
"Saya pastikan kamu tidak akan menikah, lihat saja nanti" ucap Bram.
Agni menyentak tangannya, dan tangan Bram terlepas, "kamu mencoba mengancam saya".
"Ya" ucap Bram.
"Buktikan, jika kamu bisa membatalkan pernikahan saya" ucap Agni, lalu meninggalkan Bram begitu saja.
Sementara Bram, sudah naik pitam. Pernikahan itu tidak akan terjadi. Bram menatap punggung Agni dari belakang. Ia akan membuktikan, pernikahan itu tidak akan pernah terjadi.
************
KAMU SEDANG MEMBACA
DENDAM SANG CEO (TAMAT)
Romance"Saya pikir kemeja ini cocok untuk anda" ucap Agni, Agni memperlihatkan kemeja itu untuk Bram. Alis Bram terangkat, ia kembali memperhatikan Agni dan lalu mengambil kemeja dari tangan Agni. Bram sengaja menyentuh tangan Agni. Bram merasakan sentuhan...