29

58.4K 3.1K 16
                                    

MATA kuliahnya sore ini telah selesai dan setelah shalat ashar tadi Azam memutuskan untuk bersiap pulang. Satu buah flashdisk kecil dan segendong tas berisi buku dan laptop masuk rapi kedalam tas berwaran hitam legam itu. Ia melepas kacamatanya dan memijit pelan hidungnya yang kelelahan menyangga kaca mata.

Ia berdiri dan hendak membuka pintu ruang dosen. Hingga sebuah suara mengurungkan niatnya.

"Pak Azam" sapa seorang dosen berumur dengan baju warna nyentriknya. Tak biasanya dosen itu menyapa Azam. Karena notabane Azam yang alim menjadikan dosen perempuan jarang menyapanya dikarenakan sungkan.

"Ah iya, mari bu" ucap Azam, ia kira wanita itu hanya sekedar menyapanya sebelum pulang. Namun, wanita itu kembali bersuara.

"Pak tadi kayaknya bapak di cariin Salma" ucap Miss Ike sedikit ragu karena Azam tipikal orang yang sepertinya sulit di ajak komunikasi oleh lawan jenis.

Azam memutar tubuhnya 90 derajat, gesture tubuhnya bereaksi cepat, memastikan apa yang diucapkan miss Ike "maksutnya bu?" tanya Azam.

Miss Ike tersenyum kecil mendapati Azam tertarik dengan topik pembicaraanya "tadi Salma berhenti didepan sini dan kaya nyari bapak"

Azam menetralkan keteganganya, takut jika masalah kecilnya ini di ketahui orang lain "oh begitu, iya bu terimakasih, saya permisi"

Azam melenggang dari hadapan miss Ike, ia tidak tertarik dengan percakapan itu, Azam hanya tertarik dengan si tokoh dalam topik pembicaraan tersebut. Kemudian Azam mengoreksi jam tanganya, waktu menunjukkan hampir pukul jam 4.

Masih banyak waktu untuk menuju ke rumah Salma, setengah jam, itu jika tidak macet. Ia menyalakan mobilnya dan mulai berjalan di ramainya kota, seakan semua orang berebut paksa menuju tempat tujuanya.

Mereka saling beradu dengan bisingnya klakson, tidak sabaran seakan meminta di depanya lebih cepat. Jika sudah terjebak macet seperti ini, semua orang hanya bisa diam dan menunggu hingga jalanan kembali normal.

Setelah menunggu macet kurang lebih15 menit, Azam akhirnya sampai pada rumah bercat warna hitam dengan nomor 9. Ia merindukan tempat ini, jujur ia sedikit khawatir jika Salma tidak menerimanya, atau mertuanya bertanya kenapa lama tidak kemari.

Sesekali Azam bershalawat menahan khawatirnya. Jika boleh, sekarang ia ingin mengecam dirinya sendiri.

"Assalamualaikum" Azam mengetuk pintu beberapa kali, lalu memencet bel karena tidak ada respon dari ketukan pintunya tadi.

"Waalaikumsalam" jawab seseorang dari dalam.

Maryam tersenyum ketika mendapati kakak iparnya berdiri di depan pintu rumahnya "sebentar ya mas" ucap Maryam, seakan ia tau tujuan Azam kemari.

"Masuk dulu mas" Maryam meminta Azam dengan suara keras dari dalam rumah, ia berlari ke lantai atas menuju kamar Salma. Sudah 2 kali ia masuk kedalam kamar itu hari ini.

Azam melihat sekeliling, sejak meninggalnya abi Ali rumah ini tidak berubah, satu perbedaan rumah ini. Suasananya, sepi dan pilu. Azam duduk di sofa, dan menumpu tanganya di atas lutut. Menunggu antara harap cemas.

Seorang gadis dengan baby doll dan hijab senada turun dengan malas, wajahnya tampak lesu dan kantung matanya tercetak jelas. Ia duduk tepat di depan Azam dengan bersandar pada sandaran sofa.

"Mau minum mas?" tanya Salma memecah keheningan. Sedikit senang banyak heranya.

Azam menganggukkan kepala "boleh"

"Apa?" tanya Salma lagi, hari ini ia malas banyak bersuara.

"Apa aja"

Salma berdiri, berjalan menuju ke dapur untuk membuatkan minuman untuk suaminya. Azam. Sekarang ia di ambang antara ingin menangis dan tersenyum karena kehadiran Azam.

Khitbahmu Calon ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang