It's True but He Lies

111 17 9
                                    

SMP X, di luar kota Ivyr.
Dengan jarak tempuh sejauh >200km.

"Hmm, aku jadi penasaran sebenarnya apa yang kau bicarakan pada mereka?" Seoho maju mengikuti irama langkah mundur Yunho.

Para siswa di koridor itu memperhatikan bagaimana gemetarnya Yunho berusaha menjauh dari langkah penuh intimidasi Seoho. Tidak ada yang berani maju melerai. Mereka hanya berpikir itu hanyalah candaan yang esok hari akan dilupakan.

Tapi Yunho tak pernah melupakannya.

"Oi, jawab dong? Kalau orang tanya itu harus dija~wab~!" usai melontarkan kalimat tersebut Seoho menginjak kaki Yunho yang memang memiliki tinggi badan yang lebih pendek.

Sebagian kecil siswi perempuan memekik kaget. Hanya sebagian kecil. Hari ini seperti hari-hari kemarin dimana Seoho memang selalu mengajak bercanda anak-anak lainnya dengan selera humor yang aneh, menurut mereka.

"Bisu, ya? Atau tuli?"

Seoho meraih kepala Yunho, namun pemuda gempal itu mundur dan dengan gemetar hebat melindungi kepalanya. Dari balik poni tebalnya, ia melirik penuh ketakutan pada sosok Seoho.

"Ei, teman-teman, kalian tahu kenapa dia begitu?" tanya Seoho pada teman dibelakangnya.

"Itu, tempo hari kan kau mengenai bagian samping wajahnya."

"Oh, waktu main diluar itu, ya? Oi, Yunho, sori, sori. Apa masih sakit?"

Dibandingkan memberi jawaban, Yunho secepat kilat menjauh lari tunggang langgang.

+

Ravn menghentikan ceritanya sampai disitu. Kedua matanya berpaling kearah lain, membuatku semakin penasaran dan terkesan buru-buru.

"Kenapa? Apa anak itu dilukai oleh Seoho?"

"Bukan hanya anak itu. Aku juga tidak tahu apa yang mendorongnya melakukan hal semacam itu. Saat itu, aku hanya tak pernah mau terlibat dan hanya mengawasi dari jauh."

"Apa ... Apa dia mengganggu banyak anak lain?"

Pemuda di depanku tersenyum menyeringai.
"Athena, dia bukan hanya mengerjai anak satu kelas, tapi juga kelas lain. Aku sungguh terkejut melihat sosoknya tampil berbeda sekali dengan image sewaktu SMP."

Kutatap mata Ravn dalam. Aku hanya ingin memastikan bola mata itu tidak bergeser saat membalas tatapanku. Kalau bergeser, itu tandanya dia berbohong. Dan ternyata, manik mata hitam itu tak bergeser sama sekali.

Dia bicara jujur.

Aku kembali ragu-ragu dan berusaha melepaskan diri dari dekapan Ravn dengan gerakan setipis mungkin. Akan tetapi sialnya dia kembali menarikku, mengecup bibirku sekilas.

"Ah, kau tampak shock sekali. Padahal banyak sekali sebenarnya yang ingin kuceritakan," sesal Ravn terdengar merajuk.

Aku menegakkan punggung, melawan manik mata hitamnya.
"Katakan, apapun itu, katakan." sambil menahan debaran hati aku berkata demikian.

Ravn menyeringai jahil.
"Benar itu yang kau inginkan? Oh, sungguh berat mungkin menjadi stalker selama 2 tahun-"

"Aku bukan stalker!" dahiku mengernyit. Entah kenapa mulai ada perlawanan dari lubuk hati kecilku. Seolah-olah ada suara yang berbisik padaku jika Ravn pantas untuk diragukan. Dan aku harus berhati-hati.

"Mm, aku bisa menceritakan banyak bagian kepadamu, tapi," tiba-tiba ia mengulurkan tangan menuju leherku, dan refleks aku menahan tangannya, "Thena, ini akan menjadi dongeng yang panjang. Dan aku harap kau bisa mengganti waktuku yang terbuang dengan jawaban atas pernyataan cintaku."

Twilight Bond : Falling DawnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang