nineth

277 40 3
                                    

"Daddy, udah malam kok bunda belum pulang sih?" Alin merengek pada guanlin, lelaki itu juga tak tau kemana jihoon sekarang

"Bunda pergi? Ninggalin kita?" Alin hampir saja menangis, ia tak percaya bagaimana seorang bunda yang selama ini selalu menyayanginya hari ini tak mengangkat telponnya, biasanya bundanya itu akan selalu mengabarinya kemanapun, atau bahkan hanya sekedar spam chat untuk menanyakan keadaan alin

"Lin, kamua kenapa?" Nyonya lai memeluk tubuh sang cucu, mengusap punggung dan kepalanya. Cara jitu yang ia dapat dari jihoon kalau alin sedang bersedih

"Bunda mana si? Alin gamau bunda kenapa-napa. Hiksss" baiklah hilang sudah wibawanya sebagai kapten basket sekolah yang dingin

"Bunda pasti pulang bentar lagi, lin. Mung--"

"Bundaaaaaaaaa" alin memotong ucapan sang daddy, berlari menuju pintu masuk mansion besar itu

Alin segera memeluk sang bunda yang terlihat sangat kacau, mata sembab, hidung merah, baju agak lembab

"Bunda kenapa? Bunda nangis?" Alin merenggangkan pelukannya, menatap wajah sang bunda yang sangat berantakan

"Eh- engga kok, bunda abis keujanan mungkin efek kedinginan ini, alin udah makan?" Jihoon mengelus rambut sang anak tiri

Alin menggeleng "dia ga mau makan dari sore, katanya tunggu kamu pulang. Kamu dari mana aja sayang? Kamu gapapa?" Nyonya lai dan guanlin bergabung dengan ibu dan anak tiri itu

"A-aku tadi ketemu temen ma, temen lama malah lupa waktu. Maafin aku ya" jihoon merasa bersalah, tak seharusnya ia seperti ini. Merepotkan semua orang

"Yaudah, kamu mandi dulu ganti baju baru kita makan malam ya sekalian tunggu papa pulang" setelah berucap seperti itu nyonya lai meninggalkan keluarga kecil itu

"Yaudah ayok bunda mandi dulu, alin tungguin" alin menarik tubuh sang bunda, menjauh dari guanlin yang hanya bisa membeku di tempat

"Apa jihoon habis menangis? Dari mana saja dia?"

"Ah masa bodo"

.
.
.

"Dari mana kamu?" Jihoon yang baru selesai mandi terkejut mendapati suara berat guanlin yang tengah duduk di atas kasur besar itu

Jihoon tak berniat menjawab, lagi pula nanti juga pasti ia yang akan disalahkan

"Aku nanya ya jihoon!" Guanlin mendekat ke arah jihoon, memegang erat tangan jihoon membuat jihoon sedikit meringis. Pipinya masih merah akibat tamparannya siang tadi, ada bekas luka juga di sudut bibir sang istri

"Kalo kamu takut aku bilang ke papa mama atau alin, aku ga akan bilang. Nikmati saja kehidupanmu, dari awal kamu memang tidak mencintaiku kan?" Entah dari mana keberanian jihoon berbicara seperti ini, ia menjadi takut sendiri

Guanlin menatapnya dengan wajah penuh amarahnya, membuat jihoon bergetar dan ketakutan. Selanjutnya ia menangis, menunduk di hadapan guanlin.

Ini bukan seperti yang ia bayangkan, menikah lalu hidup indah bersama. Tidak ini jauh dari ekspektasinya. Memang, yang membuat seseorang terluka adalah karena ekspektasinya sendiri.

Guanlin melepas tangan jihoon, lalu pergi begitu saja seakan tak memiliki hati

"Kuatkan aku, Tuhan" ucapnya disela tangisan


Tbc...

GS | Being Perfect Wife ( Panwink )Where stories live. Discover now