35

61.2K 3.1K 9
                                    

Azam melihat jam dinding, jam setengah 6 dan dia baru menyelesaikan beberapa dokumen, masih sekitar seperempat dokumen yang belum ia teliti. Rasanya cukup melelahkan, semua berbeda dengan pekerjaanya sebagai dosen.

Azam mengambil ponselnya dan melihat sejenak pesan masuk dari siapa saja yang masuk sore ini. Dari Salma, Salma, dan Salma lagi. Ia tersenyum sendu, jika ia boleh memilih, ia akan memilih menjadi dosen dan memberi banyak waktu untuk Salma.

Akhirnya lelaki itu memutuskan untuk pulang, ia membawa tasnya masuk kedalam mobil, kemudian mengemudikan mobilnya untuk pulang kerumah. Tak sabaran bertemu Salma, istrinya.

Dalam perjalanan ia berhenti untuk melaksanakan ibadah sholat maghrib, daripada harus terlambat sholat lebih baik ia terlambat pulang.

Setelah sholat ia kembali mengemudikan mobilnya hingga sampai di rumahnya, seperti biasa pak Agus akan siap siaga membukakan pintu untuk siapapun yang tinggal di rumah ini.

"Pak" sapa Azam.

Pak Agus mengangguk "tadi di cariin mbak Salma pak"

Adu pak Agus, mungkin saat Salma mengintip dari jendela kala itu, juga sudah di adukan pak Agus, yang notabane-nya terlalu setia pada Azam, hingga sudah berumur tetap bekerja di rumah ini.

Azam menimang sejenak lalu mengangguk dan membawa mobilnya masuk kedalam garasi. Di lihatnya gorden masih terbuka, artinya Salma belum tidur.

"Assalamualaikum" salam Azam sebelum memasuki rumah sekaligus ucapan doa dari salam itu, ia menelisik tiap sudut ruangan mencari istrinya.

Sebelum mencari lagi, ia meneguk teh hangat yang sudah dingin. Azam yakin ini di buat sejak sore tadi karena sudah benar-benar dingin.

Suara tilawah al-quran terdengar dari kamar Azam, suaranya merdu, begitu menyentuh hati Azam. Masih dengan membawa tasnya, Azam mengintip sedikit kamarnya yang tak tertutup rapat.

Salma dengan mukena lengkap, duduk bersilang menghadap qiblat dan mengaji Alquran dengan nada yang begitu indah. Meski sering mendengar nada ini, rasanya berbeda jika didengarkan langsung.

"Assalamualaikum" salam Azam kedua kalinya ketika hendak memasuki kamarnya. Tak mau membuat Salma kaget.

Shadaqallahul-'adzim'

Do'a Salma mengakhiri mengajinya.

"Waalaikumsalam" Salma menjawab salam Azam. Lalu ia berdiri dan mencium tangan Azam. Ia meraih tas milik Azam, meletakkanya di sofa kamar, yang tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Capek mas?" tanya Salma. Mengikis hening.

"Sedikit, liatin kamu udah hilang kok capeknya" gombalan receh Azam kembali dimulai.

Salma mengernyitkan dahinya, lalu tertawa kecil menutupi salah tingkahnya karena di gombali oleh suaminya sendiri. Makin lama cara mengungkapkan rasa dari Azam sedikit lebih jelas dan tanpa malu.

"Mandi dulu mas, aku siapin air anget ya, nanti kita makan bareng-bareng" Salma berdiri menuju ke kamar mandi, lalu memutar kran untuk air panas dan dingin.

Setelah cukup terisi untuk mandi, Salma menutuk keran lalu keluar dari kamar mandi. Meletakkan mukenanya yang masih tersampir di tanganya.

Sejak hari dimana ia melepas hijab didepan Azam, Salma jadi terbiasa dan hingga hari ini, setiap di ruangan hanya dengan Azam ia akan melepas hijabnya.

"Aku mandi dulu ya, nanti aku nyusul ke meja makan" Azam mengelus kepala istrinya.

Kepala Salma terangguk. Berbalik menuju pintu dan menutupnya pelan hampir tak bersuara.

Sebelum mengambil handuk Azam melihat ke arah pintu, melihat perginya Salma yang hilang di balik pintu. Rasanya sudah lama ia tak memperhatikan Salma. Bahkan jarang juga ia membalas pesanya karena sibuk.

Ia merenung sesaat lalu masuk kedalam kamar mandi. Ia juga tak bisa melakukan apapun untuk hal ini.

***

Harum shampo hijab milik Salma tercium dari indra pembau Salma, harum segar menenangkan. Azam kemudian menarik kursi didepan Salma dan duduk disana bersiap memakan masakan Salma dengan memperhatikan cara Salma menata piring dan memanaskan makanan.

"Mas shampo hijabku kok di pake lagi" rengek Salma

"Emang kecium ya?"

"Iya mas, kecium banget, itu buat cewek lho"

Azam mengedikkan bahu kecil "emang cowok gak boleh pake?"

"Yaaa,,, " ucapan Salma menggantung, karena tidak ada larangan cowok tidak boleh memakai shampo perempuan.

"Yaaa gak boleh" tukas Salma tetap pada pendirianya. Tak mau kalah.

"Iyain deh, iyaa, nanti nangis aku yang diemin"

Salma melengos mendapati ejekan Azam. Ia lalu meletakkan piring terakhir di atas meja. Tiga piring lauk berjajar rapi dengan buah yang selalu tersaji di atas meja makan, mereka mulai menyantap makanan dengan tenang.

Tentunya setelah membaca doa.

Tak perlu memakan waktu lama untuk menyelesaikan makan, apalagi Azam. Sejak dulu ia terbiasa makan dengan cepat, meskipun tidak niat untuk makan cepat, kebiasaanya makan cepat membuatnya selalu menjadi peringkat pertama ketika makan.

"Kamu sibuk nggak mas lusa?" tanya Salma gugup.

Azam menyudahi meminum air putih, meletakkan gelasnya halus.

"Kayaknya ada meeting" Azam menjeda ucapanya "kenapa?"

Tatapan Azam yang begitu lembut membuat Salma enggan untuk protes, padahal tadi ingin rasanya memprotes habis-habisan, tapi sekarang bibirnya begitu kelu hanya untuk berucap satu kata.

"Enggak papa" tawa Salma kecil. Menutupi kegusaranya.

"Kamu mau apa?" Azam berdiri mendekati istrinya dan jongkok tepat di sebelah kursi Salma.

"Enggak apa-apa kok mas, cuma tanya"

Salma tak mau membuat Azam cemas, hanya untuk memikirkan ucapan Salma. Jadi baiknya ia menutupi permintaanya untuk mengikuti acara yang akan di adakan Syifa. Sahabatnya.

"Kalo ada apa-apa bilang ya, aku gak mau kamu pendem sendiri"

Azam mengusap lembut kepala Salma, kebiasaan barunya sekarang selain mengecup kening Salma. Lalu Azam membantu Salma membawa piring kotor ke wastefel yang ada di dekat meja makan.

Salma tersenyum tipis.

Bingung dengan dirinya sendiri yang tak bisa memprotes Azam karena begitu tulus wajah dan ucapan Azam barusan.

***
TBC

Khitbahmu Calon ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang