36

60.7K 2.9K 4
                                    


SALMA mendekorasi cafenya sendiri dengan bantuan dari Deni dan karyawanya. Sesekali Syifa mengecek seberapa jauh kemajuan untuk dekorasi acara perusahaan papanya nanti.

Salma menyapu keringat yang ada di keningnya, sudah tiga hari ini ia mendekorasi tempat ini. Tentunya harus menutup cafe yang beroperasi mulai jam 10 pagi sampi jam 10 malam itu. Awalnya sayang, namun melihat balasa setimpal dari Syifa rasanya tidak apa-apa.

"Minum dulu Sal" panggil Faiyah.

Salma menggelengkan kepalanya, ia sedang tak ingin beristirahat sekarang.

"Dikit aja, jangan maksain diri" bujuk Faiyah.

Mendengar bujukan tulus Faiyah, akhirnya Salma mengambil minuman yang sudah Faiyah angkat ketika Salma memberikan tanganya untuk meraih gelas.

Salma sedikit menunduk karena posisinya yang berdiri di atas kursi yang cukup tinggu, ia menarik minuman yang di berikan Faiyah, namun naasnya ia terjatuh dari ketinggian kursi.

Bruk,,,

"Ya Allah Salma" seru Faiyah, mendekati Salma yang terjatuh tak jauh dari kakinya.

Faiyah membantu Salma berdiri, langkahnya tertatih. Meski Salma terkenal dengan kecerobohanya, tapi tak pernah sekalipun ia membuat dirinya celaka. Dan ini kali pertama ia terjatuh setelah ia dewasa.

Salma meringis kesakitan, ia menahan perih kakinya dan berusaha berdiri menjangkau sofa yang tak jauh dari tempatnya terjatuh dengan bantuan tangan Faiyah.

"Sakit?" pertanyaan yang tak berarti sebenarnya, tapi Salma mengangguk ketika pertanyaan itu terlontar dari Deni.

Deni membawa kotak P3K yang pasti akan berguna, ia memegang kaki Salma. Sedang Salma menyingkirkan kakinya cepat.

"Maaf, tapi bagaimana kalo kaki mbak Salma cedera" ucap Deni.

Salma menimang ucapan itu sesaat, melihat ke arah Faiyah meminta solusi. Faiyah mengangguk tipis karena ia sendiri takut Salma terluka. Akhirnya Salma memajukan kakinya memberikanya pada Deni, tak masalah seharusnya karena terhalang kaus kaki.

"Tahan ya mbak" Deni memutar kaki Salma cukup keras hingga bersuara.

Ingin rasanya Salma menendang Deni, jika tidak ingat itu adalah manusia. Sangat sakit. Jujur.

Krek,,,

"Aduh" pekik Salma. Dari suaranya bisa ditebak itu sangat sakit.

Salma meneliti kakinya yang sudah terasa lebih baik, beruntung kali ini hanya kaki yang terkilir. Jatuh dari ketinggian kursi yang bisa menyentuh atap cukup tinggi tentu bisa berakibat lebih fatal.

"Makasih" ucap Salma masih dengan memegangi kakinya.

"Harusnya kamu yang naik tadi" Faiyah memarahi salah satu asisten Salma yang bergender lelaki.

"Nanti biar saya yang naik" ucap Deni, menengahi Faiyah dan karyawan Salma.

Salma yang di bantu, tapi Faiyah yang tersanjung dengan kebaikan Deni, ia mendekati Deni untuk memastikan lelaki itu masih single, meneliti wajah lelaki itu dengan seksama.

"Makasih sekali lagi" kata Salma, lagi.

Deni mengangguk dan mengemasi kotak P3K yang ada di tanganya, lalu membawanya pergi dari hadapan Faiyah dan Salma. Karena risih melihat Faiyah yang tak berhenti melihatnya.

"Sama-sama" ucap Deni lalu akhirnya berbalik dari hadapan Faiyah dan Salma.

***

Kaki Salma tampak memerah, juga ungu atau mungkin hijau. Entahlah yang pasti kakinya sekarang lebam dan tanganya juga. Beruntungnya kursi tadi tak ikut terjatuh di atas tubuhnya.

Ia berjalan tertatih memasuki kamarnya dan merebahkan tubunya di atas kasur. Rasanya sangat lelah tiga hari ini harus menghandel urusan cafenya sendirian. Dan ia harus terbiasa untuk semua ini.

Jemari Salma merogoh tas yang ada di nakas mencari benda pipih yang seharian ini tidak ia pegang sama sekali. Hari masih cukup siang, setelah sholat dzuhur dengan duduk dan meluruskan kedua kakinya karena kecelakaan ini, akhirnya Salma memutuskan untuk pulang lebih awal.

Setelah menemukan benda pipih itu, Salma menekan ikon whatsapp, mengetikkan pesan beberapa kali kepada suaminya. Lalu memencet gambar telpon. Yang tak kunjung mendapat balasan.

Ia harus berpositif thingking, mungkin suaminya memang sibuk. Dulu sebelum menikah ia juga pernah mengalami ini, jadi ia harus lebih kuat dari dulu bukan, begitu fikirnya.

"Assalamualaikum" salam Salma kepada kontak lain.

"Waalaikumsalam" jawab salam seseorang dari sebrang.

"Apa Sall" tanya orang itu.

"Bantuin dong" pinta Salma sedikit manja.

"Oke aku on the way"

Lalu nomor itu mati. Faiyah memang tak pernah mengecewakan Salma dalam hal menemani ini karena Faiyah tidak memiliki pekerjaan lain setelah lulus tak jauh dari hari Salma lulus. Lebih sering di sebutnya pengangguran.

Salma menatap telponya nanar lalu memejamkan matanya, tidur siang diantara waktu menunggu ashar memang ampuh untuk menghilangkan lelah juga menghilangkan sedikit penat.

Ashar juga bisa menjadi alarm agar tidak terlalu lama terlelap ditidur siang.

***

Dentingan bel rumah memenuhi rumah Salma. Pemilik yang sekarang tidur sendiri dikamarnya itu mengerang kecil meregangkan tubuhnya. Lalu meringis karena kakinya yang masih sakit.

Ia memakai sandal rumahnya dengan hijab yang masih menempel di kepalanya sejak ia pulanh kerja hingga tertidur tadi. Ia berjalan tertatih dan membuka pintu untuk tamu agungnya yang sepertinya sudah sampai.

"ASSALAMUA... " teriak Faiyah hendak berteriak lebih keras jika saja Salma tak kunjung membuka pintunya.

Faiyah terkekeh merasa bersalah saat Salma sudah membuka pintu, hampir ia berteriak di rumah Salma.

"Waalaikumsalam" jawab Salma.

"Minta temenin doang kan?" tanya Faiyah.

"Ya bantuin juga lah, butuh makan juga" Salma memasang wajah lemas. Lalu berjalan masuk dengan kaki terpincang-pincang.

"Aku bantuin"

Faiyah memapah Salma masuk, berjalan kedalam rumah dan mendudukkanya di sofa. Setelahnya Faiyah mengambilkan makan dan minum untuk Salma lengkap dengan sendoknya.

"Makasih Faiyahhh"

"Emang suami kamu kemana?" tanya Faiyah. Memutar pandanganya mencari Azam yang pernah jadi dosenya. Dulu.

"Suamiku? sibuk" jawab Salma, ia terus memasukkan nasi kedalam mulut tanpa berniat mengunyahnya. Ia tak mau menjawab pertanyaan Faiyah.

Salma melihat ponsel yang ada di meja. Sejak tadi mati dan Salma juga malas menyentuhnya, ia tak mau membuka lookscreen atau apapun itu tentang ponselnya. Ia takut jika tak mendapat balasan dari suaminya.

Dan lalu, kecewa.

***
TBC

Khitbahmu Calon ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang