BAB 38

3.2K 135 0
                                    

Sudah beberapa hari ini Bram, seolah hilang dari pandangannya. Agni bersyukur bahwa Bram tidak menghantui dirinya. Jujur ia masih belum sepenuhnya melupakan Bram. Tapi setidaknya ia sedikit lebih tenang, karena Bram sudah mundur teratur dalam hidupnya. Agni akan menjalani hidupnya bersama Alan. Alan sudah resmi menjadi tunangannya. Beberapa minggu lagi pernikahan akan berlangsung.

Alan dan Agni telah memilih WO, untuk mengurusi segala persiapan pernikahan itu. Untuk sementara waktu Agni memilih cuti kuliah, praktik kerja lapangan akan ia tunda hingga tahun depan. Itu adalah pilihan yang tepat untuk Agni. Agni akan memilih yang terbaik untuk dirinya, ia perlahan menata hatinya kembali. Agni sudah tenang tanpa Bram.

Bram memang telah sukses menghancurkan hidupnya beberapa bulan belakangan ini. Sekarang ia bisa bernafas lega. Benar kata Adam, bahwa Bram sangat berpengaruh buruk dalam kehidupannya. Bram akan membawa bencana dan menghancurkan ikatan keluarga.

Agni menatap penampilannya sekali lagi, dress hitam yang sangat pas di tubuhnya dengan bahu terbuka. Alan juga sangat tampan dengan jas hitam yang dikenakannya, ini adalah makan malam yang formal. Kini Alan mengajaknya makan di sebuah restoran. Inilah makan malam pertama ketika ia menyandang sebagai tunangan Alan. Agni dan Alan makan dalam diam, sesekali Alan meliriknya dan tersenyum menatapnya. Wajah itu terlihat sangat bahagia, ya ia bisa merasakan itu.

Seketika ponsel Alan berbunyi di balik saku jasnya. Agni melirik Alan, Alan masih nampak tenang dan lalu menatap layar ponsel itu.

"Sayang, mas angkat ponsel ini dulu ya, ini dari klien mas" ucap Alan.

"Iya mas" ucap Agni.

Alan mendorong kursinya, dan berjalan menjauhi Agni. Agni menatap punggung Alan menjauh darinya. Agni lalu meraih gelas di hadapannya. Agni meneguk air mineral itu, dan ia letakkan kembali gelas itu di meja.

Sedetik kemudian, Agni menatap Bram disana. Jantung nya maraton, oh Tidak, kenapa jantung nya tidak pernah berhenti seperti ini, ketika ia bertemu dengan Bram. Bram berjalan mendekati Agni. Wanita itu tambah cantik, semenjak wanita itu memutuskan hubungan dengannya.

Bram sengaja mengikuti Agni dan Alan. Entahlah ia semakin gila memikirkan Agni. Bram lalu duduk tepat di hadapan Agni. Di pandangnya wajah cantik itu.

"Kamu mengikuti saya" tanya Agni, ia tidak ingin berbasa-basi kepada Bram.

"Bukankah ini tempat umum, saya makan disana bersama Aldo" ucap Bram, ia menunjuk Aldo yang duduk di salah satu kursi.

Agni mengalihkan tatapannya ke arah Aldo, laki-laki itu berada di ujung sana. Ya, Bram memang selalu makan di restoran mewah seperti ini. Wajar saja ia secara tidak sengaja ia bertemu Bram.

"Kenapa kamu masih disini. Bukankah kita tidak memiliki hubungan apa-apa lagi. Menjauhlah dari saya".

"Saya hanya ingin menatap wajah cantik kamu, dan saya ingin mengucapkan selamat kepada kamu, yang telah resmi menjadi tunangan Alan".

"Ya, terima kasih" ucap Agni.

Bram lalu meletakkan sebuah kotak beludru berwarna hitam tepat di hadapan Agni.

Agni mengerutkan dahi, ia melirik Bram, "apa ini?" Tanya Agni.

"Ini hadiah untuk kamu, saya hanya ingin mengucapkan selamat atas pertunangan kalian saja" ucap Bram.

"Bukalah".

Agni menarik nafas, ia lalu membuka kotak bludru itu, ia terpana menatap sebuah kalung berwarna silver dengan permata putih disana. Kalung itu begitu cantik, Agni melirik Bram.

"Ini pemberian saya, saya hanya ingin kamu mengenakannya. Tidak ada maksud apa-apa. Saya seperti ini karena kita pernah bersama. Jangan menolak pemberian saya" ucap Bram.

Agni hanya diam, ia tidak tahu ingin berkata apa kepada laki-laki itu.

"Saya akan memasangkan untuk kamu" ucap Bram, ia lalu meraih kalung itu.

Bram menegakkan tubuhnya dan lalu berjalan mendekati Agni. Bram melingkarkan kalung itu di leher Agni. Bram tidak peduli ada beberapa pasang mata melihatnya, harum stroberi dari rambut Agni, yang sangat ia rindukan. Bram memasang pengait kalung itu dan sekilas ia mencium puncak kepala Agni. Bram tersenyum penuh arti, ia yakin Agni masih mencintainya terbukti wanita itu tidak menolak pemberiannya.

"Sudah" ucap Bram, ia menatap Agni.

"Terima kasih" ucap Agni.

"Kamu memang pantas mengenakannya" ucap Bram, melihat kalung itu telah terpasang sempurna di leher Agni.

Bram melirik Alan disana, sepertinya laki-laki itu telah menyudahi panggilannya.

"Sepertinya tunangan kamu sudah datang, dan sebaiknya saya segera menyingkir. Permainan di mulai dari sekarang" gumam Bram.

Bram meraih kotak bludru hitam itu di meja, dan ia masukkan lagi ke dalam jasnya. Agar ia bisa menghilangkan jejak pemberiannya.

Agni mengerutkan dahi, "permainan?" Ia tidak mengerti.

Alan tidak percaya apa yang di lihatnya, ia memandang Bram disana. Alan tahu bahwa Bram akan menghancurkan hubunganya dengan Agni. Ia berjalan mendekati meja itu, ia ingin sakali meninju wajah Bram.

"Kenapa kamu berada disini Bram?".

"Apakah kamu ingin merebut Agni dari saya". Tanya Alan, ia lalu meraih kerah jas Bram. Telah bersiap untuk meninju wajah tampan itu.

Agni lalu berdiri, mencegah Alan agar tidak membuat kegaduhan di restoran ini.

"Mas, sudah. Bram hanya tidak sengaja makan di tempat ini juga. Bukan mengikuti kita" ucap Agni.

Alan masih manahan emosi, ia mendengar secara jelas apa yang Agni ucapkan. Alan lalu melepaskan tanganya.

"Jangan pernah mengganggu hubungan saya dan Agni".

"Oke" ucap Bram, ia tersenyum penuh arti.

Bram lalu meninggalkan Agni dan Alan begitu saja. Ia tahu apa yang harus ia lakukan, karena permainan itu akan segera di mulai. Agni akan menjadi miliknya.

***************

DENDAM SANG CEO (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang