Havoc and Chivalry

53 8 0
                                    

"Usually when people are sad, they don't do anything. They just cry over their condition. But when theh get angry, they bring out a change."
- Malcolm X.
























Kevin dan Y menatap Athena penasaran.

"Yah, teman biasa, seperti kalian-kalian. Tak perlu khawatir."

Y memotong, "Bagaimana tidak khawatir, namanya saja kami tidak tahu? Latar belakangnya? Apa dia anak akademi?"

Athena tertawa kecil, memaklumi kekhawatiran kawan-kawannya, "Namanya Yoon Jeonghan. Dia teman yang kutemui setiap berangkat ke akademi. Dia orang baik, kok. Suatu kali akan kuajak kalian bertemu, bersama Seoho juga."

Y sebentar menelengkan kepala ke kanan.

Yoon Jeonghan?

"Kalau begitu sekarang kau akan ke Shana? Apa kami boleh ikut, Thena? Dia kan tidak suka padamu, kalau kau dilukainya bagaimana?" Kevin ikut-ikutan khawatir.

"Ya Tuhan, kalian berdua tak usah terlalu khawatir berlebihan. Lagipula ada Juyeon disana."

Y menegakkan punggung.

"Kau kenal Juyeon?" tanya pemuda itu.

Athena masih tersenyum, "Adiknya Shana, kan?"

Dia belum tahu. Syukurlah.

"Kalau begitu, kami pergi dulu."

*

Grynford, 10 km dari Ibukota Ivyr.
Kediaman keluarga Zhang.

Juyeon bersegera menuju ke gerbang ketika dilihatnya Athena telah menunggu disana. Pemuda itu membawa Athena dan Yujin menuju ruangan Smith, namun melewati jalur yang berbeda dari yang kemarin diajak oleh penjaga gerbang. Juyeon berhati-hati, karena Tuan Zhang alias pamannya kini ada di kediaman. Mungkin ada di rumah utama.

Sedangkan Shana diletakkan terasing di ruangan Smith.

Yujin dan Athena pun sepertinya tak begitu ingin bertanya lebih jauh, karena suasana berat di sekitar mereka. Seolah tengah mengunjungi kastil kuno berhantu.

Setiba di depan ruangan Smith, seperti pertama kali Athena berkunjung, gadis itu menempati ruang tamu disana terlebih dahulu. Bersama dengan Yujin.

"Juyeon, apa aku boleh tahu, mungkin Shana pernah berkata sesuatu? Atau meminta sesuatu selama berada disini?" Athena bertanya dengan hati-hati.

Juyeon menurunkan pandangan, lalu menatap Athena ragu.

"Dia hanya menginginkan Papanya- maksudku Tuan Zhang, untuk datang. Shana, adalah tipe orang yang tidak bisa hidup tanpa orang lain. Semenjak hari itu, ia merasa kehilangan banyak orang di dekatnya, dan sering menangis frustasi."

"Juyeon, kau bersama siapa?"

Sekonyong-konyong suara berat laki-laki usia empat puluhan masuk memenuhi ruangan. Juyeon kaget dan bangkit, merangkul Athena dan Yujin menuju sebelah koridor, untuk bersembunyi.

Wajah pemuda itu terlihat sangat terkejut, and he had no idea.

"Kalian disini dulu sementara, paman biar aku yang urus. Jangan buat suara apapun, oke?"

Suara langkah kaki yang kemungkinan besar disebabkan oleh hak rendah sepatu fantofel terdengar semakin dekat ke arah ruangan mereka. Berusaha bernafas perlahan, Yujin dan Athena mengintip Juyeon yang kini menyongsong pamannya, Tuan Zhang di dekat pintu kamar Shana, di ruangan Smith.

Twilight Bond : Falling DawnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang