20

64.3K 3.4K 10
                                    

"Sandiwara yang membawa berkah"

***

SALMA membuka kaca pintu mobil, hawa dingin menyeruak mengalahkan AC yang kini sedang hidup dengan suhu terendah, hawa di Magelang memang paling nikmat karena di tempat tinggal Salma ia jarang merasakan suhu sedingin ini. Ia sangat mensyukurinya.

"Gak dingin?" tanya Azam dengan melirik jendela yang mulai berembun, lantas tanganya memegang lenganya yang memegangi setir mobil memberi kode pada istrinya bahwa ia yang kedinginan.

"Enggak" senyum Salma tulus, ia sangat menikmati pemandangan menuju ke atas villa ini, begitu menakjubkan. Ini pengalaman pertamanya. Namun, manik matanya mendapati Azam terus menggosok lenganya.

"Mas kedinginan?"

Azam menaikkan alisnya dengan sedikit menolehkan kepalanya beberapa saat, lalu ia menggelengkan kepala "enggak" jawab Azam, sembari melepas tanganya yang menggosok tanganya yang lain.

Sadar Azam mengelak demi membiarkan dirinya menikmati pemandangan luar, Salma lekas menutup jendela mobilnya. Dan mematikan AC mobil.

"Kenapa di tutup?"

"Gak papa dingin aja" alibi Salma.

Cahaya dari rumah-rumah di bawah sana mulai mengecil dan semakin mengecil, ketinggian mobil Azam dan keluarganya semakin memuncak mendekati villa dengan nuansa tradisional yang sudah umi Hindun pesan itu. Setelah benar-benar sampai, Salma turun dari mobil lebih dulu, mengambil kue yang kemarin sore ia buat dengan suaminya. Kemudian ia menghampiri umi Hindun.

"Indah ya Sal" ucap umi Hindun, matanya menerawang jauh sesekali menarik nafas, menghirup segarnya udara fajar.

"Iya umi, banget" sahut Salma. Membenarkan, udara disini memang jauh berbeda dengan tempat tinggalnya.

Umi Hindun mengelus kepala Salma lembut, sejak dari dulu ia memang menginginkan anak perempuan dan sekarang keinginanya terwujud melalui menantunya. Tinggal menunggu satu lagi bidadari atau pangeran kecil dari Salma.

"Agnes kok gak ikut mi?" tanya Salma pada umi Hindun, setahunya Agnes adalah saudara Azam dan selalu menempel pada Azam atau umi Hindun.

"Enggak, dia ada acara katanya" umi Hindun berjalan menggandeng anak gadisnya memasuki villa dengan tembok kayu bambu yang mengkilap "Assalamualaikum" ucap umi Hindun, hampir berbarengan dengan Salma.

"Gimana Sal?" tanya umi Hindun pada Salma.

Jemari Salma yang sibuk menyibakkan gorden ruang tengah mendadak terhenti "apanya mi?"

"Itu dedeknya, udah ngisi belum?"

Salma tak tau harus menjawab apa, dengan tertegun ia memaksakan senyumnya lalu menarik  hijabnya ke belakang, membenarkan letaknya.

"Sabar umi, nanti kalo udah rezekinya, Azam sama Salma langsung ke rumah umi ngasih kabar bahagia" jawab Azam dengan merangkul bahu Salma.

Salma lega karena ada Azam yang datang membantunya menjawab. Andai tak ada Azam mungkin ia hanya akan tersenyum saja tanpa tau harus menjawab apa. Meski ia tak biasa dengan rangkulan Azam.

"Iya nanti kasih tau ya"

"Secepetnya dong" sahut saudara Azam yang lain, dan beberapa saudara Azam yang berumur masih muda, mereka terus meneriakki Azam dengan kata segera.

Wajah Salma menghangat ketika keluarga besar Azam membahas tentang hal sensitif seperti ini.

"Gak usah malu kak, kak Azam gak ganas kok"

Teriak Mahesa yang Salma tau sebagai saudara Azam namun memiliki arah yang berbeda dari keluarganya. Keluarga Azam terkenal dengan islam yang kental, namun Mahesa memilih dunia musik karena baginya musik adalah segalanya.

"Mahesaa hayo gak boleh" umi Hindun menunjuk Mahesa dengan jari telunjuknya, mencoba memperingatkan anak lelaki itu agar tidak berfikiran kotor.

"Canda mi" sahut Mahesa. Keluarga Azam memang saling memanggil satu sama lain dengan umi dan Abi kecuali Azam memanggil Abinya dengan sebutan Ayah.

"Yaudah ayok sholat, habis itu kita istirahat, besok baru jalan-jalan ya"

Umi Hindun membawa Salma ke rangkulanya, ia sangat sayang pada menantu pilihanya itu "kamu wudhu dulu ya nak, nanti umi nyusul"

"Iya mi" jawab Salma. Ia berjalan menuju ke tempat wudhu. Di villa ini juga di sediakan mushola kecil, sengaja umi Nur memilih villa dengan mushola agar memudahkan berjamaah bersama.

Belum sempat mengambil air wudhu, Salma kesulitan membuka kancing lengan gamisnya.

"Sini aku bukain"

Azam mendekati Salma, membukakan kancing itu, jarak mereka hanya sebatas jengkal Azam, terlalu dekat bagi Salma.

"Aku?" tanya Salma tak biasa dengan kata aku yang baru saja di ucapkan Azam.

"Iya, saya bakal biasain pake kata aku selepas dari sini sekalipun" titah Azam, menjelaskan. Padahal sebenarnya ia sendiri malu ketahuan Salma memakai kata aku.

"Makasih mas"

"Sama-sama"

"Aduhhh cweet banget cihh" Mahesa lagi. Lelaki itu sedari tadi memperhatikan kedua kakaknya yang sedang berbincang kecil di depan tempat wudhu.

"Apa sih Sa" sahut Salma. Ia segera berbalik meninggalkan Mahesa sendiri yang masih cengengesan karena puas melihat Salma malu di goda.

Setelah semua selesai bersiap-siap sholat berjamaah,  Hendra memulai sholat setelah di qomat i oleh Mahesa. Sholat subuh yang terdiri dua rakaat mereka selesaikan dengan sempurna, lengkap dengan doa qunut.

Suami istri saling mencium tangan, begitu juga orang tua dan anak. Keluarga yang sangat rukun, tambah lagi keluarga ini memiliki banyak anggota, berbeda dengan keluarga Salma yang bisa di hitung jari.

Salma mengambil atungan tangan Azam lalu menciumnya sejenak, tubunya menghangat padahal udara disini dingin. Ternyata mencium tangan Azam berpengaruh, tau begitu dari tadi ia mencium tangan Azam.

"kamu istirahat lagi aja nak, sekalian sama Azam diajak tadi capek kan nyetir" ucap umi Hindun dengan melipat mukena yang tadi ia pakai.

"Ah iya umi" jawab Salma.

Lalu ia berdiri bersamaan dengan umi Hindun, menghormati yang lebih tua jadi ia meminta umi Hindun masuk ke kamarnya lebih dulu. Padahal ia hanya menunda nunda untuk masuk ke kamarnya.

Ceklek,

Knop pintu terbuka, menampakkan Azam meringkukkan tubuhnya karena dingin. Harusnya ia tau kalau di dalam almari ada selimut cadangan. Salma membuka almari mengambil selimut dan memakaikanya pada Azam.

Tubuh Azam terlihat lebih lurus, artinya rasa dinginya berkurang. Untuk hari ini ia mengecualikan dirinya tidur di samping Azam, untuk kali ini saja. Toh ia suami istri yang sah. Namun jujur saja Salma masih takut berada di dekat lelaki, meski itu Azam-suaminya sekalipun.

Bismillah, batin Salma untuk menetralkan ritme jantungnya.

Kemudian ia naik ke atas ranjang dan memakai selimut yang berbeda dari milik Azam yang tadi ia ambil dari almari. Setelah beberapa menit, Salma terlelap melupakan Azam yang juga tertidur di sampingnya.

***
TBC

Khitbahmu Calon ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang