BAB 44

3.6K 152 0
                                    

Bram menepati janjinya, hari ini Bram membawa ke dua orang tuanya ke rumah Agni. Bram menghentikan mesin mobilnya di halaman rumah Agni. Rumah itu tidak terlalu besar, tapi terlihat sangat asri.

Bram membuka pintu mobil, di ikuti ayah dan ibunya. Bram melirik ke dua orang tuanya, kedua orang tuanya terlihat tenang. Bram tadi sempat menghubungi Agni, bahwa ia akan datang bersama kedua orang tuanya. Tidak perlu untuk mempersiapkan apa-apa. Ini hanyalah pertemuan kedua orang tua saja.

Bram melangkah menuju pintu utama. Bram melirik kedua orang tuanya, tidak banyak yang ia bawa, hanya seperangkat perhiasan yang tadi ia beli di Tiffany&Co.

Bram melihat Agni di dekat daun pintu, yang sudah menantinya. Kekasihnya sangat cantik dengan dress putih yang di kenakannya. Agni sangat rapi rambut lurusnya ia biarkan terurai. Wajah itu tersirat kesedihan, ia sudah menduga kekasihnya habis menangis. Terlihat jelas mata itu bengkak, hanya saja tersapu oleh make up di wajahnya.

Bram tahu bahwa Agni telah meminta restu kepada orang tuanya, agar menerima restu dirinya. Orang tua mana yang merestui anak perempuannya, kepada laki-laki yang telah ingin merusak kebahagiaan anak laki-lakinya. Tapi orang tua mana yang tega membiarkan anak bungsunya menderita, yang mencintai laki-laki seperti dirinya. Cinta itu adalah kasta yang paling tinggi, karena cinta semua orang rela melakukan apa saja dan bahkan rela mengakhiri hidupnya.

Bram menghentikan langkahnya, jantungnya berdesir, inilah moment dimana ia akan meminta restu kepada orang tua Agni. Inilah pertama kalinya ia memberanikan diri menghadap kedua orang tua Agni. Selama ini ia hanya bisa merebut Agni, dari tangan Adam. Membawa Agni, jauh dari keluarga secara diam-diam, dan bahkan terang-terangan merebut Agni.

Inilah saatnya ia meminta restu kepada orang tua Agni, melamar putri cantiknya. Sungguh ini adalah ikatan emosional, yang sulit ia jabarkan. Ia bahkan tidak tahu lagi untuk menjabarkan hatinya. Bram sudah banyak membuat wanita itu menangis. Ia memang egois, yang tidak pernah mengerti perasaan Agni. Sudah saatnya ia mengikat rasa itu, wanita inilah yang ia cintai.

Bram ingin bersama Agni, wanita inilah yang telah menjadikan dirinya laki-laki yang sangat berharga, dan menjadikan satu-satunya laki-laki yang ia cintai.

Sekarang ia akan mencintai Agni, ia akan menjadikan wanita satu-satunya yang ia cintai, Bram tidak berniat untuk meninggalkan Agni, dan tidak akan pernah menyakiti wanita itu lagi.

Air mata Bram jatuh dengan sendirinya, padahal ia hanya memandang Agni dengan posisi seperti ini. Bram lalu dengan cepat menepis air matanya. Bram meneruskan langkahnya mendekati Agni.

Kini ia sudah di hadapan Agni, ia menatap iris mata Agni. Iris mata itu seakan mengatakan bahwa ia baik-baik saja, tidak perlu ia khawatirkan.

"Masuklah" ucap Agni, ia mempersilahkan Bram masuk ke dalam.

Bram lalu masuk diikuti kedua orang tuanya. Bram memandang kedua orang tua Agni yang berdiri tidak jauh darinya. Disana tanpa Adam, ia tidak mempermasalahkan, ada Adam atau tidak. Bram hanya perlu kepada kedua orang tua Agni.

Bram melihat kedua orang tua Agni, terlihat jelas beliau tidak suka atas kehadirannya. Tapi disini ia dengan niat baik untuk melamar Agni, bukan untuk menculik Agni, seperti yang pernah ia lakukan sebelumnya.

Ruangan terasa hening, saling menatap satu sama lain. Ini adalah pertemuan kedua belah pihak. Bram hanya diam, ia memperhatikan Agni tepat di hadapannya. Agni memandangnya, Bram mengalihkan tatapannya ke arah sang ayah.

Ayah menarik nafas, ia mencoba tenang atas ketegangan ini.

"Saya Dermawan Wijaya, ini istri saya Teresa dan putra saya Bramastha Wijaya. Kedatangan kami kesini dengan niat baik untk meminang putri anda, Agni" ucap Ayah, inilah kata pembuka yang beliau ucapkan.

Ayah Agni, melirik Agni sedari tadi hanya diam. Tadi siang putri bungsunya menangis di hadapannya, meminta merestui hubungannya dan Bram. Sebenarnya ada perasaan kecewa mendengar putri bungsunya mencintai Bram. Beliau tahu, bagaimana watak laki-laki itu dan kepribadiannya sangatlah buruk.

Inilah pertama kali, ia melihat secara langsung, orang tua Bram. Orang tua Bram terlihat ramah, dan bersahaja. Beliau tahu bahwa Bram terlahir dari keluarga kaya. Bukan jenis keluarga Melisa yang angkuh dan selalu mencemooh dirinya.

"Saya senang atas kedatangan kalian. Kami menerima baik niat baik anda" ucap ayah Agni.

Ayah Bram mencoba tersenyum, "mungkin ini terlalu mendadak untuk kami. Tapi putra saya Bram, sudah mendesak saya untuk bertemu anda. Putra saya mencintai Agni, putri anda".

"Kita sebagai orang tua, Alangkah baiknya mempersatukan hubungan mereka dalam bentuk ikatan yang suci. Saya yakin Bram akan menjaga dan mencintai putri anda. Saya tahu putra saya seperti apa, jika ia mencintai wanita, ia tidak akan pernah menyakitinya".

Ayah Agni memandang Bram, terlihat jelas laki-laki itu mencintai putrinya, dengan hanya tatapan ia bisa melihatnya. Ia juga seorang laki-laki, yang bisa membedakan mana yang berpura-pura dan mana yang bersungguh-sungguh. Waktu itu, Bram memang pernah membawa Agni kabur dari rumah sakit. Lihatlah putrinya pulang dalam keadaan baik-baik saja, dalam keadaan sehat, tidak Sedikitpun untk menyakitinya.

"Saya sebagai orang tua Bram, saya ingin meminang putri anda".

Ayah mengangguk, dan ia mencoba tersenyum kepada Darmawan.

"iya, saya menerima lamaran anda. Saya tidak berhak menghentikan cinta mereka. Saya sungguh menyangi Agni, Agni putri kecil kami, kami menjaganya dengan kasih sayang. Saya sebagai orang tua tidak tega melihat dia menangis hanya karena mencintai putra anda. Ya, jalan satu-satunya sebaiknya kita mempersatukan cinta mereka dalam ikatan suci".

*************

DENDAM SANG CEO (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang