34

61.4K 3K 5
                                    

Toko buku.

Disini sekarang wanita dengan khimar warna biru dan dompet kecil dengan rantai yang tergantung di lengan kananya. Ia sibuk membaca satu persatu cover buku tentang manajemen, menyesuaikan dengan apa yang ingin di carinya, yaitu tentang pemasaran. Ini berguna untuk cafenya nanti.

Salma memikirkan bagaimana cara memajukan cafenya tanpa harus mengecewakan usaha Azam membelikan cafe itu. Ia mengambil satu buku yang ia tak terlalu tau maksutnya, ini lebih umum daripada mata kuliah manajemenya dulu.

Saat Salma menarik buku lain dari arah berlawanan juga ada yang mengambil buku itu, mungkin karena tulisan best sellernya. Salma bersikukuh mengambilnya, lalu karena dari arah berlawanan juga bersikukuh atas buku itu, akhirnya Salma melepaskan buku yang ia inginkan itu dan saat buku itu ia lepas, terlihat dari celah itu siapa lawab tarik menarik buku itu tadi.

Itu Deni,

Partner kerjanya.

Salma dan Deni tertawa serempak.

"Ya Allah Assalamualaikum" salam Salma masih dari balik celah. Lalu berjalan menyusur rak buku satu untuk bertemu Deni. Tak sopan jika berbincang di celah.

"Waalaikumsalah mbak, sendiri?" tanya Deni karena tak melihat Azam. Setiap melihat Azam ia merasa salut, setiap hari seakan bisa menemani Salma.

"Iya, sendirinya?" tanya Salma balik, melihat Deni juga seorang diri.

"Sama temen mbak" berhenti sejenak dan memanggil temannya "Syifaa".

Si pemilik nama keluar dari rak buku ke dua, berjalan mendekati Deni dengan 3 buku tebal memenuhi tanganya. Syifa berdiri di samping Deni dengan mata membulat terkejut, begitu juga Salma. Mereka saling terkejut melihat satu sama lain.

Syifa memberikan bukunya kepada Deni lalu memeluk Salma erat.

"Ya Allah Salma lama banget gak ketemu"

"Iya, sekarang kamu juga disini?"

Syifa mengangguk "iya kuliah gue" celetuknya. Masih sama seperti dulu, bar-bar.

"Sama Deni? Pacaran ya?" goda Salma. Mendapat pukulan kecil dari Syifa.

"Engga lah, temen" jawab Syifa, meski Salma tau Syifa sedang tersipu.

Setelah berbincang kecil Salma membawa Syifa ke cafenya yang beruntungnya tak jauh dari toko buku. Sedang Deni menaikki mobilnya seorang diri, mungkin ia akan tau jika pertemuan dua perempuan akan banyak cerita yang bisa semua hal di bahas, meski bagi lelaki tak penting bagi perempuan itu bisa jadi topik menarik bagi kaum Hawa.

"Jadi lo udah nikah?" tanya Syifa, excited.

Salma mengangguk "dan sekarang tinggal di komplek deket sini, ya setengah jam lah" ucap Salma sedikit melihat Syifa, lawan bicaranya, dan kembali menyetir.

"Dapet siapa?"

"Dosen sendiri, panjang ceritanya mah"

"Beruntung banget lo"

"Terus mitra yang mau ditemuin Deni sama aku itu kamu?" tanya Salma sekaligus menebak.

"Iya gue, bokap ada perusahaan si disini dan butuh tempat tetap buat acara, gue di saranin si Deni gitu ceritanya"

Syifa menjelaskan panjang kali lebar kemudian sesekali Salma meresponya dengan tawa, mendengarkan cerita Syifa tentang masa SD yang tak pernah ada akhirnya membuat Salma kembali bernostalgia tentang masalalu.

Allah memang Maha Sempurna menakdirkan kembali orang yang tak pernah Salma fikirkan sekalipun akan bertemu denganya kembali.

***

"Iya jadi gue maunya di buat tema semi klasik modern, jangan ada balon-balon pokoknya ya"

"Tapi papa kamu minta dikasih balon gitu"

"Bukan" sela Syifa "papa minta welcome gitu, yang dari balon bukan balon yang biasa"

Salma tak tau harus menyahuti apa, mereka beradu argumen tentang temanya sendiri, Salma hanya melihat mereka berdua secara bergantian.

"Terus jadinya gimana?" tanya Salma akhirnya, setelah lelah mendengar pembicaraan yang tak berujung itu.

"Ya udah, pokoknya gue boking tempat ini nanti urusan tema gue hubungin lo lagi"

Syifa menyerahkan ponselnya pada Salma. Lalu menariknya lagi.

"Lewat Deni aja, dia perwakilan papa" imbuhnya lalu meminum mochachino latte yang di berikan Salma tadi.

"Kita balik ya Sal, masih ada urusan nih"

"Kok cepet-cepet" Salma menarik diri dari sandaran sofa.

"Iya gue ada klien lain nih"

"Orang penting ya,,, " goda Salma, ikut berdiri dan menyalami Syifa.

"Enggak belajar aja" sahut Syifa, menutupi kelebihanya. Bahkan dari caranya tadi berbicara dengan Deni terlihat jelas Syifa sudah menjalankan bidang ini cuku lama, cara bicaranya juga sudah menampakkan bahwa ia orang yang profesional.

"Assalamualaikum" salam Deni cepat sebelum mengikuti Syifa yang berjalan cepat menuju mobil Deni.

Salma mengiring kedua orang itu hingga depan cafe, memastikan tamunya pergi dengan baik-baik saja. Lalu ia kembali masuk, duduk di administrasi sebentar. Mengecek uang dan pemasukan yang tercatat dalam waktu dekat ini.

Lumayan, ternyata memiliki mitra kerja Deni tak buruk. Nyatanya papa Syifa saja percaya pada Deni. Mata Salma mencari karyawanya, setelah melihat Mina, karyawanya ia segera berpamitan untuk pergi mencari buku lagi. Atau mungkin pulang.

Salma bukan tipe orang yang mudah menaruh curiga pada orang lain, jadi ia menyerahkan jam penutupan juga kunci cafe pada karyawanya yang mendapat shift malam. Toh di cafenya juga dipasang CCTV.

Ia sudah tak sabar menceritakan pertemuanya dengan Syifa barusan kepada Azam. Sekarang ia tak pernah absen bercerita pada Azam, dulu kepada uminya sekarang kepada Azam.

Salma menyetir mobilnya perlahan menunggu lampu merah dan melawan macetnya kota yang macetnya tak separah hari biasanya. Ia memasuki perempatan dan berhenti pada sebuah rumah dengan gerbang yang sudah di buka oleh seseorang.

Itu pak Agus, ia sudah kembali pagi tadi dan saat Salma meminta pak Agus untuk istirahat, pak Agus menolak halus penawaran itu, justru ia langsung mengerjakan tugasnya.

"Mari pak" sapa Salma ketika sampai disisi gerbang.

"Mari mbak" pak Agus mengangguk kecil lalu menutup kembali gerbang setelah mobil Salma masuk kedalam.

"Mas Azam belum pulang pak?" tanya Salma saat melihat mobil Azam belum tampak di garasi.

"Belum mbak"

Itu hanya cara berbasa-basi untuk menyapa pak Agus sebenarnya, tanpa bertanya pun ia tau suaminya belum pulang. Entahlah sejak suaminya berpindah ke perusahaan abinya, Azam menjadi lebih sibuk dan jujur saja Salma tak terlalu suka Azam yang selalu sibuk dan tak ada waktu untuknya.

Salma menghela nafas panjang, lalu kembali menggerakkan kakinya, menginjak gas dan membawa mobilnya masuk kedalam garasi. Ia membuka pintu mobil, berjalan pelan menuju kedalam rumahnya.

Sampai di dalam rumah ia menarik nafas panjang, merasakan rumahnya yang terasa sunyi.

"Mungkin aku belum terbiasa" batin Salma, menenangkan dirinya sendiri.

***

Sengaja masukin tokoh baru karena gak tau mau di bawa kemana ceritanya, maaf ya kalo makin absurd ~

Khitbahmu Calon ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang