15. Masih Tetap Bertahan

7.8K 1.1K 114
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم

Bagian tersulit dalam berjuang adalah tetap bertahan.
Bertahan menahan segala rasa kecewa karena tak pernah dihargai padahal memiliki peluang untuk pergi dan berhenti.

__SEINDAH ASMA ALLAH__

by JaisiQ

🌼🌼🌼

Ponsel Intan berdering di atas nakas saat wanita itu tengah bersiap untuk pergi mengajar. Saat diliat siapa yang meneleponnya, Intan langsung menggeser tombol hijau. Ia senang Iqlima yang kini sudah tinggal bersama suami barunya di kontrakan mau menghubungi.

"Iya, Iq, waalaikumussalam...."

"Gimana kabarnya?"

"Alhamdulillah, baik, Mbak."

"Alhamdulillah kalau begitu." Intan lega mendengarnya. Ia percaya bahwa lelaki yang kini telah menjadi adik iparnya adalah pria baik-baik. Semoga saja.

"Ada yang mau kenalan sama Mbak Intan katanya."

"Siapa?"

"Temennya Mas Fajar. Katanya pengin tau lebih tentang Mbak Intan."

"Kenapa dia tahu Mbak?"

"Kan aku kenalin waktu di acara resepsi dulu. Katanya dia penasaran sama Mbak Intan. Padahal baru denger namanya doang."

"Tapi maaf ya, Iq. Mbak nggak bisa. Mbak lagi nggak mau berurusan sama masalah kayak gitu."

"Mas Trian itu pasti baik kok, Mbak! Aku yakin itu. Ayolah, Mbak, sedikit aja kasih salah satu dari mereka kesempatan untuk kenal Mbak Intan. Ini kan permintaan Umi juga."

Mendengar nama 'Trian' disebut, ekspresi Intan berubah. Pegangan pada ponsel mengendur. Tatapannya kosong. Tubuh berubah kaku. Sedangkan suara Iqlima terus terdengar.

"Ya, Mbak? Aku mohon."

Beberapa detik kemudian, ponsel yang dipegang Intan jatuh ke bawah.

"Truth or dare?"

"Dare!"

Tak ingin menyingkap rahasia, Intan akhirnya memilih 'dare'.

"Minta nomor kak Trian! Tuh, yang lagi duduk di tukang siomay," tunjuk temannya ke seberang tempat mereka nongkrong di kantin.

Intan mengernyit. Hah? Minta nomor telepon lelaki? Sungguh, itu tidak pernah ada dalam kamus kehidupannya. Mau ditaruh di mana harga dirinya sebagai seorang perempuan?

"Jangan, deh, jangan itu. Aku malu...." tolak Intan dengan wajah ngeri, sambil sesekali melirik ke arah Trian yang sedang asyik mengobrol dengan teman-teman lelakinya yang tak hanya satu atau dua. Dia tahu siapa Trian, karena siswa lelaki itu cukup terkenal di kalangan sekolah karena kecerdasan otaknya. Terutama di bidang matematika.

"Lumayan, Tan, jago matematika. Kamu bisa pepet dia. Nanti kalau ada tugas kita bisa minta bantuin dia."

"Nggak mau."

"Udah janji, lho. Kamu pilih dare."

"Ayo, In. Iseng-iseng berhadiah," paksa teman satunya lagi.

Intan mengembuskan napas. Setelah menghimpun keberanian, dia pun berdiri dan melangkah. Dua temannya mulai penasaran dengan reaksi Trian nanti. Wajah mereka serius seperti sedang menyaksikan sinetron.

Seindah Asma Allah √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang