BAB 18

3.7K 185 0
                                    

Agni bersykur bahwa sudah beberapa hari, Bram tidak pernah datang lagi ke ruang accounting. Para staff accounting juga tidak pernah lagi menyuruh Agni, untuk mengerjakan laporan keuangan. Sedikit aneh memang, biasa ia diberi setumpuk laporan keuangan harian. Sekarang ia hanya membantu Nisa melakukan hal-hal kecil. Pak Deni juga tidak pernah menyuruhnya membantu staff lain, mungkin semua mengetahui bahwa ia memiliki hubungan dengan atasannya Bram, hingga segan terhadap dirinya. padahal Agni sudah menyangkal hubungan itu, semua tidak percaya apa yang ia katakan.

Bram juga tidak pernah absen mengirim makan siang untuknya. Agni tidak pernah menolak ataupun membuang makanan itu. Sangat disayangkan makanan lezat itu dibuang. Toh biasa ia makan di pinggir jalan dengan harga murah. Agni tidak tahu pasti, apa rencana Bram selanjutnya.

Agni memandang layar ponselnya, sebuah notifikasi masuk. Agni membuka notifikasi itu. Agni membuka pesan masuk, ternyata dari Alan.

"Sayang, saya tidak jemput kamu hari ini, tidak apa-apakan kamu pulang naik taxi. Saya tiba-tiba bertemu client saya, sepertinya masalahnya cukup serius. Kamu tahu, client saya selebriti, dengan kasus pelecehan seksual yang di lakukan oleh kekasihnya".

Agni membalas pesan singkat dari Alan, dan mulai mengetiknya.

"Iya tidak apa-apa, saya pulang naik taxi".

Agni lalu memasukan ponsel itu kedalam tasnya. Agni melangkah menjauhi ruang acconting. Beberapa menit kemudian, ia sudah berada di lobby. Langkahnya terhenti memandang Bram disana, tepat di dekat pintu. Iris mata itu bertemu dan Bram berjalan mendekatinya.

Jantung Agni kembali maraton, hanya memandang wajah tampan itu. Kini Bram dihadapannya, wajah itu sedikit berubah, karena bulu-bulu halus itu menutupi rahang tegasnya. Agni yakin Bram tidak mencukurnya, mungkin Bram terlalu sibuk dengan kerjaanya. Terbukti ia tidak pernah melihat Bram akhir-akhir ini.

"Apakah kamu punya waktu untuk saya" tanya Bram.

Bram melirik jam melingkar di tangannya, menunjukkan pukul 16.30 menit, "saya hanya perlu bantuan kamu sebentar saja" ucap Bram.

Agni menelam ludah, ia menarik nafas dan di keluarkan lagi melalui hidungnya, setidaknya hari ini Alan tidak menjemputnya.

"iya".

"Terima kasih" ucap Bram.

"Di ruangan saya" Bram mengulurkan tangannya ke arah Agni, agar ia bisa menggegam jemari lembut itu tanpa paksaan, dan ia ingin mengetahui apakah Agni masih marah kepadanya atau tidak.

Agni memandang uluran tangan Bram, dan Agni meraih tangan Bram. Tangan hangat Bram membawanya melangkah keruangannya. Ruangan Bram tidak begitu jauh, letaknya di lantai dasar. Agni memandang Bram membuka pintu untuknya.

"Masuklah" ucap Bram.

Sungguh ini kesekian kalinya Agni mengikuti Bram. Entahlah, ia tidak memiliki efek jera atas prilaku Bram kepadanya. Jika dipikir-pikir jika seseorang mengalami hal seperti itu, pasti akan murka, marah mungkin menjadi musuh, tidak akan bertemu lagi, apalagi ada kasus melaporkan itu semua ke kantor polisi, memilih jalur hukum untuk menyelesaikannya.

Lihatlah dirinya seakan tenang, mengikuti Bram begitu saja. Padahal laki-laki itu telah menyakitinya. Kejadian kemarin seolah hal biasa, dan lenyap begitu saja. Agni memandang Bram menutup pintu.

Agni mengedarkan pandangannya kesegala penjuru ruangan. Ruangan di dominasi warna putih yang cukup luas. Agni melihat Bram melewatinya, setelah itu Bram mendekatinya, ia memperlihatkan pisau cukur kepada Agni. Agni mengerutkan dahi, tidak mengerti.

"Bisakah kamu membersihkan rahang saya".

Alis Agni terangkat mendengar ucapan Bram. Bram memintanya untuk mencukur rahangnya. Oh Tidak, permintaan laki-laki itu tidak bisa di tebak. Agni akui ia pernah beberapa kali mencukur kumis mas Adam, setidaknya ia berpengalaman mencukur rahang.

"Kenapa harus saya?" Tanya Agni tidak.

"Saya hanya meminta bantuan kepada kamu".

Agni menarik nafas, meletakkan tasnya di meja, "iya" ucap Agni, ia lalu mengambil pisau cukur itu dari tangan Bram.

"Terima kasih" ucap Bram. Ia lalu melangkah menuju toilet.

Agni mengikuti langkah Bram. Agni tidak heran, bahwa kantor Bram memiliki toilet khusus seperti ini. Mungkin ia tidak mau berbagi dengan toilet umum, itu lah dugaan pertamanya. Toilet itu begitu bersih, bahkan sangat bersih. Harum mint dan suhu udaranya juga sangat dingin karena AC. Bram lalu duduk di meja wastafel. Agni melangkah mendekati Bram. Agni memandang pantulan bayangannya di cermin. Agni mengalihkan pandangannya ke arah Bram.

Sama-sama saling terdiam, Agni tidak banyak bertanya. Ia juga bingung dengan pikirannya. Agni mengambil krim wajah dan dipencetnya krim itu ke telapak tangannya. Setelah itu Agni oles ke seluruh rahang tegas Bram.

Bram hanya diam ketika Agni melakukan itu kepadanya. Agni nampak tidak asing dengan alat-alat pengukur itu. Ia merasakan tangan Agni di permukaan wajahnya.

"Saya begitu sibuk beberapa hari ini, sehingga saya lupa untuk mencukurnya" gumam Bram memecahkan kesunyian.

"Kamu sepertinya tidak ada waktu untuk kamu sendiri".

Beberapa menit kemudian, Agni memandang Bram, "Bukankah kamu bisa mencukur sendiri, tanpa perlu bantuan saja" ucap Agni, masih sibuk dengan cukurannya, sesekali ia membersihkan dengan air di keran wastafel.

"Saya hanya ingin kamu yang melakukannya" ucap Bram lagi.

Agni tidak bertanya lagi, ia mencukurnya rahang itu dengan hati-hati.

"Kenapa mesti di cukur, bukankah kamu lebih tampan dengan bulu-bulu halus di permukaan wajah kamu" ucap Agni. Agni menatap rahang Bram, rahang itu sudah terlihat mulus. Agni mengambil tisu di dekat watafel, ia membersihkan rahang Bram.

"Saya hanya tidak ingin terlihat tua".

"Kamu memang sudah tua, jangan pernah mengaku muda" timpal Agni.

Bram tersenyum, ia melirik Agni, "setidaknya dengan begini saya terlihat muda bukankah begitu" ucap Bram, ia lalu menatap pantulannya di cermin. Rahangnya kembali sempurna.

"Saya lebih suka melihat kamu beberapa menit yang lalu, dari pada saat ini".

Alis Bram terangkat, ia memegang dagu Agni, "kamu suka melihat saya dengan brewokan seperti tadi".

"Iya".

"Kenapa?".

"Karena kamu lebih tampan seperti itu" ucap Agni.

Ada perasaan bahagia ketika Agni berkata seperti itu kepadanya. Bram lalu memeluk tubuh Agni. Agni juga tidak menolak ketika ia melakukan itu kepadanya. Bram mencium harum strobery yang manis dari tubuh Agni. Harum inilah yang ia rindukan.

"Saya merindukan kamu" ucap Bram.

************

DENDAM SANG CEO (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang