35. Allah, Mengapa Dia?

8.1K 1K 260
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Selalu ada hikmah di balik musibah.
Dan jika kamu memilih berpasrah dan berserah setelah berjuang bukan berarti kamu menyerah dan kalah.

__SEINDAH ASMA ALLAH__

by JaisiQ

🌼🌼🌼

"Lho? Tante Intan-nya nggak ikut, Om?" Itulah pertanyaan yang diungkapkan Anin saat melihat Ilham sudah bersiap akan pergi ke Bandara dengan pakaian yang sudah rapi---kemeja kotak-kotak dan sweater. Ilham sedang memakai sepatu di kursi.

"Ini bukan liburan, Nin, jadi Tante nggak ikut," jawab Ilham.

"Padahal Anin mau ajak Om Ilham sama Tante Intan berenang! Besok hari libur, Om. Jadi kata Mama sama Papa, kita bakal pergi jalan-jalan. Ya kan, Ma?" Pandangan Anin beralih pada Riana. "Besok mau ajak Anin jalan-jalan?"

"Kamu nggak ke sekolah, Nin?" tanya Ilham. "Kok malah ke sini, sih?"

"Libur, gurunya ada rapat," jawab Riana mewakili Anin. "Dia ngotot pengen main ke sini, mau ketemu Om sama Tantenya. Eh, ternyata Intan lagi di rumah uminya, ya? Dan kamu mau berangkat ke luar negri untuk ikut seminar?"

"Iya, Mbak."

"Berapa hari?"

"Tiga hari aja, kok."

"Ada masalah sama Intan?" tanya Riana seakan mengerti keadaan yang ada. Seharusnya Intan ada di sini, menemani Ilham.

"Enggak, sih, Mbak," jawab Ilham tersenyum kecil.

"Nggak pa-pa kalau nggak mau cerita. Itu kan privasi rumah tangga kamu sama Intan. Mbak ngerti, kok. Kamu pikir Mbak nggak pernah ngalamin apa? Kalau ada masalah pasti penginnya ke rumah orang tua. Namanya juga berumah tangga, selalu ada ujiannya. Ada pasang surutnya gitu. Wajar."

"Kalau kamu ada problema, kamu bisa curhat sama Mas kamu itu. Dia kan lebih berpengalaman."

"Iya, Mbak, makasih atas sarannya."

"Om Ilham beneran perginya cuma sendiri?!" tanya Anin lagi.

"Om Ilham ke sana bukan buat liburan, tapi cari ilmu. Emangnya kamu? Pikirannya main terus."

"Ih, kapan-kapan ajak Anin ke luar negri lah, Om. Jangan cuma sendirian aja. Om Ilham kalau main ke luar negri kapan ajak Anin?"

"Kapan-kapan kalau ada waktu, deh. Anin pengin ke mana emangnya?" tanya Ilham. Terlihat bocah usia enam tahun itu mulai berpikir dengan menggerakkan dua pipinya yang cukup gembul.

"Ke Paris, Om! Biar liat menara Eiffel yang asli, jangan miniaturnya doang."

"Siip. Anin berdoa aja semoga tercapai."

"Kalau kata Tante Intan, doa aja nggak cukup, Om. Katanya harus ada usaha. Om Ilham gimana, sih," gerutu Anin.

Ilham bangkit dan mulai memakai tas gendongnya.

"Tuh kan, istri kamu itu nggak bener. Suaminya mau pergi jauh malah diem di rumahnya. Seenggaknya anter lah sampai Bandara gitu."

"Udah, nggak pa-pa, Bu. Intan...."

"Apa? Mau bela Intan lagi? Terus aja bela istri kamu, tuh. Udah tau salah, tetep aja dibela. Kamu ini kenapa sih, Il? Yang tegas dong kalau jadi suami."

Ilham hanya diam, tidak membalas racauan ibunya. Lagi pula ia pun bingung harus menjelaskan bagaimana lagi. Takut salah bicara.

"Ya udah, Bu. Ilham pamit dulu. Doain bisa sampai dengan selamat dan pulang lagi dalam keadaan sehat wal afiat, tanpa cacat, dan lain sebagainya. Bibir ibu itu seksi, jangan dipakai marah-marah terus, sayang, lho. Mending berdoa. Karena doa Ibu itu berguna banget untuk Ilham."

Seindah Asma Allah √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang