Bram melajukan mesin mobilnya, membelah jalan. Ia melirik mobil SUV hitam mengikutinya dari belakang, ia tahu betul siapa pemilik mobil itu. Bram meningkatkan kecepatan mobil, ia tersenyum penuh arti. Bram menduga, bahwa Adam sudah tahu hubungannya dengan Agni. Laki-laki itu pasti ingin membunuh dirinya, karena telah mengganggu Agni, adik perempuan yang ia sayangi di dunia ini. Bram tertawa, ia seakan menang, ia kini mendapati Agni. Jika ia tahu Agni adalah kelemahan Adam, ia sudah melakukan itu dari dulu.
Mobil SUV itu masih mengejarnya dari belakang. Jalan tol ini sudah seperti lapangan sirkuit. Seketika mobil SUV itu melaju dengan kecepatan melebihi darinya dan menyelip disisi mobil. Mobil itu seketika berhenti, dan otomatis Bram mengerem mendadak dan membanting setir ke kiri jika tidak ia sudah pastikan akan menabrak mobil SUV yang menghalangi jalannya, terdengar decitan ban mobil Bram. Bram menghentikan mesin mobil.
Bram membuka hendel pintu, ia menegakkan tubuhnya menatap Adam yang tidak jauh darinya, dan menutup pintu itu kembali. Bram mendekatinya Adam, terlihat jelas Adam begitu emosi dan tidak suka.
Adam menarik nafas, sengaja mengikuti Bram. Bram laki-laki brengsek yang sengaja mempermainkan adiknya. Adam tidak terima apa yang ia lihat tadi pagi di kantornya. Ada seseorang, yang sengaja mengirim foto-foto Bram dan Agni. Foto itu begitu kontras hubungan Agni dan Bram. Bram mencium Agni di sebuah cafe, foto itu di ambil dengan sengaja oleh seseorang. Sepertinya semua telah di rencanakan. Sekarang ia benar-benar ingin membunuh Bram. Berani sekali Bram mempermainkan Agni.
"Jika kamu berani mendekati Agni. Saya akan membunuh kamu" ucap Adam dengan suara meninggi. Adam mengepalkan tangannya, ia masih bersabar untuk tidak meninju wajah Bram.
Bibir Bram terangkat, benar dugaanya bahwa ini semua berhubungan dengan Agni. Bram menatap Adam dengan berani.
"Agni mencintai saya, kamu harus tahu itu" ucap Bram.
"Agni tidak akan pernah bersama kamu, jika kamu berani mendekatinya, kamu berhadapan saya" Adam mengepalkan tangannya, hingga buku-buku tangannya memutih.
Bram tersenyum licik, ia memandang secara dekat wajah Adam, "begini saja, jika kamu ingin, saya menjauh dari Agni, lepaskan Melisa".
"Kamu begitu licik Bram, apa yang ada di otak kamu. Kamu masih terobsesi dengan Melisa, yang sudah jelas Melisa tidak mencintai kamu".
"Saya tidak peduli Adam, dan bersiaplah bahwa Agni akan bersama saya" ucap Bram.
Adam menarik nafas, ia mengepalkan tangannya, semakin kuat, "Bagaimanapun caranya kamu ingin menghancurkan hubungan saya dan Melisa, itu tidak akan pernah terjadi. Jangan pernah bermimpi, kamu bisa bersama Agni".
Bram mengangguk dan tersenyum licik, "bersiaplah, apa yang akan terjadi pada adikmu yang cantik itu. Agni akan memilih saya dari pada kamu" Bram lalu melangkah menjauhi Adam. Bram kembali ke dalam mobilnya.
Sementara Adam, menatap mobil Bram menjauh dari pandangannya. "Brengsek" ucap Adam menggeram.
********
Agni duduk di sisi tempat tidur, seharian hanya berdiam diri di kamar, tidak berniat sedikitpun untuk melakukan aktivitas, ia hanya keluar ketika membantu ibu di dapur. Agni memandang foto Bram di layar ponsel itu. Oh Tuhan, apa yang harus ia lakukan. Setiap saat ia tidak berhenti memikirkan Bram. Notifikasi berbunyi, Agni memandang layar ponsel.Sebuah pesan singkat dari Bram. Agni membuka pesan singkat itu dan membacanya.
"Apakah kamu baik-baik saja".
Agni menarik nafas, bagaimana ia bisa baik-baik saja, nyatanya laki-laki inilah yang ada di pikirannya. Agni lalu membalas pesan singkat itu.
"Ya, saya baik-baik saja".
"Syukurlah kalau begitu, saya merindukan kamu".
Agni tersenyum membaca tulisan itu, jujur ia juga merindukan Bram. Agni lalu mulai mengetik.
"Saya juga merindukan kamu".
"Apakah kamu sudah membuat keputusan, untuk bersama saya?".
"Saya ingin bersama kamu, tapi saya belum bisa meninggalkan keluarga saya".
"Kamu seperti itu karena kamu belum mencobanya Agni. Percaya sama saya, kamu akan bahagia bersama orang yang kamu cintai".
Agni menarik nafas, ia tidak tahu akan berbuat apa. Pilihan tersulit, sedangkan ia belum berkata apa-apa kepada orang tuanya dan Mas Adam, bahwa dirinya benar-benar mencintai Bram.
"Saya belum bisa Bram, saya masih takut".
"Yasudah, itu terserah kamu. Apakah kita bisa bertemu".
Agni melirik jam yang menggantung di dinding kamarnya, menunjukkan pukul 15.30 menit. Agni menegakkan tubuhnya, dan ia melangkah mengambil blezer hitam yang menggantung di sisi lemari. Agni mengambil tas kulit yang ia gantung di dekat lemari.
Agni menatap penampilannya sekali lagi, jelana jins hitam ini membuatnya bisa bergerak leluasa, dari pada dress favoritnya. Agni membiarkan, rambut lurusnya terurai.
Agni menatap layar ponselnya, ia lalu dengan cepat membalas pesan singkat Bram. Ia mengikuti kata hatinya, ia akan bertemu Bram hari ini.
"Jemput saya di mall, dekat rumah saya, kita bertemu disana".
"Iya".
Agni memasukan ponselnya di dalam tas. Agni membuka pintu kamar ia, mencoba tersenyum menatap Ibu yang sedang menggoreng pisang. Agni melangkah mendekati ibu, dan lalu memeluk tubuh ibu dari belakang.
Ibu tersenyum melihat putri bungsunya.
"Kenapa hemm" tanya ibu, beliau lalu memutar tubuhnya menghadap Agni.
"Mau kemana?" Tanya ibu penasaran.
"Agni mau ijin belanja sebentar, stock pembalut Agni habis" ucap Agni memberi alasan.
"Iya, pokoknya hati-hati. Jam lima kamu harus pulang loh" ucap ibu memperingati Agni.
"Iya bu, tenang saja, Agni pulang tepat waktu" Agni tersenyum lalu mengecup pipi kiri ibunya.
"Agni sayang ibu" ucap Agni.
"Iya hati-hati, yasudah pergi sana".
Agni tersnyum dan lalu melangkah meninggalkan sang ibu.
*************
KAMU SEDANG MEMBACA
DENDAM SANG CEO (TAMAT)
Romance"Saya pikir kemeja ini cocok untuk anda" ucap Agni, Agni memperlihatkan kemeja itu untuk Bram. Alis Bram terangkat, ia kembali memperhatikan Agni dan lalu mengambil kemeja dari tangan Agni. Bram sengaja menyentuh tangan Agni. Bram merasakan sentuhan...