Hazardous Turbulence

93 19 6
                                    


"Korban penindasan bullying, mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan baik dengan lawan jenis, selalu memiliki kekecemasan akan mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari teman sebayanya."
- Berthold & Hoover, 2000.






"Reaksi Athena siang tadi, bagaimana?" tanya Hwanwoong pada Seoho yang terlihat tak tenang di kursi paling sudut.

Seoho kemudian mengingat-ingat.

-

"Sudah puas kau? Mendadak mendekati siswa di kelasku dan membuatku berpikir untuk melakukan hal- hal bodoh? Asal kau tahu saja, lebih baik Ravn disini karena saat aku masih bersamanya, semua hal tak menguntungkan tidak pernah terjadi padaku!"
-

Lalu ia menggeleng.

"Dia selalu menghindar. Aku hampir kehabisan akal untuk mencoba mendekatinya." lenguh Seoho frustasi.

"Shana bagaimana?" Jangjun menimpali.

"Dia tak pernah berhenti menelepon dan mengirimkan pesan sejak hari itu. Tapi, aku terikat kesepakatan dengan si sialan Ravn. Aku tidak bisa memberi reaksi apapun." sangkal Seoho.

Y memutar badan.

"Tenanglah, kau. Kita pikirkan dulu matang-matang, cara yang tepat seperti apa. Ini baru hari ke-enam." ujarnya.

"Tapi, yah, padahal sudah tidak bisa berhubungan dengan Shana, dan kita terus mendekat pada Athena, kenapa dia masih belum luluh juga?" tanya Hwanwoong.

Seoho melempar pandangannya pada Y. Keduanya masih belum menceritakan seluruh hal berkaitan dengan Athena yang diberitahukan oleh kak Naomi, kepada Keonhee, Jangjun dan Hwanwoong.

"Keonhee, aku memintamu untuk mengopi seluruh notes Athena kemarin, sudahkah?" tanya Seoho.

Keonhee mengangguk.

"Begini, teman-teman. Sebaiknya kuceritakan garis besarnya saja. Karena, pertama kali mendengar hal ini, jujur aku juga tak menyangka. Dan, kurasa memang ada benang takdir antara aku dan Athena dalam kejadian ini."

Seoho kemudian mulai bercerita, tentang Athena dan rahasia besar dibalik wajah dinginnya.

*

Athena membuka mata perlahan-lahan. Terganggu karena reseptor silau secara mendadak memaksa otaknya untuk tersadar. Mata coklatnya memicing lemah ke sumber cahaya menyilaukan itu, yang seketika tertutupi sepenuhnya dengan wajah Ravn.

"Hai, cantik. Sudah bangun, ya?"

Tremor, Athena melotot.

Kini ia tersadar sepenuhnya dan menyadari bahwa ia berada di sebuah ruangan serba putih tanpa jendela, dengan satu bohlam lampu tunggal menyala amat menyilaukan diatas kepala Ravn. Ia sekarang duduk terikat kuat oleh tali nilon dengan sebuah kursi kayu. Almamater, sepatu, dan tas ranselnya entah dimana.

Untung saja mulutnya tak tersumpal apapun.

"Ravn!" jerit Athena memberontak berusaha melepaskan diri.

"Iya~?" jawab Ravn dengan nada penuh gurauan.

"Lepas!" sementara itu Athena tak berhenti meronta melepaskan ikatan pada kursi.

Saat itu juga, Ravn mendekat dan menahan bahu Athena.
"Stop, sayangku, kalau kau terus bergerak, kulitmu yang cantik akan terluka," Ravn menyeringai, "Sayang sekali bukan?"

Benar Athena berhenti memberontak di kursinya, namun pandangan matanya melotot melawan sorot tenang dan cerah milik mata Ravn.
"Jadi, kau yang melakukan semuanya?"

Twilight Bond : Falling DawnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang