Enjoy guys!
Jangan lupa vote dan comment😘.
.
***
Jennie memegangi besi yang ada di samping kiri dan kanan ranjang. Keringat bercucuran tiada henti dari seluruh pori-pori tubuhnya. Jennie merasakan sakit yang amat luar biasa di perut hingga pahanya. Ini siksaan paling menyakitkan yang pernah di alaminya seumur hidup.
Tetapi ia harus tetap berjuang sendiri agar bayi yang ada di dalam rahimnya segera keluar.Sesekali Jennie menarik dan menghembuskan nafas seperti yang diperintahkan dokter Song padanya. Ia kembali mengerahkan seluruh tenaganya untuk memberi dorongan pada si bayi dan berteriak sekencang mungkin. Jennie tidak berhenti melakukannya sejak 2 jam yang lalu. Proses persalinan Jennie memang cukup lama mengingat ia mengalami kelainan power, dimana power itu sendiri merupakan tenaga primer yang dihasilkan dengan adanya kontraksi. Power atau kekuatan mengerang Jennie berkurang di sebabkan rasa takut yang masih menggerogoti perasaannya.
Yang pertama, ia takut tidak bisa melahirkan bayinya, mengingat ini adalah pengalaman yang pertama bagi Jennie. Dan yang kedua, Jennie masih mencemaskan kondisi Taehyung. Pria itu tidak tampak baik-baik saja ketika ia dibawa ke rumah sakit tadi. Jennie tidak tahu apakah Taehyung dalam keadaan baik-baik saja setelah di pukuli oleh preman-preman tersebut.
"Aaaahh... Ya Tuhan! Dokter S-song, sakit sekaliiiii!!" jerit Jennie. Air matanya tak kalah deras dari keringatnya sendiri.
Dokter wanita yang sedang berada di antara paha Jennie yang terbuka itu menatap cemas. Ia sangat mengkhawatirkan Jennie. Kondisi Jennie semakin melemah sementara dokter Song sudah bisa merasakan kepala bayi berada di mulut rahim Jennie.
"Teruslah mengejan, Nyonya. Kepala bayi anda sudah hampir keluar!" seru dokter Song. Suster-suster yang membantu dokter Song serta Jennie saling berpandangan. Mereka membisikkan sesuatu pada dokter Song.
Jennie mengerjap-ngerjapkan matanya. Nafasnya sudah hampir habis karena mengejan. Ia menggeleng-gelengkan kepala dengan cepat, rambut hitamnya melekat di sebagian lehernya, tangan dan kakinya sudah mati rasa. Jennie tidak tahu apakah ia masih sanggup melahirkan bayi ini dalam keadaan selamat atau tidak.
"Apa pria itu suaminya?"
Jennie sayup-sayup mendengar pertanyaan dokter Song pada salah satu suster.
"Saya tidak tahu pasti, Dokter. Tetapi pria itu sejak tadi menunggunya di depan."
Dokter pun mengambil keputusan secepat mungkin. "Baiklah. Kalau begitu coba panggilkan dia,"
"Tapi dokter, masih ada satu masalah lagi." tandas suster itu.
Dokter Song berdecak. "Apa lagi, Suster Lee?"
"Pria itu dalam kondisi luka-luka. Tadi dia di obati di ruangan—"
"Aku tidak peduli! Panggilkan saja dia! Siapa tahu dia bisa memberi semangat pada pasien kita!" tegas dokter Song.
Suster itu pun mengangguk dan langsung menyerbu pintu.
Dokter Song kembali berteriak menyemangati Jennie dan di respon lemah oleh wanita itu. Jennie bernafas terengah-engah. Ia sudah bisa merasakan kepala anaknya mengganjal di daerah kewanitaannya. Tetapi mengapa ia tidak mempunyai kekuatan lebih untuk terus mengejan?