32

60.8K 3.2K 5
                                    

"Jadi kamu udah baikan, syukur dong" ucap Faiyah begitu nasi pesanan mereka datang.

Setelah meliburkan diri sendiri karena duka abi Ali kemarin, Salma akhirnya kembali aktif di perkuliahanya. Apalagi skripsi yang harus ia kejar agar selesai pada waktu yang sudah ditentukkan.

Faiyah mengunyah nasi pesananya yang baru datang, dengan memperhatikan Salma, menunggu sahabatnya merespon ucapanya tadi.

"Jadi gimana? udah itu belom?" tanya Faiyah lebih intens. Faiyah meneguk es tehnya dengan menunggu jawaban dari Salma sembari bernafas sebentar melancarkan saluran pencernaanya yang tertahan.

"Itu... " imbuh Faiyah, ia menggerakkan kedua alisnya naik turun, memberi gerakan wakah karena belum mendapat jawaban dari Salma.

Salma mendongakkan kepala sebentar, sebelum kembali membaca skripsi yang akan di ajukan pada dosen. Menatap Faiyah galak, karena membahas hal sesensitif itu di tempat umum.

Bukanya takut, Faiyah justru mengeluarkan jurus andalanya dengan menyengir lebar, menutupi kesalahanya dengan cengiran.

"Jadi gimana Sal?" rengek Faiyah karena masih tak dijawab.

"Belom" sarkas Salma. Lalu ia menunduk lagi mengerjakkan skripsinya.

Faiyah mengerucutkan bibir malas, pura-pura marah pada Salma. Ia melanjutkan makan nasi padangnya yang terjeda tadi, tanpa berniat menjedanya lagi.

"Faiyah,,, " panggil Salma.

"Anterin yukk,,, ngajuin skripsi ke dosen, dosenya ada di kampus kok" rayu Salma.

Faiyah memilih diam.

"Nasi padang sama es teh aku yang bayarin deh"

Ternyata penawaran ini cukup berpengaruh, Faiyah mengangguk dan memakan kembali nasi padangnya lebih cepat, agar lebih cepat di bayarkan juga.

"Eh Sal, besok ultah mau minta apa sama suami?" tanya Faiyah saat mereka berjalan melewati parkiran menuju ke gedung B.

Salma menggeleng "gak tau, ulang tahun mah penting di panjangin aja umurnya sama Allah, minta ke Allah sepuas-puasnya" sahutnya. Padahal ia sendiri ingin lebih dari doa. Apalagi dari suaminya.

"Yaudah, ntar aku kasih hadiah buat kamu" hibur Faiyah "gak mungkin juga kan suami kamu lupa" imbuhnya menenangkan Salma, meski ia menutupi ucapanya dengan kata-kata bijak, tapi Faiyah bisa menangkap nada kekecewaan dari ucapan Salma.

Mata Salma membaca kesungguhan ucapan Faiyah, semoga hiburan Faiyah kali ini bisa menjadi harapan di ulang tahunya. Setelah sampai di gedung B, Salma masuk kedalam ruang dosen dengan kembali memutar otak mempersiapkan memorinya tentang isi skripsinya hari inu, ia memperrsiapkan diri untuk menjawab pertanyaan dosen, tentang dari mana ia mendapat materi skripsinya dan sebagainya.

Juga mempersiapkan diri jika hari ini dosen sedang tidak ramah karena pengaruh suasana hati.

***

Berangkat pagi pulang sore sudah jadi rutinitas Salma dan Azam, sejak mereka kembali ke kampus dan selesai dari liburnya mereka sering melakukan rutinitas itu lagi. Namun, hari ini berbeda. Salma pulang lebih awal dari biasanya, setelah ia selesai mengajukan skripsinya pada dosen bersama Faiyah ia memilih langsung pulang kerumah.

Dan mungkin ini akan menjadi kali terakhir Salma mengajukan skripsinya pada dosen. Yap, skripsinya sudah berakhir. Tinggal sesi interview. Sesi yang ia tunggu-tunggu, sekaligus sesi yang membuatnya untuk berlaku sempurna agar bisa membanggakan semua orang.

Suasana rumah sangat lengang karena umi Hindun dan ayahnya sudah pulang sejak tadi pagi, saat Salma dan Azam kembali ke kampus untuk kuliah, sedang Azam sedang dalam perjalanan pulang. Katanya di chat whatsapp.

"Assalamualaikum" suara salam dari luar membuat Salma yang duduk di sofa ruang tamu lekas berdiri dan menyambut suaminya.

"Waalaikumsalam" jawab Salma, lalu mengambil tangan Azam dan mencium punggung tanganya.

Azam menarik Salma kedalam rangkulanya "Subhanallah, beruntung banget aku punya kamu" Azam mencium dahi Salma menunjukkan kebangganya, Salma beringsut malu, meski sedikit terbiasa.

"Kenapa?" tanya Salma pada Azam, mengelabuhi Azam dengan pura-pura tidak tau kemana pembicaraan Azam merujuk.

"Skripsi kamu kan udah selesai" Azam melepas rangkulan tanganya.

"Iya Alhamdulillah, tinggal interview" Salma mengambil tas Azam, membawakanya hingga ke kamar sekalian mengambil kopernya yang masih bersarang di depan almari.

"Jangan" ucap Azam seketika saat melihat Salma menarik kopernya.

"Jangan apa?" tanya Salma, memastikan.

Azam bimbang dengan perkataanya sendiri "jangan,,, " ia memikirkan ucapanya sebentar.

"Jangan balik ke kamar kamu" ucap Azam akhirnya.

"Apa?" Salma meminta Azam mengulang ucapanya sekali lagi, secara tidak langsung. Salma menahan bibirnya yang sudah memaksa untuk tertawa.

"Disini aja, tidur sini"

Salma menahan tawanya dengan menutup bibir menggunakan telapak tangan.

"Lama-lama sepi juga kalo di kamar sendirian" alibi Azam.

"Iya juga sih mas" Salma membetulkan ucapan Azam. Lalu ia kembali manarik koernya menuju almari Azam, ia membuka kopernya mencari ruang di almari Azam yang masih kosong.

Azam menggeser pakaianya dan memberikan ruang untuk pakaian Salma dan hijabnya. Salma berpindah ke kamar mandi Azam, meletakkan paksa sikat gigi dan skincarenya, berjajar rapi dengan krim kumis milik Azam.

"Apalagi umi sama ayah balik kemarin" Salma menambahi ucapan Azam.

Azam mengangguk setuju pada apa yang baru dikatakan Salma. Setelah selesai membantu meletakkan barang-barang Salma, mereka berdua berpindah tempat, ke meja makan.

Di sini,

Sekarang mereka duduk di meja makan dengan tudung saji yang sudah terbuka. Makanan buatan mbok Marni dengan menu rumahan seperti biasanya, dengan bau semerbak yang membuat perut Salma bersuara lebih dulu.

Salma memegangi perutnya, sedikit malu melihat suara perutnya yang ditertawakan Azam secara diam-diam.

"Sekarang pak Agus berhenti ya mas?" tanya Salma, mengalihkan suara perutnya barusan, mengingat juga pak Agus beberapa hari ini tak terlihat membersihkan kebun depan rumah.

"Iya, pak Agus cuti, pulang kampung katanya"

"Ohhh" Salma membeo, dia beberapa kali tertangkap oleh pak Agus mengintip Azam dari kaca jendela. Lalu pak Agus akan tertawa diam-diam saat Salma sudah tak terlihat.

"Kapan wawancaranya?" tanya Azam, ia meminum lebih dulu satu gelas air putih.

"Besok, besoknya lagi"

"Mau minta apa?" Azam menawari Salma atas apa yang sudah di perjuangakan Salma selama ini, setidaknya ia merasa mendapat hal setimpal atas apa yang di usahakan untuk skripsinya.

"Doa aja" jawab Salma di bibir, berbeda lagi dengan yang di rapalkan didalam hati.

Ada makna di balik kata doanya, wanita hanya memberi petunjuk pada lelaki, urusan mereka akan memberi sesuatu yang sesuai atau tidak itu urusan kepekaan mereka para kaum Adam. Begitu kan?

Salma mengaduk makananya beberapa saat lantas mulai memakanya perlahan-lahan. Dengan senyum di sudut bibir dan juga hatinya, suasana hatinya hari ini lebih baik dari hari kemarin.

***
TBC

Khitbahmu Calon ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang