24. Semoga Selalu Bahagia

8.2K 989 180
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم

Niat membahagiakanmu seperti niat dalam salat.
Berurusan dengan Allah yang Maha Melihat.
Jika ada kesalahan, ada konsekuensi yang harus didapat.

__SEINDAH ASMA ALLAH__

by JaisiQ

🌼🌼🌼

Sesampainya di rumah, Intan disambut oleh keluarga Ilham. Terutama Anin yang langsung berteriak kegirangan sebab kata sang ibu, ibu gurunya akan tinggal di rumah nenek kakeknya. Sedangkan Ilham sibuk mengangkut barang bawaan Intan ke kamar. Intan menyalami tangan orang tua Ilham yang sekarang sudah menjadi orang tuanya juga dengan santun.

"Anggap di rumah sendiri, ya." Surya mengelus punggung menantu barunya.

"Iya, Om. Em, Yah...."

"Bu Intan, Anin seneng Bu Intan mau tinggal di sini. Itu artinya nanti kalau Anin mau belajar banyak, tinggal dateng aja ke sini." Anin memegang tangan Intan sambil mendongak. Di sekolah Anin memang paling dekat dengan Intan ketimbang guru lain.

"Eh, Anin..."

"Kata Om Ilham sekarang Anin panggil Bu Intan itu Tante. Tante Intan. Yeee....."

"Iya, sekarang Anin boleh panggil Bu Intan Tante." Intan juga merasakan kebahagiaan yang dirasakan Anin. Sejak dulu Intan sudah menyayangi Anin, dan kini Tuhan mendekatkan dirinya dengan anak yang menurutnya sangat unik dan cantik. Dia seolah membuka peluang bagi dirinya untuk bisa dekat dengan Anin demi mengurangi rasa bersalah di masa lalu. Anin menuntun Intan ke ruang tengah, dan duduk di kursi. Riana menyiapkan minum dan cemilan di atas meja. Sedangkan Anin terus saja mengajak Intan bicara sampai papanya menegur agar jangan terlalu bawel.

"Papa nggak tau sih di sekolah Anin sering ngomong sama Bu Intan. Anin juga pernah kasih surat ke Bu Intan gara-gara di suruh Om Ilham."

"Ooh jadi si Ilham jadiin anak aku alat untuk deketin Bu gurunya. Emang terniat dia." Irhan geleng-geleng kepala.

"Kenapa Anin mau aja disuruh sama Om Ilham?"

"Karena Anin sayang Om Ilham," jawab anak itu polos sambil bersedekap.

"Panggil aku Mbak sekarang, ya. Seneng, sekarang aku udah ada temennya," sahut Riana yang selesai meletakkan air dan beberapa toples di atas meja, kemudian duduk.

"Iya, Mbak." Intan merasakan atmosfer berbeda. Yang mengharuskan ia untuk bisa terbiasa di keluarga barunya. Inilah risiko dari menikah, harus mampu berbaur dengan keluarga pihak dari lelaki yang tentunya berbeda dengan keluarganya.

"Mbak Intan nggak salah kan pilih Ilham? Nggak terpaksa, kan?" tanya Irhan menginterogasi. Sambil sesekali memakan kue pia--oleh-oleh Jogja yang kemarin dibawa sanak saudara yang kini sudah kembali ke sana. "Jangan-jangan si Ilham maksa lagi gara-gara pernah ditolak?"

"Emangnya kenapa, Mas?"

"Iya, soalnya adik aku itu rada-rada, Mbak. Maaf kalau semisalnya nanti otak gesernya kumat. Dia orangnya nekat. Dulu bahkan rela dicukur setelah dapet penolakan."

"Sama adik sendiri kok gitu, Mas?" tegur Riana.

"Bercanda. Tapi tetep aja aneh gitu."

Mendengar bahwa dirinya tengah menjadi bahan perbincangan, Ilham mengampiri, duduk tepat di sebelah Intan, dan merangkulnya. Intan merasakan gelenyar aneh di pundaknya. "Bidadari nggak salah pilih, kan? Buktinya dari kemarin selalu senyum."

Seindah Asma Allah √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang