19

58.4K 3.4K 13
                                    

"Kalo ini mas?" tanya Salma pada Azam.

Setelah sholat dzuhur bersama, Salma dan Azam langsung memesan makanan. Mereka sekarang disini, dikursi restoran dan masih sibuk melihat resep kue yang mereka sendiri tidak yakin bisa membuat atau tidak.

"Boleh, saya ngikut kamu aja"

"Ya udah ini aja mas, semoga berhasil ya" Salma menampakkan wajah penuh harap.

Suasana hening kembali, Salma tak suka hening. Apalagi di tempat ramai seperti ini.

"Giman skripsi kamu?" tanya Azam.

Salma memang di tahap skripsi, baru di pembuatan judul. Tapi rasanya ia malas melanjutkan apalagi di tengah rumah tangganya ini.

"Rasanya males" Salma menopang dagunya setelah beberapa detik lalu menyedekap tanganya "gimana kalo aku keluar dan bikin usaha cafe mas? atau bikin butik gitu"

"Saya dukung kamu aja, kamu mau keluar kuliah bukan karena sudah berumah tangga kan?" tanya Azam.

Salma diam, pura-pura tak mendengar pertanyaan Azam. Beruntung pelayan datang mengantar makanan mereka, jadi bisa menjadi alibi Salma.

Sayang, Azam lebih peka dari yang ia kira.

"Kamu gak keluar karena rumah tangga kan?" tanya Azam untuk yang kedua kalinya.

Salma yang baru memasukkan dua suap sushi yang dipaksakan didalam mulutnya tersedak kecil. Azam segera mendorong gelas air putih yang ada didepanya.

Salma kembali tersedak begitu mengingat gelas itu telah dipakai Azam. Sebelumnya mereka sama sekali tak pernah bergantian apapun kecuali kamar mandi dan sandal, kalaupun alat makan itu jika sudah dicuci.

"Ini bekas kamu kan mas?" mata Salma membulat. Ia menggembungkan pipinya yang masih terisi dengan air putih tadi.

Azam mengedipkan mata beberapa kali "iya" jawabnya polos. Apa yang salah. Tapi kenapa wajah Salma memerah.

"Sakit?" tanya Azam.

"Enggak mas, kita pulang terus masak ya" jawab Salma dengan menyingkirkan tangan Azam yang sedang memegangi dahinya.

Melihat Salma yang bergegas pergi ia segera berdiri dan mengikuti langkah istrinya. Langkah Salma seperti dipercepat, Azam tidak tau sebab yang pasti ia hanya perlu mengikuti istrinya, tentu dengan sesekali tertawa karena melihat Salma kewalahan dengan langkahnya sendiri. Karena langkah kaki Salma yang terlalu tergesa-gesa.

***

Lelaki itu memasukkan tas yang ia bawa sendiri dari rumah ke dalam almari atas didapur, karena sekarang supermarket tak lagi menyediakan kantong plastik. Kemudian ia mengecek satu persatu barang yang diperlukan seperti yang tercantum di resep.

Lain hal nya dengan wanita di sampingnya. Ia mengambil wadah dan peralatan lainnya untuk membuat kue.

"Emang bisa buat mas?" ucap Salma, sedikit terkandung ejekan didalam ucapanya.

Azam menarik lengan pakaianya melihatkan otot-otot yang tercetak jelas. Salma menatap tak percaya, ah jiwa polosnya memang berlebihan. Dulu saat dengan Yudistirapun ia tak pernah memperhatikan mantan calon suaminya itu dengan saksama.

"InsyaAllah, ayok coba" ajak Azam.

"Sambil buat kue, boleh saya bertanya?"

Imbuh Azam. Wanita itu ikut menarik lengan pakaianya sedikit kemudian mengangguk.

"Tanya apa?"

Azam berdehem sebentar "kenapa kamu gak pernah melepas hijabmu didepan saya?"

Tepung terigu yang baru masuk setengahnya terhenti, ia memikirkan sebentar tentang apa yang ditanyakan Azam. Suaminya benar, harusnya ia bisa membuka hijab di depanya. Memperlihatkan cantiknya rambutnya hanya untuk suaminya.

"Aku punya rahasia" ucap Salma serius.

Azam menaikkan dua alisnya penasaran.

"Aku botak" sahut Salma, bercanda.

Salma tertawa puas begitu melihat Azam melengos dan beralih mengambil mentega.

"Canda mas" jawab Salma akhirnya.

Ia terus tertawa untuk menutupi rasa tak enak pada suaminya. Dalam hati ia terus menggerutu tak tentu tentang belum siapnya ia melepas hijab di depan suaminya.

Setelah candaan Salma tadi, Azam sedikit lebih senang karena merasa hubungan mereka lebih baik. Dulu memang ia hanya kagum ketika menjadi kakak kelas Salma dan dosen Salma tapi berbeda setelah menjadi suaminya, ia kira setiap hari ritme jantungnya lebih keras karena cantik dan cerianya Salma.

Namun, ia rasa ini bukan sepenuhnya karena itu, tapi karena ia sungguh-sungguh sudah menerima Salma sebagai istrinya. Meski ia sendiri tidak tau bagaimana perasaan Salma. Ia cukup menyerahkan semuanya pada Allah dan dengan usaha yang sudah ia lakukan selama ini.

"Tempat kuenya dimana mas?" tanya Salma setelah memasukkan kue yang hampir jadi ke dalam oven.

Tak terasa waktu sudah mendekati adzan maghrib, Azam yang sedikit melamun terhenyak karena pertanyaan Salma. Kemudian ia lekas mengambilkan kotak makanan di dalam almari atas.

"Saya bersihin ini dulu ya" izin Azam.

Salma mengangguk. Membiarkan Azam membersihkan dapur sedangkan ia memutar timer oven menyesuaikan waktunya agar tingkat kematanganya sesuai. Tak perlu menunggu waktu lama untuk menunggu kue matang, suara dentingan oven mengalihkan Salma dari aktifitas berberesnya.

Ting,,

20 menit sudah.

Tutup oven di buka, bau semerbak kue memenuhi ruangan. Wanita itu langsung mengambil kue yang terlihat kecokelatan. Meski tak yakin dengan rasanya setidaknya baunya lebih baik dari apa bayanganya.

Suara Adzan menyeru, memberi tau tiap muslim untuk segera melaksanakan kewajibanya. Selesai memotong kue dengan ukuran dadu besar, Salma dan Azam tersenyum puas.

"Alhamdulillah" ucap Salma.

"Ayok sholat" ajak Azam.

"Ayok" namun Salma terdiam sebentar.

"Kita berjamaah?" tanya Salma, memastikan.

Untuk ketiga kalinya mereka berjamaah hanya dua orang, namun Salma masih merasa baru dengan hal ini. Padahal pernikahan mereka memasuki usia 4 bulan.

Azam mengiyakan istrinya. Kemudian mendahului Salma ke kamar mandi untuk wudhu. Setelah Azam keluar dari kamar mandi Salma lekas mengambil air wudlu, tak mau membuat Azam menunggu terlalu lama.

Mendapati Salma sudah memakai mukena, Azam memposisikan dirinya sebagai imam dan memulai sholat. 3 rakaat sholat selesai dijalani lengkap dengan dzikir dan doa. Azam memutar tubuhnya, memberikan tanganya pada Salma.

Salma mengerjap beberapa kali melihat tangan Azam, 3 detik kesadaran Salma kembali. Ia menyahut tangan Azam dan mencium punggung tangan suaminya, selayaknya istri mencium tangan suami.

Jujur hati Salma cukup berdesir saat mendengar lantunan ayat suci alquran yang dibaca Azam setelah sholat. Apalagi paras Azam dengan peci di kepalanya di tambah koko putih yang menyelimuti tubuhnya.

Allah, indahnya ciptaanmu.

Beruntung Salma sudah sah menjadi istri Azam, meski ia sendiri tidak tau apa ia sudah menerima Azam atau belum. Setidaknya ia tak berdosa mengagumi suami sendiri.

***
TBC

Khitbahmu Calon ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang