KATANYA sedih tak boleh membelenggu diri sendiri. Begitu katanya, juga Allah pernah meminta Maryam ra. tetap menjaga hidupnya meski di ambang kesedihan. Berkali lipat Salma sudah mencoba tapi rasanya sama saja.
Ia melihat ke ujung batu nisan dengan nama Ali bin Ibrahim. Nama Abinya sudah tertera disana, rasanya seperti mimpi, seakan abinya hanya pergi untuk perjalanan bisnis seperti yang biasanya di alaminya ketika masih satu rumah dengan abinya.
Lalu ia menahan tangis lagi. Dengan Azam yang masih erat merangkulnya. Ia tak bisa lagi menolak pundak Azam, ia butuh sandaran sekarang. Dan Azam satu-satunya yang selalu ada disampingnya.
Dua hari lalu Salma baru diperbolehkan pulang. Meski tubuhnya sudah tampak sehat tak menjadikan dokter merasa tubuh dalam Salma juga sependapat. Karena Salma yang terlalu stres.
Wajahnya menirus, terlihat sekali wanita dengan hijab putihnya itu sudah menurunkan banyak sekali berat badan. Ia kembali menangis dan kali ini tepat di samping makam Abi Ali.
"Sudah Sal,,, abi sudah tenang disana, kamu cukup bantu doa buat abi ya" kalimat penguat itu terus terucap dari bibir Azam.
Azam berusaha menenangkan Salma untuk yang kesekian kalinya. Ia tau Salma mendengarkanya, tapi hatinya menolak melakukanya. Rasa sedihnya terlewat besar dengan logikanya sekarang.
"Udah kak" Maryam mulai ikut menenangkan Salma. Maryam sudah cukup tenang dengan keadaan ini. Kakaknya Salma dan uminya sangat terpukul dengan berita ini, jadi Maryam pikir ia harus lebih kuat untuk menguatkan yang lain.
"Kita pulang ya kak" ajak Maryam. Saat seperti ini, Maryam adalah salah seorang yang paling kuat dia antara keluarganya.
Maryam dan Azam membantu Salma berdiri, membawa tubuh Salma yang lunglai masuk kedalam mobil. Lalu Azam mengemudikan mobilnya membelah jalanan kembali ke rumah umi Adawiyah-umi Salma.
***Bangunan bernomor 9 itu masih ramai dengan keluarga besar. Sebagian dari mereka masih dengan nata yang memerah dan membengkak karena kebanyakan menangis. Sikap humble dan bijaksana yang dimiliki abi Ali menjadi pencetak jelas di memori mereka semua. Begitu juga Azam.
Sebelum meninggalnya Abi Ali, ia sempat mendapat pesan. Tapi itu satu bulan sebelumya dan dulu sebelum pernikahan mereka, ia tak tau itu akan menjadi amanat yang perlu ia ingat dan harus ia jalankan sekarang.
Abi Ali meminta Azam untuk menjaga Salma agar menjadi istri solehah, yang bisa mencium surga suaminya ketika di akhirat kelak dan bisa menerima Azam tentunya. Ia sudah melakukan yang terakhir sisanya ia tak tau, namun ia akan berusaha sebisanya.
"Mas" panggil Salma.
"Iya" Azam membenarkan letak duduknya.
"Aku mau disini sampai 7 hari abi Ali ya"
Azam tak menimang sama sekali pertanyaan itu, ia dengan tegas menganggukkan kepala.
"Dengan syarat berhentilah menangis Sal, kasian abi kamu" pinta Azam. Ia tak mau melihat Salma terlalu terjerumus dalam rasa sedihnya.
Mendengar permintaan Azam membuatnya menangis lagi, rasanya wajah renta yang dulu selalu sibuk mengingatkan kesalahanya itu masih membekas di otaknya, meski terkadang ia mendapat berbagai teguran, Salma rasa lebih baik mendapat teguran itu setiap saat. Dari pada tak bertemu dengan abinya sama sekali.
Azam menarik Salma dalam pelukanya. Salma hanya bisa menangis didalam pelukanya. Sudah sejak dua hari lalu setelah ia keluar dari rumah sakit, sama sekali ia belum pernah menyentuh nasi apalagi untuk memasukkan makanan kedalam mulutnya. Hanya sesekali ia minum air putih dan jus buah.
Tubuhnya yang kekurangan energi terasa lemah. Hari ini ketika ia memeluk Azam ia merasakan ketulusan suaminya itu, Salma merasa bersalah membiarkan dirinya harus tampak selemah ini. Padahal di sampingya ada Azam yang juga sama sedihnya melihatnya begini.
"Kamu mau makan mas?" tanya Salma dengan mendongakkan kepala.
"Kamu mau makan?" Azam bertanya balik, ia tau Salma tak menyentuh makan dua hari ini.
Salma mengangguk "iya aku mau makan"
"Ayok aku temenin, kita makan bareng-bareng"
Salma menangguk lagi. Lalu mereka ke turun ke bawah untuk makan. Di bawah sana ada Maryam dan uminya yang masih berbincang dengan banyak orang yang melayat di rumahnya.
***
Azam pamit pada Salma dan keluarganya. Ia memasuki mobilnya dan mulai meninggalkan pelataran rumah Salma. Di jalan sesekali ia memikirkan istrinya itu, ia bersyukur Salma sudah mau makan.
Entah apa yang membuatnya berubah fikiran hingga akhirnya ia memilih makan hari ini.
Azam tersenyum.
Tring,
Suara dering telepon yang ada di layar mobilnya meluruhkan senyumnya, ia menatapi pemilik. panggilan itu. Karena ia lupa membawa kacamata jadi ia harus berkali lipat fokus pada tulisan kecil itu.
Agnes.
"Assalamualaikum" salam Azam sebelum memulai perbincangan.
"Waalaikumsalam"
Suara Agnes terdengar lemah.
"Agnes, kamu kenapa?"
"Azam kamu bisa kesini, tolong bantu sebentar" rintih Agnes. Ia tak bisa menahan tangisnya dan sesekali mengerang kesakitan.
"Saya kesana sekarang ya, kamu tunggu"
Azam menginjak pedal gasnya, berusaha lebih cepat. Beruntung macet sedang tak merundungnya hari ini, jadi ia bisa sampai di rumah Agnes tepat waktu.
Pasti sekarang Agnes sendiri, ia anak yatim dengan ibu seorang wanita karir, jadi tiap pagi sudah menjadi makananya jika harus diam seorang diri di rumah. Tambah lagi Agnes hanya memiliki sedikit teman di tanah air setelah kembali dari Mesir.
Tak berselang lama rumah megah dengan gerbang menjulang sudah Azam dapati dengan gerbang terbuka.
"Mari a' " sapa satpam begitu mobil Azam memasuki pelataran rumah Agnes.
Azam hanya memencet klakson mobil dan bergegas, ia turun dari mobil dan membuka paksa pintu rumah Agnes. Di sofa ruang tamu ia melihat Agnes sudah terbaring lemah dengan ponsel yang jatuh di atas karpet.
"Agnes" panggil Azam, mengetes kesadaran gadis itu. Namun nihil. Agnes sudah pingsan.
"Pak, pak" Azam keluar sebentar memanggil satpam untuk membantunya mengangkat Agnes ke dalam mobilnya.
"Pak nanti bilangin ibuk, kalo saya bawa Agnes kerumah sakit ya" Azam menitip pesan pada pak satpam. Ia tak memiliki waktu lagi untuk menghubungi ibu Agnes.
Ia memasuki mobil dan membawa Agnes menuju rumah sakit terdekat dengan jalan yang ia harap tidak macet kali ini. Sesekali Azam melirik kursi belakang, memastika Agnes baik-baik saja dengan laju kecepatanya yang sedikit berlebih.
Sampai di rumah sakit ia meminta perawat membawa Agnes dengan troli emergency, Agnes di bawa masuk keruang IGD dan di tangani secepatnya sembari perawat lain mencari kamar kosong untuk Agnes.
Ia harap adiknya itu baik-baik saja.
Sedang di tempat lain seorang wanita sedang berusaha menghubungi suaminya yang hanya mendapat jawaban dari seluler bahwa panggilan tak terjawab. Lagi dan lagi ia mengulang. Hingga akhirnya ia menyerah dengan panggilan itu.
Itu Salma...
Dengan kekhawatiranya.
***
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Khitbahmu Calon Imamku
ChickLit(COMPLETED) Salma Gadis keturunan Jawa yang di tinggal oleh tunanganya di H-3 bulan menikah menjadi perbincangan banyak orang. Bahkan hingga H- satu minggu tak ada tanda-tanda Yudhistira calon suaminya datang, setidaknya untuk memutus khitbahnya. H...