Tainted

67 11 0
                                    


"One day, someone will love you, the way you deserve to be loved. And you won't have to fight for it."
- Ruby Dhal.

























"Pa ... Papa... Papa... Papa!!!"

Dua Bibi pelayan segera menyeret putri keluarga Zhang satu-satunya itu menuju rumah, kala Shana ambruk berlutut memanggil-manggil sang Ayah.

"Lepas! Papa! Papa kenapa begini? Lepaskan aku kubilang!!"

Mobil terus melaju ke luar gerbang tinggi, sementara si putri ditarik paksa dan membutuhkan tenaga 4 orang untuk membawanya ke dalam rumah.

Tuan Zhang menghembuskan nafas berat di dalam mobil.

"Frank," panggilnya, menatap si sopir dari kaca atas, "setelah ini segera kembali ke rumah, dan panggil Psikiater paling hebat di rumah sakit kota."

"Mengerti, Tuan."

Seharian, Shana sama sekali tak menyentuh makanannya. Gadis itu selalu dikamar. Ia hanya terdiam dalam waktu yang sangat lama. Atau kalau sudah bicara, ia akan meraung-raung dan marah serta menggumamkan hal-hal lirih yang tidak begitu dipahami para pelayannya.

"Katanya, sifat Nyonya dulu juga begitu." cerita salah seorang pelayan saat membereskan meja.

"Iya, terlalu penuh obsesi. Makanya Tuan meninggalkan Nyonya. Tapi lebih kasihan lagi, Nona Muda Shana. Sudah dapat sifat turunan ibu, hidup di lingkungan tegas yang didirikan ayahnya pula."

"Dan lagi, dia anak tunggal. Apa kata tamu kalau pewaris satu-satunya keluarga Zhang tidak normal?"

"Sstt, jaga bicaramu, nanti ada yang dengar."

Namun terlambat.

Sementara para pelayan sibuk mengatur meja, Juyeon yang sudah mematung di tepi tangga tadi berusaha mencerna apa yang barusan ia dengar.

Shana sakit.
Bukan sakit fisik.

Dugaannya menguat ketika esok harinya seorang Psikiater datang ke rumah pamannya tersebut. Ia menjalani beberapa sesi dengan Shana. Kemudian hari berikutnya, dan hari berikutnya.

Hingga sampai pada hari itu.

"Dari semua psikotes yang saya terapkan pada putri anda, saya sudah mendapat hasilnya. Bipolar Disorder, disertai dengan Gangguan Kompulsif dan Anxiety Attack."

Tuan Zhang sebentar tercengang, tak ingin mempercayai.

"Tapi dok-"
"Dia memang tidak memiliki trauma masa kecil. Tapi, ini berkaitan dengan kepribadiannya, Pak. Dengan kepribadian semacam ini, ditambah dengan suatu kejadian pemicu, maka hasil yang kami dapat adalah demikian."

Tuan Zhang mulai tak terima, namun raut wajahnya cemas. Juyeon yang mengamati dari balkon tangga atas menduga kalau pamannya sebentar lagi akan berurai airmata, mengingat betapa ia menyayangi Shana.

"Tapi, dok, apa dia bisa sembuh?"
"Pada kasus ini, kecenderungan kesembuhan mental, terletak pada individu, yakni putri anda. Kalau dia berniat sembuh, maka kondisi mentalnya akan membaik. Kalau tidak ingin sembuh, maka ia akan seperti demikian."

"Dokter, tolong, apapun akan saya lakukan untuk putri saya."
"Pak, penanganan secara psikotik (menggunakan obat-obatan) akan lebih berbahaya untuk anak seusia putri bapak. Saya berharap, Anda sebagai orang tua, yang memegang hak asuh terbesar dalam kehidupannya, mau menuntun putri anda agar sembuh. Terimakasih."

Setelah hari itu, Tuan Zhang memutuskan untuk mengasingkan Shana di ruangan Smith di dekat gudang. Ia tidak ingin merasa tertekan dengan tinggal bersama pengidap kelainan jiwa. Sejak saat itu, Juyeon mulai ber-empati kepada Shana.

Twilight Bond : Falling DawnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang