4

76.1K 3.9K 7
                                    

SETELAH kejadian beberapa hari lalu,  Azam masih saja merasa bersalah pada Salma. Meski ucapan uminya tak berniat menyinggung Salma tapi wanita itu pergi begitu saja masih menjadi tanda tanya baginya.

Ah biarlah,

Azam menarik sajadahnya kemudian melipatnya dan meletakanya di samping Al-quran. Hari ini ia izin dulu pada Allah tentang mengaji Al-quran, ia harus membaca beberapa materi untuk mengajar pagi nanti, karena semalam ia terlalu lelah hanya untuk sekedar memegang laptopnya

Setelah merasa cukup memahami materinya, Azam keluar dari kamar, mencari gelas dan meminum seteguk air putih, kebiasaan sejak kecil yang tak pernah ia rubah sekalipun.

"Udah selesai belajarnya?" tanya ayah Hendrik.

Azam melihat ke sumber suara, ayahnya ia memang berbeda memanggil ayahnya dengan sebutan ayah karena ayah Azam bukan orang tua kandungnya.

"Udah yah,,, " jawab Azam.

Lelaki yang tingginya hampir se Azam itu  menggantung pecinya didinding. Lalu ia mendekati Azam, ikut mengambil air putih dari gelas yang sama dengan milik Azam. Itu sudah hal biasa bagi ayah Hendrik. Ia bersyukur mendapat ayah seperti Ayah Hendrik, ayah yang mau merawat anak uminya seperti anaknya sendiri tanpa menuntut apapun itu.

"Nanti berangkat jam berapa?" tanya ayah Hendrik lagi.

"Jam setengah 8 paling yah"

"Kok jam setengah 8, jam 7 dong, sekalian anterin makanan nih buat Salma sekalian di jemput, masa cantik gitu gak tipe kamu" jelas umi Hindun panjang lebar, suaranya berasal dari dapur.

Lagi, tentang Salma. Jika di tanya tentang tipe tentu ia akan menjawab iya. Tak ada yang bisa menolak, apalagi Salma yang tertutup hijab menjadikan tampilan gadis itu lebih indah.

Namun mengingat kemarin hanya karena guyonan kecil Salma tiba-tiba pamit dan pergi. Pasti ada satu hal yang mengena dari ucapan uminya, ia sendiri tidak tau apa itu. Hingga sekarang ia masih penasaran, tapi itu bukan urusan Azam.

"Salma tuh di tinggal pas udah di khitbah" ucap umi Hindun, begitu mendapati Azam terdiam, seakan uminya bisa membaca apa yang anaknya fikirkan.

Azam menolehkan kepalanya melihat uminya "terus mi?"

"Ya gitu, udah 2 bulan ini di khitbah tapi anaknya gak ada pulang dan keluarganya seakan gak peduli, dan satu bulan lagi tanggal nikahnya" terang umi Hindun "itupun kalo anaknya balik"

Azam tidak tau jika Salma di tinggal oleh calon suaminya, dilihat dari paras dan sikapnya yang selalu bahagia ia mengira Salma masih anak-anak yang asyik bermain sana sini.

Ternyata apa yang sudah si rencana belum tentu berjalan -batin Azam.

Kemudian ia memilih mandi dan bersiap pergi ke kampus sembari menyibukkan dirinya dengan otaknya sendiri. Menepis rasa ingin lebih taunya tentang Salma.


***

Gamis warna marun berpadu sempurna dengan hijab warna senada di tubuh Salma, hari ini Salma memilih naik motor sendiri mengingat ponselnya masih di sita Azam. Dosen barunya.

"Umi Salma berangkat" teriak Salma. Kakinya melangkah mencari uminya, setelah mendapati uminya mencuci piring di dapur Salma segera mencium tangan dan pergi, tidak lupa disertai salam tentunya.

Kunci motor dengan gantungan warna hijau ia mainkan di jarinya. Salma kemudian menghampiri pasangan kunci itu, scoopy warna merah terparkir di garasi depan sepeda Maryam.

Beberapa kali Salma mencoba memajukan motornya dengan gas tapi motornya seakan bergoyang, ia yakin ban nya bocor atau gembes. Ia menuruni motor, melihat ban belakangnya yang menjadi sumber masalah, benar ban motornya bocor. Ini karena motornya terlalu lama dimuseumkan di garasi.

Salma jongkok di depan motor dengan mengetuk ketuk badan motor. Hingga klakson mobil menggantikan kekhawatiranya menjadi gemas, sekaligus merasa beruntung. Ada ide yang terlintas di otaknya.

"Eh pak Azam" sapa Salma, sok baik.

"Assalamualaikum" salam Azam, mengabaikan sapaan Salma.

"Waalaikumsalam pak, wah makanan ya" Sahut Salma dengan menarik rantang di tangan Azam tanpa merasa sungkan atau apapun.

"Iya, kalo begitu permisi, assa.. "

"Pak tunggu"

Azam mengikut permintaan Salma, setelah gadis itu masuk dan meletakkan rantang ia kembali dan masuk ke dalam mobil Azam tanpa permisi. Namun masih di tempat yang sama, yaitu di kursi belakang.

"Ikut ya pak, motor saya ban nya bocor, mau naik grab hp di bapak"

Azam tak bisa berbuat banyak, ia hanya mendesahkan nafas kesal. Lalu ia mengemudikan mobilnya, ketiga kalinya ia membiarkan Salma menjadi penumpangnya.

Padahal sedari rumah ia sudah berniat mengajak Salma untuk ke kampus bersama, itupun karena permintaan orang tuanya. Semua terasa kebetulan bagi Azam hari ini, tanpa menawari wanita itu, Salma sudah meminta untuk berangkat bersama.


***

Parkiran terasa asing bagi kedua orang itu, tentu tak aneh lagi jika anak-anak membicarakan dosen baru dengan Salma. Beberapa anak tampak sibuk melihat, ada yang diam-diam dan blak-blak an melihat tanpa sungkan.

Ada juga yang langsung membicarakan, ada yang di pendam dan di jadikan tema ghibah untuk nanti. Salma membuka bukunya begitu kakinya menapak tanah dari dalam mobil, ia melihat jadwal yang hari ini di gedung G. Bertepatan dengan gedung dosen Azam.

Salma berjalan menguntit Azam, tak ada niat begitu sebenarnya tapi karena gedung mereka sama jadi seperti terlihat begitu.

Mereka terpisah begitu sampai di lantai 2, Azam memasuki ruangan sedangkan Salma masih harus naik ke lantai berikutnya. Tapi sebelum itu Azam mencegah Salma sebentar.

"Salma"

"Iya pak" jawab Salma.

"Nanti kalo pulang panggil saya aja gak papa"

Masih dengan tatapan heran dan tak percaya Salma menaiki anak tangganya kembali, melihat ekspresi temanya Faiyah langsung menepuk keras pundak temanya.

"Enak ya,,, dapet dosen ganteng" goda Faiyah.

"Mana ada" sahut Salma mengeles.

Tentu Faiyah tau, ia sengaja sejak dari parkiran membiarkan Salma terjebak dengan rasa tak enaknya terhadap Azam.

"Heh tadi tuh aku ngikutin kamu sampe tangga nih"

Salma melirik Faiyah, ia memberi tatapan seakan ia sedang menakuti anak kecil "terua ngapain gak sapa he? kamu tau suasanya tuh mencekam tau gak sih"

"Ada ada aja, enak tau masih di tawarin tumpangan pulang. kok bisa sih?"

"Pwanjang ceritanya, perlu ke akar tuntas kalo cerita" jawab Salma.

Salma masih merasakan hawa tak enak apalagi setelah turun dari mobil Azam, ia tau masih banyak yang memperhatikanya. Mata Salma kemudian balas melihat mereka semua, lalu yang melihat Salma secara gamblang segera berpindah dari tempatnya dan menundukkan kepala karena sudah ketahuan.

"Rasain" seru Faiyah karena merasa puas melihat mereka kelimpungan di balas tatap oleh Salma.

Lalu ia mendapat jitakan kecil dari Salma, karena seorang dosen tua sudah masuk ke dalam ruang kelas siap memulai mata kuliah.

***
TBC

Khitbahmu Calon ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang