19. Terima Kasih, Trian

7.7K 1K 176
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم

Setiap raga memiliki ruh. Dan pemilik ruh adalah Allah. Bagaimana bisa kita berontak ketika kehilangan, jika diri kita sendiri bukan milik kita?

__SEINDAH ASMA ALLAH__

by JaisiQ

🌼🌼🌼

Lewat Trian, kini Intan paham. Untuk menilai baiknya seseorang tak melulu harus dilihat dari penampilannya. Jangan menilai orang hanya sebatas luar saja. Biarpun pakaiannya tidak sesuai Sunnah, bukan berarti ia tak pernah melakukan kebaikan. Biarpun pakaiannya tak sesuai Sunnah, bukan berarti ia tak pernah melakukan amalan Sunnah lainnya. Biarpun pakaiannya tak mencerminkan orang alim dan beriman, bukan berarti ia tak pernah mengamalkan perintah-perintah Tuhan.

Jangan pernah menaksir keimanan seseorang hanya sebatas sampul.

Jangan pernah menaksir amalan seseorang hanya karena penampilan yang jauh dari kata salih karena kita tidak pernah tahu amalan-amalan apa saja yang sudah ia lakukan namun disembunyikan dan tak terlihat oleh orang lain.

Intan tidak menyangka Trian memiliki niat yang begitu baik dan mulia.. Mendonorkan hati sekaligus membiayai operasi yang jumlahnya tak sedikit. Jika saja kecelakaan itu tidak terjadi, ibu Trian mengatakan bahwa Trian tidak akan mengatakan bahwa dialah yang telah membiayai operasi sampai harus menjual aset perusahaan yang ia bangun bersama ayahnya.

Andai Intan yang sakit dan membutuhkan donor hati, ia tak akan mau menerima. Tapi ini uminya, Intan tak mampu menolak karena ia tak ingin kehilangan wanita yang sudah ia anggap sebagai ibu sendiri.

Intan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua Trian. Sungguh Intan tidak tahu harus bagaimana membalas kebaikan mereka. Bagaimanapun ia paham bagaimana perasaan orang tua Trian.. Tidak mudah melepas anak satu-satunya dengan waktu sangat cepat. Mau tidak mau harus mengubur impian untuk melihat dia menikah dan memberikan cucu.

Intan paham bagaimana hancur berkeping-kepingnya hati mereka. Belum lagi syok karena kematian Trian termasuk mendadak. Keduanya juga tak menyangka bahwa umur Trian sependek itu. Harapan-harapan tentang masa depan ternyata harus binasa di tengah jalan sebelum terwujud. Intan juga tidak tahu apakah ia harus bahagia atau sedih.

Selain sabar, ada kata lain yang membuat seseorang merasa keberatan, yaitu iklhas. Memang sulit untuk mengikhlaskan, apalagi yang dilepaskan adalah sesuatu yang selama ini sudah membersamai dalam menjalani kehidupan di bumi.

Mengikhlaskan rupanya tidak semudah membalikan telapak tangan, tapi manusia harus kembali disadarkan oleh kehilangan. Bahwa apa yang dimiliki, tidak sepenuhnya benar-benar menjadi miliknya. Bahkan diri kita sendiri bukan milik kita.

Salah satu contohnya adalah anak. Allah mengaruniai keturunan bagaikan memberikan mainan terhadap orang tuanya. Umpamakan orang tuanya adalah seorang anak kecil. Jika Allah ambil mainannya, maka orang tua yang diibaratkan sebagai anak kecil akan menangis dan meraung. Sudah menjadi kodratnya manusia, selalu merasa tidak adil ketika harus melepaskan karena selalu berpikir apa yang ia miliki adalah milik dia sepenuhnya. Namun pada kenyataannya, di dunia ini semuanya bersifat sementara. Termasuk anak, orang tua, harta, dan ruh yang bersemayam dalam diri.

Begitulah kehidupan. Apa yang dimiliki hanya sebuah titipan. Hanya sebuah mainan fana.

Kadang hidup harus meneladani tukang parkir. Dia menjaga kendaraan-kendaraan mulai dari yang sederhana hingga mewah, namun tak pernah marah ketika satu per satu apa yang ia jaga diambil kembali oleh pemiliknya. Karena sejatinya itulah arti hidup sesungguhnya. Manusia layaknya tukang parkir. Tak pernah mutlak memiliki, hanya sebatas tempat penitipan untuk menjaga sesuatu sebaik mungkin.

Seindah Asma Allah √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang