Malam ini, ditemani aroma tanah yang baru saja dibasahi hujan. Aku mencoba mencari keteduhan atas gejolaknya hati yang telah kembali lagi aku persilahkan. Bukan semata-mata untukmu, Azlea, tetapi untuk siapapun yang bersedia merawat luka ini, aku akan beri kesempatan.
Malam ini juga, aku melihat ada sepasang mata yang terus melihat ke arahku. Aku tersenyum kepadanya dan dia pun datang kepadaku. dia seorang lelaki paruh baya mengenakan baju koko lengkap dengan pecinya. Lelaki itu masih disini karena menunggu hujan benar-benar berhenti.
"minum teh atau kopi sangat nikmat setelah hujan reda begini, yaa untuk menghangatkan tubuh"
Kata lelaki itu sesaat setelah ia berada di hadapanku.
Aku hanya tersenyum sebab aku bukan penikmat keduanya.
"Nak, apakah kamu masih sendiri? belum beristri?"
Kata lelaki itu lagi, kali ini tanpa basa-basi.
"Kalau saya sudah tak sendiri, mungkin saya tidak akan memilih untuk tetap berada dikota orang berlama-lama pak"
Dia tersenyum dan sepertinya sangat lega setelah mendengar jawabanku.
"Saya menilai kamu sebagai seorang pemuda yang baik, karena kamu sendiri dan begitupun putri saya masih sendiri, maukah kamu melengkapi putri saya? Tidak perlu dijawab kini, jawab saja kapanpun kamu ingini.. "
Kata lelaki itu lagi sambil berlalu meninggalkan aku dengan senyum yang sangat penuh arti.
Aku tercengang, tidak tau mau berkata apalagi. Apakah ini jawaban Tuhan atas semoga doaku? Apakah ini memang pengakhiranku? Berjalan diluar apa yang aku ingin dan aku mau.
Seluar biasa itu cara-Mu dalam membolak-balikkan perasaanku.
________________________________________Sesaat setelah hujan reda,
Azlan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Azlan & Azlea
PoetryHanya sajak tentang caraku mencintai tanpa menodai kefitrahan cinta itu sendiri. Tidak seperti defenisi cinta yang ditafsirkan banyak orang. Tapi cinta bagiku hanyalah ruang-ruang penerimaan dan pengikhlasan.