بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم
Pagi, siang, malam, hanya dunia yang kutuju. Tanpa ingat bahwa akhirat adalah tujuan utama
___SEINDAH ASMA ALLAH___
By JaisiQ
🌼🌼🌼
"Nggak apa-apa, Umi, Intan baik-baik aja. Cuma lecet sedikit."
"Lain kali harus hati-hati lagi, ya? Umi panik."
Wanita berjilbab putih itu tersenyum melihat kekhawatiran yang terpancar di mata uminya. Siapa pun pasti merasa bahagia ketika dikhawatirkan, itu artinya dia begitu penting dalam hidup seseorang.
"Lagi ngapain brother di sini?" tanya Rendy. Ilham tidak merespons saking seriusnya.
Pandangan Rendy mengikuti arah mata Ilham, dia menemukan sesosok perempuan di bangsal Melati bed 2, sedang dibesuk oleh anggota keluarganya---mungkin orang tuanya.
"Dia ... perempuan yang...."
"Iya, cantik, kan?"
"Dasar mata keranjang. Kata kakek kamu, kamu itu nggak boleh liat cewek." Rendy menutup mata Ilham hingga pria itu lekas menyingkirkan tangan temannya sambil berdecak. Salah Ilham sendiri karena pernah curhat pada Rendy bahwa ia tidak boleh melihat perempuan. Kecuali perempuan itu adalah pasiennya.
Sadar karena sudah salah dan malah menggugu nafsu, Ilham melengos pergi, kemudian disusul Rendy yang mengabarkan bahwa ada pasien baru di IGD.
Ilham hanya berharap semua dia dipertemukan kembali dengan wanita itu.
🌼🌼🌼
Mungkin orang-orang selalu berpikir bahwa seseorang yang memakai jas putih itu hidupnya enak dan serba keren.
Mungkin orang-orang mengganggap Ilham pria sempurna. Tampan, pintar, baik, ramah, dan genius. Berkat kepintarannya dalam ilmu kedokteran, mampu membawanya pada titik sekarang. Menjadi dokter umum saja tidak membuat Ilham puas hingga ia bertekad untuk meneruskan pendidikannya demi menjadi dokter spesialis. Keinginan itu dimulai kala ia masih menjadi koas---lebih tepatnya saat masa stase bedah. Dalam stase itu Ilham mendapat nilai paling tinggi di antara teman sejawatnya. Dari sana Ilham sangat menyukai ilmu bedah. Barangkali juga karena sewaktu SMA dia suka menonton drama Korea bertema medis membuatnya semangat saat menjalani stase bedah. Dia sering melihat betapa kerennya para dokter dalam memainkan pisau bedah. Mungkin beberapa tahun ke depan, gelar spesialis berupa dr. Sp.B sudah mampu Ilham sandang. Segala rintangan sudah ia lalui dengan cucuran keringat dan tekanan batin yang kadang membuat down. Namun ia tak pernah menyerah dan terus belajar. Dimulai kuliah, menjadi koas, intership, dan saat ini---PPDS.
Tapi jujur-sejujur-jujurnya, Ilham masih merasa kurang.
Apa?
Karena pekerjannya itu, sulit membuat Ilham salat tepat pada waktunya.
Bahkan ia selalu iri pada pria-pria pecinta Masjid yang memiliki suara indah kala melantunkan surat-surat Al-Qur'an. Jika ada waktu luang, Ilham akan pergunakan untuk mengikuti kajian untuk men-charge iman. Dari kajian itulah, ia sering melihat pria berkopiah membacakan ayat Alquran dengan merdu dan tartil yang membuatnya diam-diam menyimpan rasa kagum dan ingin seperti dia.
Sedangkan dirinya? Bacaan Alqurannya biasa saja bahkan terkesan ala kadarnya.
Maka dari itu, beberapa hari ke belakang Ilham bertekad ingin belajar tahsin bersama sang kakek setelah mengikuti kajian yang mampu membuat jiwa 'ingin bisa' mencuat. Ia yakin, kakeknya itu bisa mengajarinya walau umur beliau sudah memasuki usia 70 tahun. Sebab dulu Arif--nama kakek Ilham--- salah satu guru ngaji di sebuah pesantren. Hanya sang kakek yang bisa dia andalkan dalam belajar perihal agama yang sering terbengkalai akibat kesibukan dunia yang tak kunjung berakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seindah Asma Allah √
Romance"Intan ... maukah kamu menjadi istri saya?" "Maaf Dokter Ilham, saya tidak bisa." "Kenapa? Apa karena saya seorang dokter residen?" Penolakan pertama tidak akan mampu membuat Ilham menyerah. Sebagai seorang dokter ia sering menghadapi kasus di mana...