5

73K 4.1K 24
                                    


"Seberjuang apapun jika takdir berkata tidak tak ada yang bisa di ubah selain mengalirkanya begitu saja"

***

"Salma gak tau umi, abi" kesah Salma dengan menekan bantal sofa di ruang tamu. Di depan tv tepatnya.

Satu keluarga sedang berkumpul sekarang, keluarganya minta kepastian tentang khitbah Yudistira. Jika Salma tau alasanya tentu ia tidak perlu berdebat dengan orang tuanya hari ini.

"Iya makanya ayo ke rumah orang tuanya, minta di putus aja khitbahnya, ini demi kebaikan kamu" pinta abi Salma.

Selalu begitu, tepatnya setiap hari, setiap melihat Salma nama Yudistira dan kata khitbah menjadi topik yang tak pernah ada habisnya.

"Terserah umi, abi, gimana maunya gimana jadinya terserah umi abi pokoknya Salma udah terserah" air mata mengalir di pelupuk mata Salma. Mereka menumpuk siap turun dengan tenang. Bukan mereka saja yang tidak sabar, Salma juga begitu.

"Salma, maksut abi tuh baik kok nak" umi Salma menengahi.

Salma menghentikan langkahnya menaikki tangga "ya udah kan Salma udah bilang kalo maunya abi gitu ya udah"

"Gini yang abi gak suka, cuma karena laki-laki kamu jadi kaya gitu, Allah aja di duain gimana umi abi" tegas abi Salma.

Hampir saja Maryam tertawa karena ucapan abinya seakan pujangga yang sedang di mabuk cinta.

"Iya kan Salma udah bilang terserah, umi abi mau gimana terserah, Salma tinggal ngikut masih di salahin"

Abinya ikut berdiri "abi maunya kamu ikhlas"

Salma mengorek waktu, seingatnya ia sangat ikhlas. Dua bulan tanpa penjelasan dan mereka sudah dekat hampir 3,5 tahun lalu kini khitbahnya harus di putus begitu saja ia juga sudah sangat ikhlas. Seingatnya.

Salma semakin sesenggukan, ia begitu menginginkan pernikahan itu tapi seakan takdir tak memihaknya. Salma tau Allah memberi rencana terindah padanya tapi untuk yang ini ia merasa kurang adil.

"Udah bi udah" umi Salma menarik lengan suaminya, meminta agar suaminya duduk kembali dan membiarkan Salma untuk menenangkan diri.

Umi Salma melirik Maryam, melihat tatapan uminya Maryam lekas berdiri dan menggandeng kakaknya berjalan ke arah kamar.

Jika suasana genting Maryam saja takut menyentuh Salma, kakaknya akan sangat m galak jika sedang badmood dan sedih, tambah lagi dengan tekanan seperti ini.

"Tenang ya kak" Maryam mengambil air botolan di atas nakas dan menyerahkanya pada Salma. Ia memberanikan diri mengelus punggung Salma, mengelusnya memberi ketenangan.

Bukan semakin tenang tangis Salma semakin keras, ia masih merasa ini tak adil.

"Udah kak" Maryam menepuk punggung Salma lagi m. Sesekali ia melirik hijab Salma yang sudah sangat basah.

Tak ada alasan Maryam berlama-lama disana karena menunggu hingga nantipun Salma tetap tak akan cerita, meskipun itu di paksa ia hanya akan cerita jika ia benar-benar butuh cerita. Dan tak kuat menahan beratnya masalahnya sendiri.

Khitbahmu Calon ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang