Cerita 71 : Sweet Eighteen

2.1K 165 7
                                    

Saat usiaku semakin berkurang,
Aku berharap kamu selalu ada di sampingku..
Menemani ku kini dan nanti,
Hingga masa tua dan rambut kita mulai memutih..

🌻🌻🌻

Sean POV

Jam dinding menunjukkan pukul 9 pagi. Selesai sarapan, aku bersiap pergi ke restoranku. Jaraknya cuma 7 km dari apartementku. Bisa di tempuh dalam waktu 15 menit dengan menggunakan sepeda motor. Aku mengambil jaket bomberku di sofa, mengantongi ponsel dan mengambil kunci motor dekat rak TV. Setelah memakai sepatu kets, aku keluar apartement dan mengunci pintu. Lalu aku bergegas ke tempat parkir mengambil motorku. Sedang asyik berjalan, ponsel dalam kantong celana jeansku berdering. Aku mengambil dan melihat layar ponsel. Seketika aku kaget saat nama 'tante Neli' menghubungiku.

"Hallo..?"

"Sean..?"

"Ya, tan. Ini Sean. Ada apa, tan..?"

"Apa kamu sibuk, Sean..? Soalnya tante mau minta tolong. Kira-kira kamu bisa, nggak..?"

"Masalah apa, tan..?"

"Gini Sean. Udah tiga hari ini Dewi sakit. Tante udah membujuknya pergi berobat ke rumah sakit, tapi dia nggak mau. Tante cemas kalo Dewi kenapa-kenapa. Bagaimana kalo tiba-tiba sakitnya tambah parah..? Jadi, tante minta tolong supaya kamu mau membujuk Dewi. Siapa tahu kalo kamu yang bujuk, Dewi mau memeriksakan diri ke dokter. Kamu mau 'kan Sean..?"

"Ngg..tapi tan..aku dan Dewi udah lama putus. Jadi kami ti.."

"Tante tahu, Sean. Hanya untuk kali ini saja. Please, kamu tolong tante, ya..?"

Aku terdiam dan tidak tahu harus berkata apa. Kata-kataku "tidak ada hubungan apa-apa lagi" di potong begitu saja sama tante Neli. Saat masih bersama Dewi, sangat jarang tante Neli memohon seperti ini padaku. Jika ia melakukan ini, pasti tante Neli sangat mencemaskan kondisi Dewi. Aku memejamkan mata menahan kesal. Lalu dengan berat hati aku menyanggupi permintaan tante Neli.

"Baiklah tan, nanti siang aku ke Jakarta dan menemui Dewi di apartementnya. Jadi tante jangan khawatir."

"Makasih Sean. Kalo ada apa-apa, segera hubungi tante. Okey..?"

"Baik, tante."

Setelah mematikan ponsel, aku berjalan lesu ke tempat parkir. Hari ini, untuk pertama kalinya aku tidak semangat berangkat kerja. Andai saja tante Neli tidak menghubungiku dan memohon untuk menemui Dewi, mungkin aku bisa kerja dengan tenang seperti biasa. Saat ini hatiku masih ragu untuk menemui Dewi, meski sebenarnya aku sama khawatirnya dengan tante Neli tentang kondisi Dewi.

Aku cuma sebentar di restoran karena jam 2 siang nanti, aku harus bersiap pergi ke Jakarta. Semua urusan restoran, sudah ku serahkan pada Wanda dan Echa. Pada Wanda, aku bilang harus ke Jakarta untuk menghadiri acara keluarga tanteku. Beruntung Wanda percaya dengan kata-kataku, karena jika aku mengatakan alasan yang sebenarnya ia akan marah dan melarangku menemui Dewi. Wanda belum mau memaafkan Dewi karna mengkhianatiku dan selingkuh dengan Shila. Ia bahkan berharap aku dan Dewi tidak akan pernah lagi bertemu selamanya.

***

Tepat jam 5 sore, aku tiba di Jakarta. Dari bandara, aku langsung ke rumah tante Ratih di pondok indah. Tante Ratih adalah adik bungsu dari alm. papa tiriku. Ia sangat menyayangiku dan adikku, Jenny. Sejak duduk di bangku SMA hingga sekarang, aku selalu tinggal di rumahnya. Ia keberatan kalo aku tinggal di apartement atau kos-kosan, karena ia sudah menganggapku seperti anak kandungnya. Tante Ratih tidak pernah membedakan antara aku dengan dua anak kandungnya, Fajar dan Fifin. Sikap tante Ratih yang lembut membuatku nyaman tinggal di rumahnya. Ia bahkan tidak mempermasalahkan orientasi seksualku yang menyukai perempuan.

Menemukan Cinta Sejati [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang