Chapter 1 : Permulaan

9.6K 439 28
                                    


Seorang pemuda berlari-lari kecil menuju kampusnya dengan wajah yang khawatir, jika terlambat lima menit, dosennya akan menghukumnya tanpa ampun. Plan Rathavit, pemuda yang baru saja memasuki jenjang pendidikannya pada semester dua sebuah universitas di Bangkok di usianya yang baru menginjak tujuh belas tahun.

Yah, Plan adalah pria dengan otak cerdas, melewati alih jenjang saat SMP dan menduduki bangku SMA dengan jenjang regular seperti siswa pada umumnya. Pria mandiri tanpa orangtua yang menghabiskan hidupnya untuk bekerja paruh waktu seusai kuliah. Kedua orangtuanya meninggal ketika Plan berusia sepuluh tahun.

Dia kemudian hidup dengan pamannya, tapi saat memasuki SMA dia memilih keluar dari rumah pamannya karena sepupunya memasang tameng kebencian padanya.  Dia bahkan meminta sang paman untuk tak mengiriminya uang bulanan atau sekedar uang saku, Plan sungguh tak ingin membuat pria paruh baya itu semakin terbebani karena harus membiayai hidupnya juga.

Setelah melewati beberapa gedung fakultas lain, akhirnya langkah kakinya berhenti sejenak di depan kelasnya. Menatap dengan lega karena kakinya tak harus kelelahan untuk berjalan lebih jauh lagi.
Memasuki kelasnya dengan tersenyum riang seperti biasa, bibirnya melukis sebuah senyuman indah khas seorang Rathavit. Earth membalas senyuman itu dari kursinya, dia sudah siap dengan beberapa buku yang sudah tertata dibawah sikunya yang menindih buku-buku itu.

“Pagi Earth,” Plan menyapa Earth dengan ramah.

Earth hanya bergumam sembari menggerakkan kepalanya, manggut-manggut dengan mata yang masih menatap Plan dengan lekat.

“Apa?! Kenapa memandangku seperti itu?”

Plan tentu saja heran dengan sahabatnya yang nasibnya hampir sama seperti dirinya, hanya saja Earth masih punya kedua orangtuanya, tapi tinggal di Chiangmai. Earth masih bisa merasakan kasih sayang orangtuanya, Plan pernah berkunjung sekali ke Chiangmai entah dibagian sebelah mana rumah Earth. Masih asli pedesaan dengan pemandangan hijau yang berada dimana-mana, bahkan dibelakang rumah Earth adalah kebun yang masih asli lalu ada juga sawah yang terbentang sepanjang mata memandang.

“Sebentar lagi kita liburan, ayo jalan-jalan?” Ajaknya dengan cengiran khas di akhir.

Earth sebenarnya tak enak hati mengganggu waktu Plan untuk berlibur, tapi dia tak punya sahabat lain yang dekat dengannya. Beberapa orang memilih untuk berlibur ke luar negeri, sementara Earth justru ingin pergi ke tempat yang sepertinya tak mungkin teman-temannya inginkan.

“Kau kan tahu libur kita sangat panjang, aku ingin ke suatu tempat.” Ucap Earth dengan nada membujuk yang justru terlihat berlebihan dimata Plan.

“Kau membujukku? Kau, Earth?” Plan justru bertanya dengan terkikik ringan.

Earth adalah teman Plan yang paling memahaminya dan paling dia pahami, Plan bertanya seperti itu karena tidak biasanya seorang Earth rela membujuknya. Biasanya Earth akan mengajak tanpa meminta persetujuan Plan, dan Plan mengikuti apa yang Earth minta.

Tentu saja bukan meminta dibelanjakan barang-barang mahal, permintaan Earth masihlah sanggup dia turuti jika hanya sekedar menemani ke taman atau berjalan-jalan ke pasar malam di tengah kota Bangkok, berjalan-jalan di Mall dan juga menghabiskan hanya sedikit uang untuk membeli camilan.

“Ayolah Plan, yahh yahh ayolah kita liburan bersama. Teman-teman yang lain tidak ada yang longgar, hanya kau yang belum ku tanyai. Ya ya?” Earth menunjukkan puppy eyesnya dengan jari-jarinya yang menggenggam lengan Plan dan menggoyang-goyangkannya.

Plan menggeleng-gelengkan kepalanya merasa sahabatnya bertingkah aneh hanya demi membujuknya. Earth sama-sama imut seperti Plan, beberapa orang mengatakan jika keduanya lebih cocok jadi siswa SMP dari pada mahasiswa tingkat dua.

ALPHA (2WISH)  DICETAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang