28

56.4K 3.1K 29
                                    

HATI Salma berdegup lebih cepat. Setelah tadi meninggalkan adiknya -Maryam di parkiran sendirian, ia berjalan ke gedung J. Gedung yang sama dengan Azam. Karena ruang dosen Azam juga ada di gedung ini, dan itu membuatnya panik.

Panik bertemu suaminya sendiri?

Tampak seperti lelucon, tapi sungguh Salma panik.

Dengan setengah keberanianya ia memberanikan diri lewat ruang dosen. Ia sengaja melewati depan ruang dosen untuk membuatnya bertemu Azam. Agar semua terlihat secara tak sengaja seperti di film lalu Azam mau memaafkanya. Mungkin saja.

Dengan menahan rasa percaya dirinya yang hampir pupus Salma memberanikan diri berhenti didepan ruang dosen.

Salma mengintip sedikit, hingga seseorang membuka pintu ruang dosen, lalu ia berpura-pura akan menaikki tangga. Alibi terbaik untuk saat ini. Hampir saja ia benar-benar melangkah jika seseorang tak menahanya dengan memanggil namanya.

"Salma"

Salma menengok dan turun dari anak tangga pertama, lalu mencium punggung tangan milik orang itu. Sembari menahan rasa takutnya, beruntung yang membuka pintu bukan orang yang ia cari.

"Miss Ike" sapa Salma.

Dosen bahasa Inggrisnya itu tersenyum manis "nyari pak Azam?"

"Iya miss"

"Lho hari ini pak Azam ada izin saya dengar, kamu gak tau?"

Salma diam karena memikirkan kemana perginya Azam tanpa memberitahu Salma.

"Miss terlalu ikut campur ya" imbuhnya. Menolak halus jawaban Salma. Karena mahasiswanya itu tampak enggan menjawab

Miss Ike menepuk pelan pundak Salma "kalo ada masalah di selesaiin baik-baik, namanya juga nikah muda pasti ada aja" pesan Miss Ike kemudian berlalu. Seakan ia tau masalah Salma.

Salma mematung beberapa saat. Lalu ia merubah arah langkahnya dari tangga menuju ke lift lantai 2 memasukinya dan bersiap naik ke lantai 5- ruang kelasnya hari ini. Mungkin hari ini ruang kelasnya akan kosong karena ini jam mengajar Azam.

Dalam otak Salma ia berfikir cara mengatasi pertanyaan teman-temannya. Namun, dalam hatinya ia bergumam kemana perginya Azam hingga memilih tidak masuk.

Ia sedikit melamun tanpa memperhatikan jam, saat ia masuk ke ruang kelas ia mendapati pak Cokro tengah duduk dengan menatapi Salma tajam. Lalu ia melihat ke Faiyah yang duduk di depan, Faiyah menggeleng, tidak tau apa yang harus di lakukan.

"Assalamualaikum" salam Salma lalu mendekati pak Cokro.

"Maaf pak telat"

Pak Cokro menatapnya galak "saya sudah tau"

Salma menghela nafas lega, diikuti tawa teman-temannya karena jawaban pak Cokro. Ia bersyukur hari ini pak Cokro berbaik hati dan tidak menghukumnya. Biasanya dosen yang sudah berumur itu akan meminta mahasiswa telat untuk keluar dari kelasnya.

"Kenapa hari ini di gantiin pak Cokro sih, Azam gak tau apa dia dosen kek gimana" maki Faiyah kesal.

Salma hanya mengedikkan bahu, pura-pura memperhatikan penjelasan pak Cokro, dari pada harus membahas Azam di depan Faiyah. Pasti Faiyah juga akan menyalahkanya karena memilih mengikuti Mulan untuk bertemu dengan Yudhistira.

***

"Kamu gak mau nelpon Salma?" tanya wanita itu.

Ia memasukkan sesuap demi sesuap nasi ke dalam mulutnya, lalu melumatnya cukup lama karena keadaanya yang belum benar-benar membaik dan menelanya dengan tenang. Sembari menunggu lawan bicaranya angkat bicara.

"Kalo aku jadi Salma mungkin aku bakal lebih egois, Salma yang berusaha ngehubungin kamu sebanyak itu berarti dia peduli sama kamu"

Agnes berhenti sejenak, menahan sakit hatinya sambil memikirkan apa yang bisa ia nasehatkan pada Azam agar tidak salah. Ia sudah tidak memiliki kesempatan untuk menjadi makmum Azam jadi menjadi tempat beradu Azam bagi Agnes adalah suatu hal keberuntungan dan itu lebih baik dari pada tidak sama sekali.

"Jangan childish lah Zam, mikirin Salma juga, abinya baru aja gak ada dan kamu,,,, "

Agnes tak tega melanjutkan ucapanya untuk menjelaskan maksutnya.

"Kamu minta maaf ya" bujuk Agnes dari lubuk hatinya paling dalam.

Setelah memdengar cerita Azam ia mulai bisa menerima kenapa Salma si beruntung bisa mendapatkan Azam, orang yang sejak dulu ia harapkan jadi suaminya.

Salma memang belum sedewasa dirinya atau Azam namun sifat dan perilakunya sudah bisa membimbing siapapun untuk menjadi lebih baik. Sifatnya lebih dewasa bahkan ia lebih bisa menghadapi Azam di bawah musibahnya sendiri yang belum lama ini.

Setelah mengantar Maryam tadi ia memutuskan bertemu dengan Agnes di warung depan kampusnya, tadi juga ia sempat mendengar keluh kesah Maryam karena mood Salma yang sangat hancur saat mengantar Maryam ke sekolahnya yang tak jauh dari kampusnya.

Setelah dua kali mendengar bujukan juga mendengar sekali seputar keluh kesah Salma dari Maryam akhirnya Azam luluh juga, kali ini Agnes dan Maryam benar. Meski Maryam anak kecil, Azam akui ia memiliki pemikiran dewasa. Kali ini ia harus mengalah, dan begitu seterusnya.

Azam menarik es teh di depanya, meminumnya hingga habis. Lalu tanganya mengambil kunci mobil dan berdiri.

"Mau kemana?" tanya Agnes pada Azam yang tiba-tiba berdiri tanpa pamit.

"Kampus" jeda sejenak "mau ngajar, hari ini aku tukeran jam"

Baru beberapa langkah ia berhenti lagi "makan aja, nanti aku yang bayar, makasih Nes"

Agnes menghela nafas panjang. Menatapi kepergian Azam yang hanya menyisakan bayangan punggungnya. Ia mengingat jelas semuanya, sedari dulu memang Azam menyukai Salma. Hanya saja ia takut bberspekulai. Ia tetap percaya pada dirinya bahwa ia memiliki kesempatan dari Azam. Namun pada akhirnya ia bukan apa-apa bagi Azam selain dianggap adik.

Sejak setengah tahun lalu, jika menyangkut Salma ia akan selalu jadi nomor dua. Dan hari ini ia membuat dirinya sendiri di nomor duakan lagi. Demi keutuhan rumah tangga Salma dan juga Azam.

Ia berkorban,,

Karena ini sudah kewajibanya, toh ia juga tak mau tertimpa dosa hanya karena cinta yang tak bisa dimilikinya.

Ia masih memiliki Allah untuk pegang teguh kedepanya.

***
TBC

Khitbahmu Calon ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang