4. Dokter Baik Hati

16.3K 1.2K 43
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Berhati-hatilah dalam berbicara. Jangan sampai merendahkan dan menggali kekurangan seseorang yang tengah berusaha keras mensyukuri apa yang dia punya. Karena kebanyakan manusia kesulitan untuk bersyukur.

__SEINDAH ASMA ALLAH__

By JaisiQ

🌼🌼🌼

"Udah lewat lima tahun, tetep aja istri kamu itu belum juga kasih keturunan."

"Bukannya kita udah kasih Anin, Bu?"

"Ya beda, lah. Kamu ini gimana, sih? Dia bukan darah daging kamu. Nggak ada darah ibu yang mengalir dalam diri dia."

"Ya doain aja terus, Bu. Mungkin Allah belum kasih kita kepercayaan."

"Terus aja kayak gitu sampai Ibu nanti mati."

"Jangan bicara begitu, Bu."

Percakapan sedikit tidak mengenakan itulah yang sering mampir di telinga Riana---istri dari kakak Ilham---setiap kali bertandang ke rumah mertua. Selalu saja seperti itu. Jujur ia kurang suka dengan sikap mertua jika sedang ada di belakangnya. Sebagai seorang perempuan dia pun ingin memiliki buah hati yang terlahir dari rahimnya sendiri. Tapi apa boleh buat? Tuhan belum mengizinkan. Padahal ia sudah berusaha bersyukur telah diberikan putri seperti Anin yang lucu dan menggemaskan, yang bisa menjadikannya sebagai perempuan sempurna dan ibu yang bisa diandalkam. Tapi akibat perkataan mertua kadang membuat Riana kembali mengeluh dan marah pada keadaan.

Riana sudah berusaha mensyukuri apa yang telah dimiliki agar hatinya tenang. Sebab dia tidak sendirian. Masih banyak wanita di luar sana yang belum diberikan momongan. Masih banyak wanita yang lebih menderita. Masih banyak wanita yang diberi ujian lebih berat, termasuk mendapat suami yang tidak baik. Itu lebih menyedihkan, bukan?

Suara ketukan di pintu sama sekali tidak membuyarkan lamunan Riana yang tengah duduk terpekur di kamar setelah pulang dari rumah orang tua suaminya.

Riana tidak akan membukanya sebelum ia benar-benar merasa tenang. Dia butuh waktu sendiri untuk meredam segala emosi yang berkecamuk.

🌼🌼🌼

Ilham sedang follow up pasien bersama koasnya---Risa, dan satu perawat. Memeriksa luka pasien pasca bedah, mengajari pasien cara merawat luka bekas operasi, memberi nasihat tentang makanan apa saja yang harus dan tidak boleh dimakan. Dalam masalah makanan Ilham diharuskan konsultasi dengan ahli gizi Senyum manis tak pernah Ilham lupakan untuk disunggingkan pada tiap-tiap pasien yang ia kunjungi. Pasien itu memiliki harapan besar kepada dokter yang menangani. Maka Ilham berusaha sekeras mungkin agar pasien-pasiennya nyaman dan mendapatkan harapan berupa kesembuhan nyata.

"Sudah makan, Dek?" Itu pertanyaan yang kerap Ilham lontarkan pada Risa sebelum follow up. Baginya, koas adalah tanggung jawabnya. Kalau si koas menjawab belum, maka Ilham akan menyuruhnya makan dulu, bahkan tak pelak dia juga memberi uang jika kebetulan membawa uang lebih. Kalau sudah, ia akan memujinya sebagai koas paling pintar dan pengertian. Teman koas yang dibimbing residen lain kadang merasa iri pada Risa. Menurut mereka Ilham paket kumplit sebagai seorang pembimbing.

"Hari ke tiga setelah operasi, belum ada keluarga yang menjenguk, Kek?" tanya Ilham pada pasien yang ia operasi bersama Chief-nya pada kasus hernia hiatus. Hernia hiatus adalah kondisi di mana bagian atas lambung masuk ke rongga dada. Lambung yang seharusnya di rongga perut, menonjol ke atas melalui celah di otot diafragma, yaitu otot yang memisahkan rongga dada dengan rongga perut. Menurut hasil anamnesis, penyebabnya karena pasien selalu bekerja paruh waktu sebagai pengangkut barang berat, ditambah umurnya yang sudah tua. Ia mengaku melakukan itu semua demi mendapat uang untuk bertahan hidup.

Seindah Asma Allah √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang