Enjoy guys!
Jangan lupa vote dan comment😘.
.
***
5 tahun kemudian..
"Bu, ini tempat apa? Kenapa banyak sekali orang-orang berpakaian putih seperti Paman Seungwoo?"
Seorang anak laki-laki tampan bertanya kepada ibunya yang tak lain adalah Jennie. Jennie menunduk untuk menatap wajah anaknya kemudian tersenyum manis. Ia tetap menggandeng anaknya dan memeluk sebuket bunga ditangannya yang lain.
"Kita akan membesuk Seolhyun aunty. Ji Hoo sudah melihat foto aunty, kan?"
Kening bocah tampan bernama Ji Hoo itu mengernyit. "Seolhyun aunty? Iya, Ji Hoo sudah melihat fotonya di ruang keluarga, Ibu. Apa Seolhyun aunty tinggal disini?"
"Benar, Ji Hoo. Ia tinggal disini," jawab Jennie seraya merenung.
Mereka terus berjalan di lorong gedung itu, diiringi oleh seorang suster dibelakang. Ji Hoo berjalan sambil melompat-lompat, senang digandeng ibunya. Mata Jennie tertuju pada pintu kamar 223, tempat dimana Seolhyun dirawat. Tak terasa matanya sedikit terhalang air mata. Ia membayangkan betapa tersiksanya Seolhyun selama 4 tahun mendekam disana tanpa ditemani siapa-siapa. Yang setia menemani wanita itu hanyalah penyesalan dan khayalan-khayalan liarnya.
"Nyonya Kim, sebaiknya anak anda tidak masuk ke dalam."
Jennie memutar tubuhnya untuk berhadapan dengan suster yang mengantarnya. "Tidak apa-apa, suster. Aku ingin Ji Hoo bertemu dengan Bibinya."
Sejenak suster itu nampak khawatir. Kemudian ia kembali berbicara, "Kemarin Nyonya Kim Seolhyun baru saja mengamuk," bisiknya agar tidak terdengar Ji Hoo.
Jennie tersenyum kecil. "Ia tidak akan seperti itu lagi. Aku berjanji akan menjaga Ji Hoo di dalam."
Suster itu tetap bimbang. Ia memikirkan keselamatan putra Jennie yang baru saja berusia 5 tahun itu. Sebenarnya tidak baik bagi anak-anak dibawah umur dibawa ke ruangan terisolasi seperti kamar 223 ini. Tetapi Jennie adalah seorang istri dari pria paling berpengaruh di Korea Selatan. Tidak ada yang bisa menghalangi keinginannya.
"Tapi Nyonya—"
"Suster, percaya padaku. Ji Hoo akan baik-baik saja di dalam sana. Sekarang, bolehkah kami masuk?" potong Jennie tegas.
Suster itu pun menghela nafasnya. Ia menjulurkan sebuah keranjang ke arah Jennie. "Baiklah, Nyonya Kim. Silahkan letakan benda-benda tajam dan jam tangan anda disini. Aku akan menunggu di luar pintu."