46

215 14 5
                                    

Sore itu, sesaat setelah kamu selesai mengajar anak-anak diteras masjid. Mataku tertuju pada satu anak yang menangis karena balon yang kamu belikan untuknya telah terbang tertiup angin.

Katamu 'Tidak mengapa balonnya pergi, tapi senyumnya harus tetap disini, besok kalau mamang balonnya lewat, kita beli lagi'. Kamu memeluknya, dia tersenyum.

Kamu selalu lupa satu hal Azlea. Kamu selalu menyuruh orang lain untuk bahagia tapi kamu lupa bahwa kamu juga berhak untuk kata bahagia itu.

Sesaat setelahnya, kamupun berdiri sambil memegang pagar, menyaksikan anak-anak yang berlari kesana-kemari. Dan biasanya tingkah menggemaskan mereka itu mampu membuat kamu tertawa geli, sudah beberapa bulan sepertinya itu tidak menarik lagi.

Maaf, aku menyuruh Khansa, salah satu murid kesayanganmu untuk memaksamu ikut bermain. Kamu menurutinya, tapi kamu tidak menikmatinya.

Maaf juga, sebab aku memberanikan diri untuk ikut bermain sedang kala itu kamu menjadi orang yang berjaga dan menutup mata untuk mencari anak-anak yang lari.

Dan aku tidak sengaja, niatnya aku hanya ingin ikut berlari-lari tapi saat itu hampir saja kamu menangkapku, semua anak-anak tertawa, begitupun aku.

Kamu membuka matamu dengan ekspresi tak suka, kamu berbalik dan hendak meninggalkan permainan.

"Masalah itu untuk dihadapi bukan dihindari" kataku begitu padamu.

Aku tak menyangka, kamu berbalik Azlea.

"Yang menjadi masalahnya adalah seseorang yang mulanya tidak ada tapi dia ikut bermain" jawabmu.

"Terkadang yang terlihat tidak ada adalah yang sebenarnya selalu bersedia, tapi tidak dihargai" kataku lagi.

Kamu mulai menatapku serius.

"Sudahlah, oh ya, selamat ya kak atas pernikahanmu, maaf aku dan orangtuaku tidak sempat berhadir"
Katamu tiba-tiba.

Tentu saja aku tergelak tak dapat menahan tawa.

"Tertawa? Lucu kah?"
Tanyamu sambil menyerngitkan dahi.

"Tertawa itu tidak semenakutkan itu azlea, berhentilah untuk takut berbahagia"
Kataku dengan santai.

Bukannya apa-apa, aku hanya ingin kamu tau bahwa semua yang terjadi tidak seharusnya membuatmu menghukum hidupmu dari kebahagiaan.

"Biarlah kakak dengan bahagia kakak, karena istri kakak yang sekarang tidak meninggal saat pernikahan"
Katamu sambil menatapku penuh nanar.

Entah apa yang ada dalam pikiranmu saat itu.

"Aku mungkin tidak tau lukamu, tapi bisa kupastikan luka ku juga tidak jauh berbeda"
Kataku lagi dan beranjak meninggalkan, dan kamupun demikian.

Rasanya aku telah gagal mencoba membuatmu tersenyum sore itu.

Setelah 3 langkah, tanpa berbalik aku hanya mengatakan
"Aku belum menikah, Azlea"

Lalu kulanjutkan langkahku.

________________________________________

Langkah pergi, yang semoga mendekatkan.
~Azlan

Azlan & AzleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang