31

60.4K 3.2K 10
                                    


Tepat setelah meletakkan kopernya di kamar Azam, suara umi Hindun mengucap salam tanpa mengetuk pintu membuat Salma sedikit lega. Lega karena ia berhasil membawa barang sebanyak ini ke dalam kamar Azam, meski masih beberapa barang yang menetap di kamarnya, seperti buku dan berlembar-lembar memo yang Azam berikan dulu, sengaja ia simpan manis di atas almari agar Azam tidak melihatnya, yang masih ia sisakan di kamarnya.

Barang-barang yang baginya penting sekarang sudah masuk didalam koper, meski belum di tata dengan rapi. Setelah meletakkan koper dengan benar, Azam dan Salma keluar kamar, menemui umi Hindun dan ayah Hendrik. Seperti rencananya tadi, mereka bersiap makan malam bersama.

Salma membantu mbok Marni membawa makanan hangat ke meja makan, dan beberapa buah penutup yang sudah di cuci bersih.

"Emm, Salma, udah ngisi belum?" tanya umi Hindun. Pertanyaan yang sama dengan minggu-minggu kemarin.

Salma hampir terbatuk saat hendak memasukkan satu suap nasi kedalam mulutnya, ia juga tidak tau mesti menjawab apa. Namun, ia tau seberapa besar kekhawatiran umi Hindun pada rumah tangganya dan Azam. Ia juga menyadarinya pada tingkah uminya yang sepertinya juga menginginkan seorang cucu dari pernikahan mereka.

"Nanti umi, sabar, kan mereka nikah juga di jodohin, pelan-pelan"

Beruntung ayah Hendrik menyahut, jika tidak mungkin sekarang Salma dan Azam akan diam tak berkutik.

"Ya udah kita makan lagi ya" Azam menengahi. Ia menyuap satu sendok makan demi satu sendok makan. Sesekali melirik Salma dan uminya yang sama-sama menunduk fokus pada makanan masing-masing. Tanpa niat beralih dari makanan itu.

***

Ceklek,

Aroma khas minyak Azam menyeruak dari dalam kamar.

"Assalamualaikum" Salma masuk ke dalam kamar Azam untuk yang ke beberapa kalinya.

"Waalaikumsalam" jawab Azam yang masuk kamar setelah Salma.

Setelah membantu membereskan makanan dan sedikit berbicara dengan umi Hindun, Salma memutuskan untuk beristirahat. Sekalian untuk menyimpan rasa bersalahnya pada umi Hindun.

Tidak mungkin juga ia masuk kedalam kamar Azam tanpa permisi pada pemiliknya, juga ini bisa dihitung jari Salma masuk kedalam kamar Azam. Jika bukan hal penting, ia tidak akan menginjakkan kakinya di kamar ini. Jadi ia memutuskan untuk mengajak Azam masuk kedalam kamar, dengen sedikit rasa malu yang ia pendam sendiri.

"Maafin umi ya" ucap Azam pada Salma, karena ia tau Salma merasa tak nyaman dengan pertanyaan uminya.

Salma tersenyum tipis, kemudian ia mengalihkan dirinya menuju ke sofa yang tak jauh dari tempat tidur Azam. Duduk satu ranjang dengan Azam membuatnya lebih merasa tak nyaman.

Sayangnya wajahnya tak bisa membohongi Azam bahwa rasa tak nyaman lebih sedikit dari rasa tersipunya karena seranjang dengan Azam.

"Kamu sakit? kok merah pipinya?" tanya Azam lagi saat Salma berdiri dari duduknya.

Salma menggeleng cepat, menyingkirkan tangan Azam yang juga ikut berdiri, ia lekas menjauhkan diri dari Azam, menghilangkan jarak antara dia dan Azam. Lalu ia mengeluarkan beberapa buku rujukan, laptop dan sisa ketikan yang tinggal sedikit lagi selesai.

Azam berjalan mendekati Salma dan duduk di sofa samping Salma. Menelisik apa yang sedang di kerjakan istrinya setelah selelah ini.

Sia-sia Salma menjauh, justru Azam terus mendekatinya. Bagaimana ia harus menetralkan ritme jantungnya yang mulai tak beraturan.

"Aku bantuin?" tanya Azam.

Membangun chemistry didunia nyata dengan istrinya saja masih harus berusaha sebanyak ini, entah ia kurang usaha atau Salma yang bersikeras menolaknya.

"Bisa emang?" ujar Salma balik bertanya. Berusaha tampak setenang mungkin.

"Bisa, aku bantu buat nyari materinya ya" Azam mengambil buku yang bertumpuk tinggi dengan ukuran tebal di atas meja. Membuka sebentar, mencoba memahami dan meletakkanya kembali.

"Kenapa?" Salma menopang dagu dengan memutar kepalanya melihat Azam. Melihat Azam yang tertawa kecil, menertawakan dirinya sendiri.

"Gak bisa" cengir Azam, menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Iya lah mas, kamu kan malah make bahasa Arab, lebih hebat" tawa Salma pecah, antar bangga dan menertawakan kepolosan Azam yang begitu tulus.

"Aku mandi dulu ya, diem disini aja, baik-baik disini" Azam mengecup dahi Salma. Salma tetap pada posisinya, tanpa menyadari apa yang di lakukan Azam kepada dirinya.

Ini bukan yang pertama kali, Salma juga mulai biasa dengan semua ini.

"Eh lupa"

Salma mendongak "apa yang lupa?"

"Bismillahirrahmanirrahim" Azam mengucap basmalah dan mengecup Salma untuk kedua kalinya.

"Apa sih mas,,," Salma tertawa kecil, memegangi pipinya yang menghangat.

Begitu juga Azam yang malu atas perilakunya sendiri.

Salma masih memegangi kedua pipinya, entah berapa kalinya Salma sudah mendapat kecupan dari Azam hari ini. Rasa melayangnya membuatnya terlupa bahwa ia pernah menolak Azam, bahkan pendirianya terus diikuti dengan ego juga keras kepalanya.

Salma menyentuh dahinya sesaat, mengusap lembut diantara ambang kesadaran.

"Mau mandi kan?" wanita itu mengambil pasmina yang tersampir di sandaran sofa, lalu ia berdiri.

"Iya ini mau mandi" jawab Azam, ia membuka almari dan mengambil handuk yang tersampir di gantungan baju

"Gimana?" imbuh Azam karena pertanyaan Salma yang tiba-tiba, ia menaikkan sebelah alisnya, menggoda Salma untuk kedua kalinya malam ini.

"Gak papa, ya udah sana cepetan mandi" Salma mendorong tubuh Azam mendekat ke kamar mandi agar ia lekas menghilang dari pandanganya.

Azam memutar tubuhnya seketika, membuat wajahnya dan wajah Salma hanya berjarak 5 cm, membuat Salma kembali gugup.

"Cepetan mandi mas, aku ambilin teh di bawah ya" alih Salma, nada suaranya terasa menggelikan. Lalu ia lekas berbalik menuju pintu, memegangi dadanya yang terasa akan meledak karena detak jantungnya yang tak beraturan dan berpacu lebih cepat dari biasanya.

"Nggak usah" jawab Azam saat Salma sudah hilang dari balik pintu.

Kemudian pintu terbuka lagi, memperlihatkan cengiran dari Salma "air mineral yah kalo gitu" ucap Salma.

Fikiranya satu sekarang, ia harus pergi dari kamar itu sekarang sebelum ia benar-benar melayang. Dulu saja ia terus menolak Azam sekarang Azam yang membuatnya merasa sesalah tingkah ini.

Jika ada yang tidak percaya Allah maha membolak balikkan hati, ternyata itu memang benar adanya.

***
TBC

Khitbahmu Calon ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang