Rumah yang sudah lama tidak Salma jamah itu tetap sama, harumnya bunga lavender di sudut ruangan dan tatanannya, semua tetap sama. Ia memang hanya beberapa hari dirumah uminya, tapi semua terasa sangat lama, karena terbumbui banyak masalah didalamnya.Setelah salam dan membuka pintu utama, harum masakan tercium pekat dari arah dapur, ia heran siapa yang memasak di belakang sedangkan Azam berdiri di belakangnya dengan parsel buah.
Salma berjalan ke dapur di ikuti Azam, ia membelalak mendapati siapa yang ada di dapur hari ini.
"Mbok?" Salma mendekati asisten rumah tangga rasa nenek dan ibu bagi Salma, begitu juga Azam.
"Kok mbok disini? kata mas Azam mbok udah berhenti?"
Mbok menghentikkan aktifitas memasaknya dan mengecilkan api kompor "katanya masa Azam sibuk kemarin mbak"
Salma melirik kecil Azam, merasa bersalah karena ketidak beradaanya kemarin di rumah ini.
"Sekarang udah gak lagi kayanya mbak"
Mbok Marni tersenyum menggoda suami istri itu, sedang Salma bersemu merah dan Azam tampak salah tingkah ketika mata mereka tak sengaja bertemu saat saling melihat satu sama lain.
"Ya udah mbok, Salma mau ke kamar dulu ya,,,,"
Pamit Salma pada wanita paruh baya yang kini sudah kembali memutar tombol kompor dan kembali memasak.
"Saya ngerapiin barang dulu mbok" begitu juga Azam ia ikut pamit, mencari alibi untuk menghindari salah tingkahnya terhadap diri sendiri yang sudah sangat kentara di mata mbok Marni.
Awalnya rumah terasa lenggang, hanya suara alat masak yang berbenturan satu sama lain. Salma yang selesai melaksanakan sholat dhuha mendengar suara salam beberapa kali, ketukan pintu dan dering bel dari kamarnya.
Ia lekas melepas mukena yang ia pakai, dan mengintip keluar. Beberapa saat ia menatap Azam yang berdiri di ruang tamu yang juga akan membuka pintu. Salma menatap Azam bertanya-tanya, begitu juga Azam.
Akhirnya ia memutuskan membuka pintu lebih dulu, melenyapkan rasa ingin tahunya.
"Assalamualaikum" ucap seseorang yang masih mengudara. Karena belum di jawab.
"Iya Waalaikumsalam" jawab Salma dengan memakai hijabnya. Lalu membuka pintu utama itu.
"Umi, ayah" ucap Salma, kaget melihat mertunya sudah berdiri dengan senyum sumringah.
Salma yang masih dengan rasa tak percayanya langsung mendapat pelukan hangat dari umi Hindun. Mengelus pundak anak gadisnya itu.
"Salma, kamu udah baik-baik aja kan?" tanya umi Hindun, suaranya mengecil hampir hilang karena tertelan serak tangis yang tertahan.
"Baik kok umi" jawab Salma.
Ayah Hendrik mengelus istrinya pelan "udahlah mi, jangan bikin Salma makin sedih"
Umi Hidun melepas pelukanya, sedang Salma menggandeng mertuanya masuk ke dalam dengan barang bawaan yang di bawa ayah Hendrik.
"Mas" panggil Salma pelan.
Si pemilik nama yang sedang fokus melihat berita terkini berhenti sejenak dan menolehkan kepala. Ia ikut kaget melihat orang yang sedang berdiri bersama Salma sekarang. Azam lekas berdiri dan menghampiri umi dan ayahnya, kemudian ia bergantian menyalami orang tuanya.
"Umi, ayah?"
"Kenapa umi nangis?" tanya Azam dengan memastikan keadaan uminya ketika ia melihat sisa bulir air mata di sudut mata uminya.
"Biasa, terlalu melankolis" sahut Ayah Hendrik, kemudian mendapat pukulan kecil dari umi Hindun.
"Ini bukan drama, Salma emang habis kena musibah kan" umi Hindun tak mau kalah.
Salma tersenyum tipis "udah berlalu kok mi"
"Tetep aja"
"Umi tumben kesini?" tanya Azam pada uminya cepat reda dari kekesalanya.
"Iya, umi mau jenguk Agnes, sekalian mampir sini" uminya berdehem sebentar "sekalian nginep sih"
"Gak usah mi, ganggu mereka" cegah ayah Hendrik agar istrinya tak menginap disini, toh rumah mereka dekat.
"Gak ganggu, pokoknya umi mau nginep sini" umi Hindun mendekati Salma "apalagi Salma, pasti butuh temen curhat sama butuh hiburan kan"
"Ya udah gapapa lagi yah" Salma membela umi keduanya. Padahal dalam hatinya ia sedikit was-was jika sampai umi Hindun masuk ke kamarnya dan mendapati barangnya masih seutuhnya disana.
"Kalo gitu umi pamit dulu ya, nanti umi balik lagi, sama minta mbok Marni nyiapin makanan, kita makan malam bareng-bareng"
"Iya mi, hati-hati ya"
Salma mengiringi umi dan ayahnya keluar rumah, memastikan hingga mobil kedua orang tuanya sudah hilang di perempatan.
"Beruntung kamu sudah balik" kata Azam, wajahnya menunjukkan bahwa ia bersyukur dengan kembalinya Salma.
Azam menghela nafas lega, lalu menghampiri Salma dan menutup pintu utama. Ia membawa istrinya menuju ke ruang tamu, sembari ikut memastikan orang tuaya tak kembali dalam waktu dekat.
"Sekarang kita beresin barang dan pindah ke kamar aku"
Salma perlu berfikir sebentar dengan diamnya "siapa?"
"Ya kamu lah,,, Salma" ucap Azam dan mendahului masuk kamar Salma, ia melihat kamar Salma kali ini, lebih rapi dari biasanya. Meskipun biasanya juga rapi.
Lalu ia mengambil koper dari atas almari memasukkan beberapa alat make up Salma secara acak kedalam koper. Dan bergegas membuka pintu almari Salma.
Namun, tangan mini itu mencegahnya dengan memegang pergelangan tangan Azam, Azam melihat ke arah Salma dan mendapati Salma menggeleng kecil. Ia yakini Salma malu jika melihat apa yang tak seharusnya ia lihat.
Boleh seharusnya, karena ia suami Salma. Tapi Azam menghargai keputusan Salma.
"Kenapa jangan?" tanya Azam. Lalu ia mengecup pucuk kepala Salma.
"Kita suami istri" imbuh Azam.
Mata Salma membulat, memperlihatkan keterkejutanya yang tak bisa ia tahan. Perlahan tanganya lepas dari pergelangan tangan kokoh milik Azam. Ia membiarkan Azam mengambil semua barangnya, karena tubuhya melemas saat menerima hal mengejutkan tadi.
Tadi itu,,, apa?
Batin Salma dengan menyadarkan dirinya sendiri.
***
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Khitbahmu Calon Imamku
ChickLit(COMPLETED) Salma Gadis keturunan Jawa yang di tinggal oleh tunanganya di H-3 bulan menikah menjadi perbincangan banyak orang. Bahkan hingga H- satu minggu tak ada tanda-tanda Yudhistira calon suaminya datang, setidaknya untuk memutus khitbahnya. H...