"Oh, Naru kemarilah sayang kita sarapan bersama"Naruto menghentikan langkahnya saat suara sang ibu terdengar, niatnya yang ingin pergi sesegera mungkin itu kandas. Dengan langkah berat mendekati ruang makan.
"Maafkan ayah dan ibu tidak sempat menjemputmu kemarin"
Mendudukan dirinya di salah satu kursi kosong disana Naruto hanya memberikan lirikan sebentar pada ayahnya yang baru saja berucap sambil melipat koran yang dibacanya.
"Bagaimana harimu, apa kau nyaman di sekolah barumu?"
Memandang lurus pada meja di hadapannya Naruto kembali menghiraukan ucapan sang kepala keluarga, membuat ibunya yang tengah mengoleskan selai pada lembaran roti di seberang meja menatapnya.
"Sayang, ayahmu bertanya"
Mendengus dengan keras Naruto menatap ayahnya yang juga tengah menatapnya.
"Tidak perlu berpura-pura peduli seperti itu padaku"
Sontak membuat kedua orang dewasa itu mentapnya terkejut.
"Bagaimana bisa kau bisa berkata seperti itu Naru, kau adalah anakku hal wajar jika aku menghawatirkan darah dagingku sendiri"
Ucapan tegas ayahnya membuat Naruto menyeringai.
"Katakan itu pada anak kecil yang kalian buang beberapa tahun lalu"
"Naruto!"
"Aku pergi, terima kasih atas ajakan sarapan bersamanya" Naruto beranjak "Omong-omong jika ingin berpura-pura menjadi orangtua yang baik harusnya ibu tau, selai kacang hanya cocok pada anak kesayangan kalian, dan itu tidak berlaku untukku"
Tak menghiraukan keduanya yang di selimuti rasa bersalah Naruto melangkah santai meninggalkan rumah yang terasa asing baginya itu.
-
"Hei, hei, bukankah dia murid baru yang terkenal itu?"
Suara seseorang dari belakangnya terdengar begitu jelas untuk ukuran seseorang yang berbisik.
"Betul itu dia, murid baru yang di hari pertamanya sudah membuat banyak masalah. Dia dengan sangat berani beradu argument dengan salah satu guru kemarin" sahutan lain dari orang berbeda kembali terdengar.
Sedang orang yang tengah dibicarakan tengah asik menghabiskan makanannya sendiri sambil dengan berpura-pura tuli.
"Kalian tau, dia adalah adik kandung dari Haruto! Bagaimana mungkin Haruto yang begitu sopan itu memiliki saudara berandalan sepertinya? Dia bahkan begitu sombong dengan menghilangkan Namikaze dari balik namanya"
"Benarkah? Wah sungguh bencana memiliki saudara sepertinya, ckck kasihan Haru"
Merasakan stok kesabarannya hampir habis Naruto beranjak dari sana.
BUUKK
Setelah suara debuman yang terdengar begitu keras, kembali suara erangan menyusul.
"Rasakan itu jelek, habis kau di tanganku"
Tak menghiraukan korbannya yang mulai tak sadarkan dengan luka serta wajah lebam berdarah, Naruto masih terlihat begitu bersemangat.
"menyerah begitu mudah, heh? Pecundang, kemana keberanianmu yang ingin mengerjaiku tadi HAHH?"
Naruto menghiraukan dirinya yang sudah menjadi pusat perhatian seluruh murid yang berkerumun karna ia yang menggila dengan memukul salah seorang yang ingin mengusilinya saat ingin keluar dari area kantin.
"Heii heii, hentikan dia. Kasihan korbannya sudah tak sadarkan diri seperti itu"
Beberapa murid perempuan disana berseru mendapati tatapan malas dari salah seorang murid lelaki di sebelahnya.
"Kau buta? Tak lihat tiga orang di sana yang juga berakhir sama karna mencoba menghentikannya?! Biarkan saja" menguap sebentar pemuda tersebut memandang Naruto yang masih menggila "Lagian, salahnya sendiri karna menggosipkan murid baru itu terang-terangan dan mencoba mengerjainya"
Murid dengan rambut yang terikat dua itu berdecih "Haah, berbicara denganmu tak ada gunanya memang"
"Tak ada yang menyuruhmu, sebaiknya jika ingin menghentikannya panggilan saja ketua osis kesayangan kalian itu. Mungkin dia bisa menghentikannya"
"Hentikan"
Sahutan dingin membuat Naruto membalikan tubuhnya melihat orang yang seenak hati mencekal tinjunya.
"Akhirnya datang juga" seru perempuan tadi melihat orang yang baru saja dibicarakan datang.
Matanya seketika terbelalak melihat wajah orang yang coba mengentikannya, entah mengapa rasanya tidak familiar.
"Hentikan semua kekacauan ini" masih dengan tangannya yang mencekal tinju pemuda pirang itu, Sasuke berujar kembali masih dengan nada suara yang terdengar dingin seperti biasa.
Pikirannya secara tiba-tiba sangat kacau, tinjunya melemah dengan begitu cekalan tangan pemuda di hadapannya melonggar.
"K-kau uhg"
Namun saat matanya secara tidak sengaja bergulir pada dada kanan yang terdapat tanda pengenal yang tertera nama, kembali emosi melahap akal sehat.
BUUUKKK
Walau bertubuh sedikit kurus Naruto mempunyai pukulan yang sangat kuat dan berhasil membuat sang ketua osis yang tadinya mencoba mengehentikannya juga menjadi sasaran tinjunya, hingga pemuda tersebut terdorong beberapa langkah ke belakang dengan luka lebam tepat di ujung bibirnya.
"Jangan ikut campur kau brengsek" umpat Naruto.
Merasakan kehilangan semangat untuk kembali menghancurkan lawannya, Naruto meninggalkan tempat tersebut tanpa satu orangpun yang bisa menghentikannya.
"Sasuke uchiha, nama yang menjengkelkan"
.
.
.
."Aku memakluminya" sahut Kushina pelan "Biar bagaimanapun dia seperti itupun, semua karna aku"
Minato mendekati sang istri "Tapi sayang, kita tak bisa membiarkannya seperti ini terus"
"Aku tau, tapi.. apa yang bisa kita lakukan selain memaklumi semua perbuatannya? Apa kau masih belum sadar bahwa Naru berontak seperti sekarang itu karna kita yang membuatnya"
Merasa hal yang dikatakan sang istri merupakan kebenaran yang tak bisa di pungkirinya, Minato tak lagi membuat argument kembali.
"Kita hanya bisa memakluminya Minato, ku mohon biarkan saja Naru kita melakukan hal yang dirasanya bisa meluapkan segala kemarahannya pada kita. Bungsu kita sudah banyak tersakiti karna ulah orangtuanya ini"
Kushina memelas mencerna segala kesalahannya pada sang bungsu.
"Mungkin sebaiknya seperti itu"
Minato menarik istrinya ke dalam dekapannya "Mari berusaha bersama, agar bungsu kita kembali"
"Yah kau benar sayang, dan untuk malam ini biar aku yang kembali ke rumah sakit menjaga sulung kita"
Kushina merenggang pelukan di antara ia dan suaminya.
"ah, ya sulung kita"
KAMU SEDANG MEMBACA
Just,Stop!
FanfictionNamikaze Haruto & Naruto Uzumaki. Adalah dua bersaudara dengan penggunaan marga yang berbeda, sikap dan sifat yang berbeda pula. Dua bersaudara dengan masing-masing rasa iri yang terpendam. Bersama Haruto sang murid favorit, hadir pula idaman pa...